Saddam membantah kepercayaan luas bahwa dia menggunakan orang yang mirip dengannya untuk menghindari penyergapan. ”Ini tipuan film, bukan kisah nyata,” kata Saddam.
Saddam mengatakan, dia menghindari musuh dengan menggunakan telepon hanya dua kali dalam satu dekade.
Saddam terus berpindah-pindah tempat. Dia berkomunikasi dengan kerabat melalui kurir atau bertemu secara pribadi.
”Dia sangat sadar kecanggihan teknologi AS,” demikian salah satu kutipan tulisan Piro.
Dalam rangkaian wawancara antara Februari dan Juni 2004, Saddam membantah bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal.
Ia mengatakan, hal ini sengaja ditiupkan sebelumnya untuk membuat Iran ketakutan.
”Demi Tuhan, jika saya punya senjata itu, saya sudah pasti menggunakannya untuk melawan AS,” kata Saddam kepada Piro.
Kepada Piro, Saddam mengatakan, dia salah perhitungan dengan Bush, yang dia kira tak akan menginvasi Irak, dan paling-paling hanya melakukan serangan terbatas.
”Saddam mengatakan, seharusnya Irak bisa bertahan dalam serangan AS kedua dengan anggapan serangan AS tidak segencar yang diduga,” kata Piro.
Saddam mengira, Iran-lah yang lebih berbahaya ketimbang AS, berdasarkan wawancara pada 11 Juni 2004.
Sementara, soal keterlibatannya dengan pemimpin kelompok Al-Qaeda, Osama Bin Laden, Saddam mengatakan sama sekali tak pernah bertemu dengannya secara pribadi.
Saddam juga mengatakan, Irak sama sekali tak pernah bekerja sama dengan kelompok teroris mana pun untuk melawan AS.
Selain itu, Saddam bertutur soal keadaan menjelang invasi AS tahun 1991, yang didorong oleh invasi Irak ke Kuwait, negara sahabat AS.
Hal ini membuat AS kukuh untuk menginvasi Irak.
Itulah cerita yang diungkapkan Presiden Irak, Saddam Huseein, sebelum hidupnya berakhir di tiang gantung.