Ahamd Sabri Lubis dkk Bebas, Tinggal Rizieq Shihab dan Menantunya Ditahan, Ini Pesan Eks Ketum FPI
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Ahmad Shabri Lubis dan empat eks pengurus FPI telah bebas dari Rumah Tahanan Bareskrim Polri.
Kini tinggal Muhammad Rizieq Shihab yang masih ditahan bersama sang menantu dalam perkara yang lainnya.
Untuk diketahui, Ahmad Sabri Lubis dkk ditahan terkait kasus dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan di Petamburan, Jakarta.
Ia menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan sejak persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Namun, ia berharap publik terus memberikan dukungan dan doa. Sebab, mantan pimpinan FPI Rizieq Shihab dan menantunya, Hanif Alatas, masih menjalani masa tahanan di rutan.
"Jangan putuskan doa Anda, di sini ada Habib Rizieq masih ditahan, dan Habib Hanif Alatas juga masih ditahan. Kita doakan semoga bisa menyusul kita di luar," ujar Shabri Lubis, setelah bebas dari rutan, Rabu 6 Oktober 2021.
Ia sempat bercerita soal pengalamannya selama menjalani masa tahanan di dalam rutan.
Menurut Shabri Lubis, ia diberikan kesempatan untuk mengajar dan menggelar kegiatan ibadah secara rutin.
Baca juga: Bebas dari Tahanan, Eks Ketum FPI Bilang Begini, hingga Sebut Nama Rizieq Shihab Masih Ditahan
Ia mengatakan, petugas jaga memberikan banyak kemudahan bagi dirinya sejak hari pertama di dalam rutan.
"Sejak pertama kali kami masuk di rutan ini, Alhamdullilah kami dapat kemudahan. Kami boleh mengajar di masjid rutin tiap hari. Kegiatan ibadah juga diberikan kemudahan, kemudian juga kegiatan-kegiatan positif lainnya bersama tahanan lain," ujarnya.
Shabri Lubis, Haris Ubaidillah, Ali Alwi Alatas, Idrus Alhabsy, dan Maman Suryadi resmi bebas pada Rabu 6 Oktober 2021.
Mereka divonis delapan bulan penjara dalam kasus dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan di Petamburan, Jakarta Pusat, pada 14 November 2020, saat Rizieq Shihab menggelar acara Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus pernikahan putrinya.
Sementara itu, saat ini Rizieq Shihab dan Hanif Alatas masih menjalani hukuman untuk perkara lainnya, yaitu kasus tes usap (swab test) di RS Ummi Bogor.
Dalam perkara tersebut, Rizieq divonis empat tahun penjara dan Hanif Alatas divonis satu tahun penjara.
Tidak puas atas vonis Pengadilan Jakarta Timur, Rizieq melalui tim pengacaranya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pun menolak banding sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur dengan vonis empat tahun penjara.
Rizieq pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI.
HNW Apresiasi
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi atas vonis terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS) dan beberapa eks pimpinan FPI di kasus kerumunan petamburan.
Ia berharap putusan MA ini berlanjut di perkara HRS lainnya.
Menurut Hidayat, penolakan kasasi tersebut membuat pimpinan FPI seperti KH Ahmad Sabri Lubis, Habib Ali Alwi Alatas Bin Alwi Alatas, Habib Idrus Al Habsyi, Ustadz Maman Suryadi, dan Haris Ubaidillah akan segera bebas.
Baca juga: Survei Capres RI 2024, Elektabilitas Habib Rizieq Shihab Lebih Tinggi dari Puan Maharani
Sebab, mereka telah menjalani vonis delapan bulan penjara dalam kasus kerumunan Petamburan tersebut.
Ia juga berharap kebebasan mereka segera dieksekusi dengan tidak ada lagi manuver yang memperpanjang ketidakadilan hukum.
"(Saya beri) apresiasi kepada MA yang menolak kasasi Jaksa, dan memberikan putusan adil ini. Sejak awal, HRS dan mantan pimpinan FPI juga telah menerima vonis 8 bulan penjara, dan secara ksatria melaksanakan hukuman tersebut, walaupun publik merasakan ada ketidakadilan dan diskriminasi hukum," ujar Hidayat dalam keterangannya, Rabu (6/10/2021).
Dalam kasus HRS lainnya, yakni kerumunan Mega Mendung, Hidayat menilai majelis tingkat pertama secara tegas menyatakan adanya diskriminasi hukum.
Pasalnya, ada banyak pihak, termasuk para pejabat pemerintah, yang tidak menjalankan protokol kesehatan (prokes), tetapi tidak diproses hukum apalagi sampai pidana.
Sedangkan untuk HRS dan mantan pimpinan FPI justru dijerat oleh Jaksa dengan pasal pidana dan dipenjara.
Karena itu, dalam kasus kerumunan Mega Mendung, ia menilai hakim pengadilan negeri melihat adanya ketidakadilan hukum, sehingga 'hanya' memvonis dengan denda Rp 20 juta.
Sementara upaya jaksa untuk banding atas putusan tersebut juga sudah ditolak oleh pengadilan tinggi.
Karena itu, ia berharap dengan hadirnya vonis MA yang menolak kasasi, jaksa betul-betul mempertimbangkan substansi keadilan hukum, sehingga bisa menerima keputusan MA dan tidak mengajukan upaya hukum lainnya dalam kasus-kasus tersebut.
Hal tersebut juga dinilainya sebagai bukti tegaknya hukum berkeadilan.
"Padahal, kalaupun itu 'kesalahan', yang dilakukan HRS bukan pelanggaran berat, dan hanya pelanggaran prokes, yang juga dilakukan pihak lain, mestinya cukup dikenakan sanksi administratif denda. Seperti yang dikenakan dan sudah dibayar lunas oleh HRS. Apalagi yang dilakukan HRS tidak menghadirkan keonaran sebagaimana dituduhkan Jaksa," imbuhnya.
Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga berharap MA menjatuhkan vonis yang berkeadilan dalam kasus HRS lainnya seperti kasus RS UMMI di mana HRS divonis 4 tahun penjara di Pengadilan Negeri dan di Pengadilan Tinggi.
Baca juga: Nasibnya Tak Kunjung Jelas di Penjara, Ini Deretan Kontroversi Rizieq Shihab yang Hebohkan Publik
Ia menilai publik merasakan adanya ketidakadilan dan diskriminasi dalam kasus ini. HRS dipidana dengan delik kebohongan karena menyembunyikan kondisi kesehatannya usai tes Swab COVID-19.
Ia menuturkan menurut saksi ahli, yang dilakukan HRS bisa masuk kategori kesalahan tetapi bukan kejahatan kebohongan, apalagi membuat keonaran.
Sementara banyak pejabat negara, termasuk menteri yang terkena COVID-19 juga tidak secara 'jujur' terbuka mengumumkannya kepada publik.
"Tapi tidak satu pun dari mereka yang dikenai sanksi administratif apalagi dipidana. Semoga MA dapat memutuskan perkara ini secara objektif dan adil, dan berdampak positif untuk kokoh kuatnya NKRI. Dan karenanya hanya memutus sesuai irah-irah (kepala putusan) dalam setiap putusan hakim, yakni 'Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," pungkasnya.
Sumber: kompas.com/detik.com