Anggota DPRD dari Fraksi Golkar, Nani Bethan berharap hal yan berkaitan dengan hak warga harus segera diselesaikan.
"Ini harus jadi prioritas, meski ada refocusing. Pemerintah harus membuka diri untuk melihat ini sebagai persoalan bersama. Prioritaskan kebutuhan utama, termasuk warga pemilik lahan. Ini harus dikedepankan. Komitmen lembaga sudah jelas dalam bentuk penganggaran di APBD. Pemerintah harus melihat secara baik rekomendasi dari lembaga DPRD," ujarnya.
"Fraksi Golkar meminta rekomendasi itu dibawah ke lembaga. Supaya kita tau seperti apa kendalanya Saya mendorong ini harus dibayar. Alokasi anggaran untuk pembayaran ganti rugi lahan ini dari pemerintah pusat. Kalau pemerintah pusat tau belum bayar, maka akan jadi masalah. Sama seperti RS Adonara. Pembayaran harus jadi prioritas," tambahnya.
Anggota DPRD dari Fraksi Nasdem, Rofin Kabelen meminta lembaga DPRD harus menghadirkan BKD.
"Tidak ada alasan lain pemerintah menunda pembayaran. Jangan menambah beban lagi daerah. Masih banyak juga yang dijanjikan pemda terkait ganti rugi lahan di tahun 2022, termasuk tanah di Muda Keputu. Hadirkan BKD agar segera realisasikan hak-hak rakyat yang sudah disepakati bersama pemerintah," tegasnya.
Sementara itu, anggota DPRD dari Fraksi Golkar, Ignas Uran mengatakan tidak ada alasan lain untuk pemerintah menunda pembayaran.
"Tahun depan habis masa jabatan pemerintahan sekarang. Karena itu, kita mendorong lembaga lahirkan rekomendasi agar dibayar sesuai kesepakatan. Lembaga terus memberi tekanan kepada pemerintah agar hak- hak masyarakat harus segera dibayar. Aneh, karena pemerintah utamakan pembangunan tapi abaikan hak rakyat. Pemerintah tidak konsisten karena merugikan hak warga," tandasnya.
Bupati Janji Siap Bayar
Terpisah, Bupati Flores Timur, Antonius Gege Hadjon alasan penundaan pembayaran lantaran refocusing dan realokasi anggaran sesuai peraturan menteri keuangan (PMK).
Menurut dia, pada tahun 2021 pemda Flotim bersama DPRD sudah menganggarkan biaya pembebasan lahan. Namun dalam perjalan, daerah terkena refocusing dan pemotong anggaran oleh pemerintah pusat.
"Jika pemda Flotim tidak melakukan pembebasan, maka tidak akan dibangun baik di bandara, maupun ruas jalan dari Weri ke bandara. Ada refocusing maka berdampak ke terganggunya kondisi keuangan daerah," katanya.
"Khusus tanah di bandara sudah di bayar, tapi kondisi keuangan kita tidak bisa menjawab kedua bidang tanah itu. Pembebasan lahan khusus jalan dari Weri ke bandara belum dilakukan, dikarnakan refocusing Rp 46 miliar dan pengurangan DAU Rp 19 miliar," sambungnya.
Ia meminta warga pemilik lahan untuk memahami kondisi keuangan daerah.
"Pemda Flotim tetap akan bayar, cuma tidak tepat waktu seperti kesepakatan awal. Mau dilihat dari urgensinya, kedua pekerjaan ini sangat urgen. Prinsipnya Pemda tetap akan bayar namun waktunya diundur dianggaran tahun berikut," jelasnya.
"Jika pemilik tanah menolak penundaan ini ya kembali ke mereka. Tapi pemda tetap akan membayarnya," tambahnya.