POS-KUPANG.COM | BETUN--Sebanyak 43 kepala keluarga (KK) yang bermata pencaharian nelayan yang bermukim di sepanjang Pantai Motadikin, Desa Fahiluka, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka terkena dampak badai Seroja awal April 2021 lalu.
Perahu dan pukat milik warga nelayan yang rata-rata bermukim di kawasan ini selama puluhan tahun ini hanyut disapu banjir dan hingga kini mereka tidak bisa melaut lagi.
Pengakuan ini disampaikan warga nelayan Motadikin seperti, Nurlinawati, Dortiana Hoar, Nisa Scolastika dan Rita Taloin saat dijumpai Pos-Kupang di Motadikin sekitar 15 Kilometer dari Betun, Senin (19/4/2021).
Diceritrakan Rita Taloin dan Nurlinawati bahwa bencana banjir bandang yang menghantam kawasan Pantai Motadikin lokasi pemukiman mereka terjadi pada Jumat (3/4). Saat itu hujan deras menimbulkan banjir setinggi dada orang dewasa.
Baca juga: Samsudin: Minus Salbait, TTS Sudah Sudah Teraliri Listrik
Baca juga: Pemkot Kupang Usulkan Pembangunan Rumah Relokasi Tipe 36
Semua penghuni rumah, kata Rita Taolin, panik dan lari berhamburan menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan harta benda dan lari ke titik yang agak tinggi. Bahkan anak-anak diselamatkan para orangtua dengan menaikan ke pohon kelapa.
"Kami orang dewasa gendong bawa anak-anak kasih naik di pohon kelapa lalu diikat. Kapan mereka haus, Bapanya naik petik buah kelapa untuk kasih minum. Itu selama dua hari," kata Rita mengisahkan.
Selain itu, lanjut Rita, mereka melihat banjir memporakporandakan rumah hingga roboh dan sampan juga pukat hanyut terbawa banjir.
"Sekitar dua hari setelah banjir mulai surut baru kami ke rumah tetangga untuk numpang sementara. Ada yang tinggal sementara di lopo-lopo kawasan Pantai Motadikin," tutur Rita.
Baca juga: Renungan Harian Katolik, Senin 19 April 2021: Manusia Pekerja
Baca juga: Lafaz Doa Buka Puasa Lengkap dengan Niat Berbuka Puasa & Doa Sahur dan Hal yang Dijauhi Saat Puasa
Nurlinawati menambahkan, saat ini mereka kehilangan harta benda dan anak-anak mengalami sakit. Bantuan pun baru mereka peroleh dari Paroki Bolan dan Paroki Halilulik, Belu berupa sembako.
"Kami baru dapat bantuan dari paroki satu kali. Memang ada bantuan air tengki untuk air bersih itupun baru satu kali. Kami sekarang tidak bisa melaut lagi karena sampan dan pukat sudah hilang semua," ujar Nurlinawati diamini Nisa.
Nisa menambahkan, saat kejadian itu warga panik karena banjir dari gunung bercampur dengan air laut sehingga warga ketika itu cuma pasrah. Ada sebagian warga lari menyelamatkan diri karena air semakin bertambah dan oleh warga takut manakala terjadi gelombang tsunami.
"Kami mohon perhatian dari pemerintah Malaka untuk bisa bantu sedot lumpur di sumur yang ada supaya kami bisa pakai mandi cuci dan masak. Selain itu bantuan obat untuk anak-anak dan makanan seperti beras, dll agar kami bisa bertahan hidup," ujar Nisa.
Pantauan Pos-Kupang, rumah milik warga nelayan Motadikin tak tampak lagi tiang-tiang berdiri. Semuanya rata tanah. Warga korban banjir membuat rumah sederhana apa adanya untuk melindungi diri dari panas matahari.
Sampan para nelayan hanyut hingga dua kilometer dari bibir pantai hingga ke bakau yang ada di kawasan ini. Sumur yang selama ini digunakan warga penuh dengan lumpur dan potongan kayu-kayu.
Lopo-lopo yang berada di kawasan pantai Motadikin dipenuhi warga korban banjir yang dievakuasi anggota TNI. Dinding yang digunakan untuk menutup angin, para warga menggunakan kain yang diikat pada tiang-tiang lopo. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Edy Hayong)