Pengamat Ungkap Opini Publik Terbelah soal 6 Laskar FPI Tewas, Refly: Ada Menilai Berdasarkan Sikap Politik
POS KUPANG.COM -- Pengamat politik yang juga pakar hukum tata negara, Refli Harus ikut nimbrung memberikan penilaian terkait kasus tewasnya 6 anggota laskar FPI di Tol Cikampek
Ia menilai opisi masyarakat terbela dan ada yang menilah berdasarkan sikap politik
Dia Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun turut menyoroti tewasnya enam anggota Front Pembela Islam yang mengawal rombongan Habib Rizieq Shihab.
Refly Harun menyebut, dalam masalah ini, penting untuk memahami konteks permasalahan yang terjadi.
Refly menyebut, kebenaran tidak hanya bisa mengandalkan informasi sepihak kedua pihak yang saling berbeda pendapat, yakni kepolisian dengan Front Pembela Islam (FPI).
"Rasanya tidak mungkin kita hanya mengandalkan informasi sepihak dari kepolisian, tapi juga tidak bisa mengandalkan informasi dari FPI. Bahwa yang terjadi, di tengah perang informasi dan framming di media, tidak akan pernah selesai dan tidak bisa diselesaikan dengan media massa," jelas Refly Harun di channel Youtube miliknya, dikutip Wartakotalive.com, Selasa (8/12/2020).
Refly menyebut, adanya dua informasi berbeda tersebut menyebabkan opini-opini publik menjadi liar.
Baca juga: Catherine Wilson Ditutut Maksimal 20 Tahun Penjara, Kasus Narkoba Pasal Berlapis
Baca juga: Najwa Shihab Dikenal Berani Kritisi Singga Sudutkan Politisi Papan Atas, Ternya Mba Nana Bisa Nangis
Baca juga: Wulan Guritno Pernah Bikin Gempar Nikah di Usia 17 Tahun Tapi Pisah,Kini Mantan Suami Digugat Cerai
Baca juga: TEERUNGKAP, Pengikut Habib Rizieq Sudah Rencanakan Serang Polisi, Dirreskrimum: Bukti Voice Note
Baca juga: Pasca Insiden 6Laskar FPI Tewas,Kapolri Perintahkan Anggota PakaiHelm,Rompi Anti Peluru&Bersenjata;
Baca juga: Kasus 6 Anggota FPI Tewas,Polisi Simpulkan Terkait Voice Note,Tahu Dibuntuti,Menyerang Polisi,Senpi
Masing-masing orang mempunyai keyakinan untuk mempercayai pernyataan masing-masing pihak.
"Apalagi dengan pendapat-pendapat publik. Karena pendapat publik itu bukan kebenaran. Karena pendapat publik itu bisa terpecah, apakah pro penegak hukum ataukah pro terhadap FPI," jelasnya.
Refly menyaksikan adanya perang komentar di sosial media sebagian juga dibarengi dengan sikap politik orang tersebut.
Ia menyebut, 'kebencian' terhadap pihak yang berseberangan dengan pilihan politik telah menghilangkan empati dan kemanusiaan atau sebaliknya, menimbulkan ketidakpercayaan terhadap penegak hukum.
"Dan kadang-kadang kalau berhubungan dengan (pilihan) politik, yang terjadi kadang lebih ganas lagi. Orang tidak akan perduli adanya korban nyawa, darah tumpah, yang penting korban nyawa itu bukan kelompok politik kami. Biarkan mereka tewas dan sebagainya. Kalau kita lihat di komentar di media sosial, ganas-ganas sekali," jelasnya.
Refly kembali mengingatkan, alasan masyarakat Indonesia untuk merdeka dan susah payah mendapatkan kemerdekaan.
Tidak lain, karena rakyat tidak ingin lagi ada kesemenaan dan penindasan dari aksi penjajahan.