Memaknai Ramadan dengan Semangat Bertoleransi

Editor: Rosalina Woso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Syarifuddin Darajat, Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik di Universitas Muhammadiyah Kupang.

Pada sisi lain di bulan Ramadan ini juga merupakan momentum yang tepat, untuk memperkuat toleransi demi terciptanya kedamaian. Kekuatan kasih sayang dan semangat menciptakan kedamaian akan mampu mengendalikan hawa nafsu.

Ramadhan ini juga menjadi momentum untuk bermuhasyabah, demi terjaganya sikap toleransi antar Interen umat beragama, antar umat beragama dan umat beragama dengan pemerintah, terciptanya kehidupan masyarakat aman dan tentram.

Jadikanlah perbedaan sebagai sebuah rahmat, Kalau ada perbedaan jangan coba dipaksa sama, dan kalau ada yang kesamaan jangan lagi di bedakan, akan tetapi sikapi perbedaan dan kesmaan ini dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.  Allah SWT berfirman Bahwa“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan". (Almaidah:48),

Masyarakat Indonesia dalam perspektif sosial, adalah sebuah sistem sosial kemasyarakatan yang terbentuk karena adat, adat bersendikan agama dan agama bersendikan kitabullah. Dalam koteks ini bahwa Negara menjamin kemerdekaan beragama seperti dalam pasal 29 UUD 1945 Bahwa “ Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat sesuai dengan agama dan Keyakinannya itu.

 Karena itu setiap perbedaan harus disikapi secara arif dan bijaksana. Jangan sampai ego spiritual menjadi penyebab intoleransi dengan cara saling mencaci, mengejek, dan menghina antara sesama anak bangsa, akan tetapi marilah kita hargai perbedaan ini dengan bijaksana dalam satu bingkai Negara kesatuan  Republik indonesia.

Allah SWT berfirman bahwa:“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.

Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”(QS. AlHujarat:11). 

Berita Terkini