Norbertus Jagalus : Pemerintah Harus Membuat Politik Kerukunan
POS-KUPANG.COM | KUPANG-- Dosen Filsafat di Fakultas Filsafat Unwira Kupang, Norbertus Jagalus dalam acara ngobrol asyk Pos Kupang menyampaikan, pemerintah harus bijaksana membuat politik kerukunan, sehingga dibuat agama-agama sebagai sarana untuk kepentingan politik pemerintah.
Dosen Filsafat, Norbertus Jagalus yang hadir sebagai narasumber dalam acara ngobrol asyk Pos Kupang dengan FKUB Propinsi NTT, Selasa (24/11).
Acara yang dimoderatorai oleh Jurnalis Pos Kupang, Agus Sape dan dihadiri oleh Wakil Gubernur NTT, Josef A Nae Soi bersama tim serta Ketua FKUB NTT, Dr. Maria Theresia Geme, SH., MH bersama pengurus.
Dalam kesempatan itu, Norbertus Jagalus sebagai Dosen di Fakultas Filsafat Unwira Kupang ini menyampaikan, dialog antar hubungan umat beragama ini baru dibangun ditahun 90-an. Serta gereja Kristen yang paling di depan untuk membangun itu dibandingkan gereja Katolik.
Ia mengatakan, persoalan konkrit internal agama itu ada, tidak bisa disangkal.
Kerukunan antar umat beragama yang dibangun hingga saat ini yang sedang berjalan yaitu dengan cara berdialog. Meskipun pengamatannya sejak dibangun politik dialog hubungan beragama itu belum maksimal.
Dialog ini baru dibangun pada tahun 90-an, dan gereja gereja Kristen yang paling di depan untuk membangun itu dibandingkan gereja Katolik.
"Saya berbicara khususnya di NTT, gereja kristen di depan membangun ini dibandingkan gereja katolik," ungkapnya
Bagaimana membaca literatur DGI dan sekarang PGI berjuang dengan berbagai cara untuk membangun dialog hubungan antar agama khususnya, kristen dengan islam, suatu langkah yang luar biasa.
Dikatakannya, kerukunan umat beragama antar pemerintah dengan negara. Disini posisi pemerintah sangat menentukan. Karena pemerintah adalah satu pihak dari hubungan kerukunan beragama, dan pemerintah yang membuat politik kerukunan.
"Catatan kritis saya sebagai orang beragama, pemerintah harus bijaksana dalam membuat politik kerukunan, sehingga tidak dibuat demikian agama-agama sebagai sarana untuk politik pemerintah. Saya minta kaum agama harus bersikap kritis," tegasnya
Dari kaum agama yang pertama, ketaatan kepada pemerintah yaitu produk-produk hukumnya, karena ini negara hukum. Namun isi hukum itu harus adil.
"Saya bicara isi hukum harus adil, karena berbahaya. Bagaimana kalau dalam isi hukum ini menekan atau menyingkirkan kelompok-kelompok tertentu," tuturnya
Kaum beragama juga harus menggunakan hukum dengan bijaksana. Bahkan dianjurkan kritis, tapi bukan kritis bukan artinya membenci pemerintah. Melainkan sikap kritisnya untuk membantu pemerintah, mungkin karena ada kekeliruan dalam kebijakannya, harus berikan pertimbangan sehingga, hal mana yang harus dilakukan pemerintah.
"Kritik adalah hal yang paling wajar di negara demokrasi. Namun apabila sudah mulai anti kritik bahaya. Karena sudah akan melahirkan gerakan-gerakan lebih keras lagi. Tapi ingat, kritik bukan membenci atau menolak," pintanya
Ia menyampaikan, dalam tradisi keagamaan kristen protestan dan kristen katolik itu jelas. Bagi agama katolik jelas adalah salah satu tugasnya yaitu tugas profesi kritis.
"Nabi-nabi dahulu kritis. Sampai mereka itu dikejar-kejar, bahkan dibunuh, hanya karena mencari keadilan," katanya
Baca juga: ZODIAK Capricorn Tekanan di Kantor, Gemini Sukses Libra Bijak RAMALAN ZODIAK Rabu 25 November 2020
Baca juga: Pandemi Covid-19, Kata Wagub NTT : Tidak Cukup Pakai Masker dan Jaga Jarak
Tetapi profesi kritis agama harus dijalankan dengan sungguh-sungguh otentik tidak dibuat dalam berbagai kepentingan politik. Apabila hal ini terjadi, maka kemurnian perjuangannya hilang.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon)