Oleh: Eduardus Johanes Sahagun (Calon Widyaiswara Perwakilan BKKBN Provinsi NTT)
POS-KUPANG.COM - Brutalnya wabah Covid-19 yang belum surut sampai sekarang berdampak pada seluruh aspek kehidupan, seperti Kesehatan, Finansial, Pendidikan, dan lain sebagainya.
Dampak nyata pada situasi tersebut membawa perubahan pada aktivitas keseharian hidup setiap keluarga. Perubahan yang terjadi pada beberapa aspek tersebut kemudian membuat setiap kita perlu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat ini.
Beragam adaptasi yang dilakukan orang saat ini akan lebih mudah dilakukan jika kita mendapat dukungan anggota keluargasecara intens. Betapa tidak, setiap kita, hidup dan berkembang dari dalam keluarga.
Baca juga: Tantangan Pemimpin Baru Manggarai Barat
Keluarga sebagai tempat seseorang tinggal dan berkomunikasi, mau tidak mau, suka tidak suka, perlu melakukan adaptasi secara cepat agarmampu menghadapi dan mengatasi tantanganyang terjadi saat ini secara bersama-sama.
Dalam program unggulannya yakni Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (BANGGA KENCANA), BKKBN kini tidak saja berfokus pada urusan pengendalian kependudukan dan keluarga berencana (KB), tetapi lebih fokus pada pembangunan keluarga.
Baca juga: Jenazah Pasien Probable Covid-19 di Nagekeo Dimakamkan di TPU Raterunu
Tujuan utamanya dalah agar keluarga-keluarga kita bisa terberdaya dan mencapai Ketentraman, Kemandirian, dan Kebahagiaan. Tiga dimensi/aspek inilah yang menjadi dasar dari Indeks Pembangunan Keluarga (iBANGGA).
Indeks Pembangunan Keluarga adalah hal urgen yang patut diperhatikan guna mendapatkan gambaran yang nyata tentang kompleksitas problematika yang dialami tiap-tiap keluarga, khususnya keluarga NTT yang masih terjerat dalam beragam permasalahan, seperti kemiskinan, kekurangan gizi, pendidikan yang rendah, stunting, dan lain sebagainya.
Tujuan utama iBANGGA adalah untuk memotret dari dekat dan menemukan secara detail permasalahan dalam keluarga sekaligus mencari solusi terkait persoalan tersebut, seperti masalah sosial-ekonomi, masalah terkait parenting, juga terkait anak dan remaja yang ada dalam sebuah keluarga.
Itulah mengapa, kondisi real keluarga wajib dipotret secara jelas dan rinci dengan indikator yang tepat, agar bisa dipetakan dan dicarikan jalan keluar yang tepat sasar.
Teori ecological models yang dikembangkan Bronfenbrenner (1994) menjelaskan tentang beragam sistemyang saling berpengaruh terhadap interaksi antara individu dengan orang lain atau lingkungan.
Sistem terkecil pada keluargayangdisebut microsystemmemiliki pola aktivitas yang akan membentukperilaku dan kebiasaanpadadiriindividu.Perkembangan individu dipengaruhi adanya sistem dalam lingkupterkecil yangdisebut microsystem maupun dalam lingkup besar (cronosystem).
Dapat kita lihat, pandemi Covid-19 dalam tingkatan tertentu turut berpengaruh terhadap sistem yang terbesar yaitu cronosystem yang akan membentuk perilaku dan kebiasaan kita dalam lingkup sosial yang lebihbesar.
Perilakudankebiasaan kita dalam lingkup besartentunya akan berpengaruh juga pada sistem terkecil di lingkungan keluarga. Karena itu, keluarga perlu cepat beradaptasi dengan adanya perubahan-perubahan yangterjadidi lingkup sosialyang lebih besar,terutama di situasichaos yang masih terjadi sampaisaat ini.
Kita tahu bahwa setiapkeluargamemilikimasalah dan tantangannya masing-masing. Pandemi Covid-19 secaraglobal yang terjadi saat ini, menimpasebagianbesarkeluarga, baik itu kalangan bawah, menengah, maupun atas.
Karena itu, setiap keluarga dituntutuntukdapat mengatasi setiap permasalahan yang dihadapinya. Keluarga yang mampu mengatasi berbagai tantangan dan bangkit dari keterpurukan dan kesulitan disebut keluarga yang resilien (Walsh, 2016).
