Pemprov NTT Merevisi Pendapatan Turun Sebesar 6,4%, Implikasi dan Solusinya

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Eddy Ngganggus

Contohnya, untuk memenuhi kebutuhan pakaian dalam negeri, sebagian masyarakat Indonesia berbelanja dari luar negeri. Jika produk dalam negeri bisa bersaing dengan produk luar negeri tidak mungkin konsumen Indonesia berbelanja ke luar negeri.

Baju rombengan, tas rombengan,  adalah contohnya. Belum lagi barang elektronik, termasuk HP, perlengkapan rumah tangga, daging ayam, telur, ikan, alat pertukangan, laptop yang dibeli secara on line dari China misalnya,  dan lain-lain produk yang dengan mudahnya dibelanjakan secara on line ke luar negeri oleh masyarakat Indonesia.

Baca juga: Tingkatkan Kewirausahaan Masyarakat, Dekranasda Matim dan Bank NTT Bangun Kerja Sama

Jika perhatian pemerintah sedikit dialihkan untuk mensubstitusikan kebiasaan berbelanja barang-barang dari luar negeri dengan barang dalam negeri, maka konsumsi rumah tangga akan meningkat.

Substitusi ini bisa terjadi bila daya saing produk dalam negeri kita atau dengan kata lain kualitas produk dalam negeri Indonesia setara dengan produk luar negeri baik dari sisi harga maupun dari sisi kualitas, niscaya pergerakan dana ke luar negeri akan berkurang.

Dengan lain kata, jika orang-orang Indonesia mendahulukan konsumsi produk dalam negeri, dengan sendirinya konsumsi rumah tangga meningkat.

Bagaimana pemerintah dapat meningkatkan Daya Saing Produk Dalam Negeri?

 Pemerintah mengalokasikan dana untuk meningkatan skill dan knowledge tenaga kerja dalam negeri. Pendidikan kewirausahaan, pendidikan vokasi untuk aneka jenis skill & knowledge.

Sumber pembiayaan untuk tujuan ini tidak selamanya bergantung pada pemerintah pusat. Pemerintah daerah bisa mengupayakan secara mandiri sumber dana tersebut.

Sumber dananya tidak mesti selalu dalam format hibah, bantuan, tetapi perbiasakan dengan pola produktif. Melakukan pinjaman adalah salah satu format produktif itu.

Bagi pemerintah daerah yang memiliki bank  sebenarnya soal pembiayaan bukan hal terlalu ribet, baik dari sisi regulasi maupun dari sisi manfaat ekonomis.

Baca juga: Djafar Achmad: Bank NTT Semakin Berkibar

Dari sisi regulasi, aturan sangat memungkinkan daerah boleh melakukan pinjaman atas nama daerah untuk membiayai pembangunan di daerahnya.

Dari sisi ekonomis, meminjam ke Bank Daerah adalah bank miliknya sendiri itu ibarat memindahkan uang dari kantong kiri ke kantong kanan, Karena income berupa bunga yang dibayarkan pemerintah daerah atas pinjamannya ke Bank pada akhirnya akan kembali lagi ke daerah dalam bentuk deviden.

Semoga identifikasi dalam tulisan ini dapat menjadi entry gate menuju perbaikan yang akan membuat pemerintah lebih ringan memanage APBD dari aneka tekanan. *

Berita Terkini