Kabupaten Malaka dapat Jatah 1.000 Bidang Tanah dalam Program PTSL

Penulis: Edy Hayong
Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Malaka, Goncalo Antonio, S.H.

POS-KUPANG.COM | BETUN - Kabupaten Malaka melalui Kantor Pertanahan setempat mendapat jatah 1.000 bidang tanah terkait program Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap ( PTSL) dari pemerintah pusat.

Setelah launcing secara nasional oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta, jajaran Kantor Pertanahan Kabupaten Malaka akan menyerahkan sertifikat dalam program PTSL ini kepada warga di dua desa yakni Desa Lamea di Kecamatan Wewiku dan Desa Barada di Weliman.

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Malaka, Goncalo Antonio, S.H menyampaikan hal ini kepada Pos-Kupang di ruang kerjanya, Senin (9/11/2020).

Baca juga: Kadinkes Lembata: Proyek Puskesmas Bean Sudah Seratus Persen Tapi Belum Rapi

Dijelaskan Goncalo, program PTSL ini merupakan perubahan dari program pemberian sertifikat tanah program nasional (Prona).

PTSL adalah proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, yang dilakukan secara serentak dan meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu.

Baca juga: DPRD TTS Temukan Penyebab Genangan Air Di Depan Rujab Bupati TTS

Melalui program ini, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atau hak atas tanah yang dimiliki masyarakat.

Khusus di Kabupaten Malaka, jelas Goncalo, pada tahun 2020 ini ada sekitar 1.000 bidang tanah akan diserahkan sertifikatnya setelah Presiden Jokowi menyerahkan secaras simbolis secara nasional.

"Setelah sudah dilaunching penyerahan oleh Presiden maka kita juga akan lakukan penyerahan bagi warga di Desa Lamea dan Desa Barada. Dalam program PTSL ini petugas mengukur semua lahan. Setelah itu diinventarisir dan kita lihat berkas lengkap atau tidak dan ada saksi ada atau tidak. Kalau lengkap maka kita keluarkan sertifikat," jelas mantan Kepala Kantor Pertanahan Belu ini.

Ditanya soal kendala-kendala yang dialami jajarannya dalam menjalani tugas, pria asal Suai ini menjelaskan, dalam pelayanan sesuai standar operasional prosedur (SOP) di semua daerah sama.

Biasanya, dilakukan sosialisasi pada awal tahun berjalan mengenai bagaimana warga mengurus sertifikat hak atas tanah. Namun, kendala yang dihadapi soal kurang adanya pemahaman warga mengenai prosedur. Warga lebih menunggu adanya program seperti Prona yang kini sudah berubah menjadi PTSL.

"Jadi warga lebih banyak tunggu prona. Kalaupun ada yang urus biasanya sekitar 10-20 pemohon. Kendala lain soal status tanah perorangan karena saling mengadu. Bukti cuma fisik. Jadi yang ada memang rawan soal status kepemilikan belum jelas dimana ada cuma bukti fisik. Kalau soal batas yang ditunjukan adalah batas Kali atau pohon," jelasnya.

Ditanya apakah karena warga trauma dengan adanya kelakukan oknum instansi ini berkenaan dengan "uang sirih pinang", Goncalo menegaskan,
sejak tahun 2016 hingga saat ini tidak ada lagi yang namanya pungutan liar.

"Tidak ada itu yang namanya pungutan-pungutan liar. Setiap pemohon datang tidak ada bawa uang cash. Apalagi kita sudah tandatangan pakta integritas bersama. Apabila ada oknum staf atau pejabat kami yang ketahuan maka dipecat," tegasnya.

Untuk diketahui, lambannya proses pembuatan sertipikat tanah selama ini menjadi pokok perhatian pemerintah. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN telah meluncurkan Program Prioritas Nasional berupa Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap ( PTSL). (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Edy Hayong)

Berita Terkini