Secara sederhana, resiliensikeluarga merupakan kemampuan dan proses dari setiap keluarga dalam upayauntuk bertahan serta bangkitdari keterpurukan dan tantangan atau situasi sulit. Resiliensi keluarga dipandang sebagai sebuah proses yang dijalanisepanjang kehidupan keluarga,sehingga anggota keluargaperlu bersinergi dalam menjalani kehidupan.
Kemampuan ini perlu dimiliki oleh setiap keluarga NTT di manapun berada, terutama dalam menghadapi situasi Covid-19 saat ini. Resiliensi keluarga penting untuk dimiliki oleh setiap keluarga, namun kemampuanuntukdapatbertahan atau bangkit dari situasi sulit tidak terjadi secara langsung, karena hal ini merupakan sebuah proses, yang artinya perlu adanya latihan untukdapat mencapai keluarga yang resilien.
Keluarga yang di dalamnya terdapatanggota yang saling terikat perlu belajar untuk menghadapi tantangan secara bersama-sama dan mampumemaksimalkanpotensidi dalam keluargayang dimilikinya.
Untuk dapat memaksimalkanpotensidi dalam keluargaagar dapatmengatasi tantangan yang ada saat ini, maka dibutuhkan adanyapengetahuanuntuk membangun resiliensi dalam keluarga.
Dalam penelitiannya, Prime, Wade, dan Browne (2020) menemukan bahwa pandemi Covid-19 ini sangat berpengaruh terhadap kesejahteraananak-anak danresiliensidi dalam keluarga.
Hasil literatur tersebut juga menyediakan dan menyarankan adanya promosi dan penyuluhan tentang risiko yang dihadapi keluarga dalam konteks Covid-19 dan resiliensi di dalam keluarga melalui peningkatan kepercayaan dalam diri setiap anggota keluarga.
Dengan demikian, pengetahuan dan pengenalan terhadap kebutuhan dalam keluarga sangat penting diketahui agar dapat meningkatkan penyesuaian diri, serta mampu bertahan dalam kondisi sekarang.
Lantas, bagaimana caranya agar keyakinankeluargabisa dipertahankan dalam situasi krisis saat ini? Jawabannya adalah setiap keluarga tentu memiliki nilai-nilai atau aturan yang dapat dijalani dan dipertahankan.
Nilai atau aturan ini didapat dari penanaman nilai yang diajarkan orangtuapadawaktu dulusehinggasaatiniditerapkanpada keluarga. Nilai-nilai itudapat menjadi sebuah beliefsystemyang melandasi aktivitas keseharian keluargatersebut khususnya dalam berperilaku secara sosial.
Komponen sistem kepercayaan dalam sebuah keluarga yaitu memberi makna pada situasi krisis, memiliki pandangan positif terhadap situasi yang dihadapi, dan tingkat spiritualis yang baik.
Keluarga dapat menggunakan semua aspek di dalam sistem kepercayaan tersebut agar keyakinan untuk dapatbertahan terhadap krisis dapat dipertahankan.
Hemat saya, untuk mencapai keluarga yang resilien, setiap kita harus bisa membangun komunikasi yang intens antar anggota keluarga yang ada. Tujuannya adalah untuk menemukan cara dan solusi menghadapi tantangan dan situasi sulit saat ini.
Disamping itu, jika ada informasi yang diperoleh salah satu anggota keluarga, maka informasi tersebut perlu dibagikan ke semua anggota keluarga untuk didiskusikan atau dibahas secara bersama, sehingga nilai kebersamaan dalam keluarga bisa terwujud.
Kalau bergerak dari definisi Keluarga Sejahtera menurut BKKBN berdasarkan Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 52 tahun 2009 yakni keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidupspiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antarkeluarga dengan masyarakat dan lingkungan, maka kita bisa menemukan satu benang merah bahwa keluarga adalah kekuatan terpenting yang patut dikuatkan solidaritasnya, serta ditingkatkan kekompakannya, agar persoalan dan situasi yang dihadapi bisa diselesaikan.
Inilah yang akan membawa keluarga kita mencapai Keluarga Sejahtera (KS); sejahtera secara lahiriah maupun batiniah. Jika kebutuhan dasar keluarga, yakni sandang, pangan, papan, terpenuhi, niscaya, keluarga NTT akan bangkit dari masalah dan mampu mencapai keluarga yang reslien yang optimal. *