“Kalau anggaran yang dikeluhkan, seharusnya tiga atau empat kabupaten bisa berkolaborasi mendirikan satu laboratorium, tetapi anehnya antisipasi ini pun tidak dilakukan oleh para kepala daerah, jangankan di kabupaten, di Kota Kupang saja walikota tidak memprioritaskan pendirian laboratorium dan hingga hari ini pemerintah Kota Kupang tidak punya laboratorium biomolekuler, sulitnya lagi jajarannya malah ingin menutup laboratorium yang diresmikan oleh Menteri Kesehatan,” kata Elcid.
Menurutnya jika pemerintah Kota Kupang tidak mampu membuat laboratorium, jangan lah menutup upaya masyarakat yang mendapatkan pengakuan nasional.
Menurutnya kemampuan birokrat untuk mengantisipasi krisis memang jauh dari kata cukup.
“Para birokrat sekarang beda dengan era El Tari, dulu para birokrat bisa merasakan penderitaan rakyat, saat ini mereka lebih banyak sibuk berdagang, akibatnya salah hitung melulu dan tidak tahu aturan, mana ada Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang wewenangnya di atas Menteri Kesehatan,” tutur Elcid.
Laboratorium yang menekankan konteks kesehatan masyarakat, mengutamakan pencegahan hanya ada di Kota Kupang dan merupakan inisiasi dari Forum Academia NTT, salah simpul masyarakat sipil NTT yang aktif bergerak menangani pandemi.
Saat ini kebanyakan laboratorium fungsinya hanya menunggu orang sakit atau bergejala dan membuat ongkos penanganan pandemi membengkak dan tidak ada kepastian kapan akan berakhir.
Hingga saat ini sebanyak 15 ribuan sample warga telah diperiksa secara gratis di Laboratorium Biomolekuler Kesehatan Masyarakat Provinsi NTT.
“Kemampuan untuk memeriksa gratis karena dengan metode pool test, ada inovasi yang dilakukan di dalamnya, dan terbukti beban biaya bisa dihemat tujuh kali lipat,” kata Fima Inabuy.
Dalam rilis yang diterima Pos Kupang, Senin, 23 Agustus 2021, banyak daerah yang kini mengeluhkan ketiadaan anggaran untuk menangani pandemi COVID-19 jangka panjang tetapi enggan melakukan inovasi, dan mendukung riset pengambangan yang dilakukan oleh para ilmuwan.
“Agak aneh logika prioritas anggaran pemerintah daerah, kadang mereka lupa kita sedang berhadapan dengan pandemi, dan butuh kemampuan menangani emergency yang berkepanjangan ini secara memadai, yang muncul kebanyakan agenda reaktif yang kurang terpadu, dalam satu rapat lintas lembaga misalnya, ada kepala dinas yang bertanya ‘kenapa kita harus khawatir’, ” kata Elcid Li.
Menurutnya tidak semua birokrat paham tanggungjawab mereka untuk melindungi warga, tanpa terkecuali, dan melindungi artinya bukan berarti kita bisa mencegah kematian 100 persen, tetapi kita mengurangi tingkat kematian atau tragedi yakni kondisi kematian tanpa pengharapan untuk warga.(gem)