Upaya Pemaaf Atas Dasar Ajaran Agama Hasilkan Peningkatan Angka Kekerasan Seksual di NTT

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktris LBH APIK NTT, Ansy Rihi Dara dalam kegiatan Training Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) muda di NTT, Kamis (9/6) di Hotel Sotis Kupang

"Mengingat kekerasan seksual yang dilakukan oleh tersangka Yanto Snae terjadi pada saat pelaku sedang menjalani vikariat, maka lembaga bersangkutan memiliki kewajiban moril untuk melakukan tindakan pendisiplinan sesusai dengan ketentuan yang berlaku pada lembaga, tanpa mengesampingkan upaya penegakan hukum," tegas Ansy Rihi Dara.

Karena itu, LBH APIK NTT, demikian Ansy Rihi Dara, berharap agar lembaga tempat tersangka Yanto Snae bernaung menjadi garda terdepan untuk melaporkan kasus ini kepada aparat hukum, sebagaimana amanat UU nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Baca juga: Kiprah LBH APIK NTT Tetap Berpihak pada Kaum Lemah

LBH APIK NTT juga meminta Aparat Kepolisian untuk segera menahan dan memproses secara hukum pelaku kekerasan seksual dengan tidak melakukan upaya restorative justice, sebagaimana diatur dalam pasal 23 pasal 19 UU TPKS yang berbunyi:  Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Selain itu, LBH APIK juga meminta agar aparat kepolisian bisa memberikan sanksi pidana bagi orang perorangan atau korporasi, baik itu Lembaga maupun Aparat Penegak Hukum (APH) itu sendiri yang berniat mengalihkan kasus kekerasan seksual ini kearah ranah non litigasi(restorative justice), sebagaimana diatur dalam pasal 19 UU TPKS.

"APH wajib menggunakan hukum acara yang diatur dalam UU TPKS, walaupun kasus perkosaan tidak diatur normanya dalam UU TPKS. Ini artinya APH perlu melihat syarat penetapan keterangan Saksi dan/ atau Korban sebagai cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan 1 (satu) alatbukti sah lainnya, serta perluasan alat bukti sebagaimana di atur dalam pasal 23 ayat (1) sampaidenganayat (3) UU TPKS," tegas Ansy Rihi Dara.

Ansi meminta, semua pihak perlu mengawal kasus ini termasuk kasus-kasus kekerasan seksual lainnya, agar hak-hak korban seperti hak didampingi oleh pendamping, hak restitusi, dan layanan pemulihan dengan melibatkan LPSK. Termasuk juga hak tersangka/ terdakwa untuk mendapatkan hak perlindungan hukumnya.

LBH APIK NTT menghimbau kepada wartawan dan/atau masyarakat yang turut mempublikasikan kasus kekerasan seksual termasuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh tersangka Yanto Snae agar tidak menyampaikan identitas anak korban, karena tindakan tersebut bisa diancam hukuman penjara maksimal 5 (lima) Tahun (pasal 97 Jo. Pasal 19 ayat (1) UU nomor 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).

Baca juga: Direktris LBH APIK NTT Ansi Rihi Dara Raih Local Heroes Award Tribun Institute 2020

"Adapun identitas yang tidak boleh disebarluaskan melalui media cetak maupun eletronik yakni nama anak, nama anak korban, nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah dan hal lain yang dapat mengungkap jati diri anak (pasal 19 ayat (2) UU SPPA," kata Ansy Rihi Dara.

LBH APIK berharap ahar lembaga/ korporasi harus membuat kebijakan perlindungan perempuan dan anak dan menciptakan ruangaman dari kekerasan seksual. Sehingga perempuan dan anak yang selama ini rentan sebagai korban kekerasan seksual bisa terselamatkan dari para predator seksual termasuk predator berjubah rohaniawan.

Selain itu, lembaga/ korporasi perlu membuat pakta komitmen untuk Zero tolerance terhadap kekerasan seksual, mengingat kekerasan seksual terus meningkat dan pelakunya merupakan orang dekat, tokoh panutan maupun kelompok dalam korporasi/ lembaga tersebut.

LBH APIK NTT mengharapkan peran serta selurun masyarakat untuk terus bersuara dan melaporkan semua kasus kekerasan seksual yang dialami maupun dilihat, serta tidak boleh mendiamkan atau membiarkan kekerasan itu terjadi.

"NTT. Kami berharap keterlibatan semua pihak untuk mengawal semua kasus-kasus kekerasan seksual, bukan saja pada kasus yang viral, namun pada semua kasus. Harapan kami, kedepan NTT menjadi Provinsi yang ramah perempuan dan anak," kata Ansy Rihi Dara. (*/vel)

Berita Terkini