POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Sudah 10 hari Relawan Taman Daun mengabdikan diri untuk memberi makan ternak milik warga di Ile Ape dan Ile Ape Timur sejak erupsi Ile Lewotolok pada 29 November 2020 lalu.
Kampung-kampung di Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur terutama yang berada di area radius empat kilometer dari Gunung Ile Lewotolok sudah ditinggalkan penduduk yang mengungsi ke Kota Lewoleba.
Namun tidak dengan ternak-ternak milik mereka. Kebanyakan ternak seperti babi, kambing, kuda, sapi, anjing dan ayam sudah lebih dari seminggu tak diberi makan.
Baca juga: Rekapitulasi Kecamatan Bajawa Masih Berlangsung, Ketua PPK: Kita Aman dan Lancar
Relawan Taman Daun setiap hari mengambil alih tugas ini. Namun, hal menyedihkan yang mereka temukan adalah banyak ternak yang mati, kelaparan dan kehausan karena ditinggal pemiliknya.
John Batafor, salah satu Relawan Taman Daun, berujar setelah masa tanggap darurat bencana alam ini akan timbul masalah baru di wilayah Ile Ape dan Ile Ape Timur.
Dia menyebut masalah baru itu sebagai 'Bencana Ekonomi' yang terjadi setelah situasi sudah normal.
Baca juga: Tertib Lalu Lintas Kota Kupang AKP Andri Cegah Penggunaan Knalpot Racing
Setiap hari, saat berkeliling Ile Ape untuk menyelamatkan ternak milik warga, kata John, mereka selalu menemukan ada hewan yang mati, ada yang sudah lemas dan tidak berdaya karena kelaparan, kehausan, dan mati terlilit tali.
Bukan itu saja, mereka juga menemukan debu-debu belerang ada pada tempat-tempat makan ternak.
Itu menunjukkan bahwa sejak erupsi Ile Lewotolok pemilik ternak belum pernah pulang kembali ke kampung mengurus ternak.
"Kalau pemerintah tidak bisa ambil tindakan tegas maka masalah baru akan timbul yakni masalah ekonomi," ungkap John di Lewoleba, Jumat (11/12/2020).
Relawan Taman Daun, lanjutnya, sudah memprediksi akan ada 'Bencana Ekonomi' pasca masa tanggap darurat karena ternak merupakan aset kepunyaan warga yang punya nilai ekonomis dan nilai budaya yang tinggi.
Para relawan juga berulang kali mengubur ternak yang mati, memberi makan ternak yang nyaris mati dan kurus kering.
Selain itu, mereka juga menyaksikan beberapa warga yang merasa sedih karena ternak mereka sudah mati.
"Ada warga yang sampai menangis karena sudah pasrah lihat ternak nyaris mati," ujarnya.
Disampaikannya, karena masih berada di lokasi pengungsian, beberapa pemilik ternak hanya bisa memberi makan ternak mereka sekali dalam tiga sampai empat hari. Itu pun, mereka harus merogoh kantong sendiri untuk biaya ojek dari tempat pengungsian ke kampung.