Berita Kupang Terkini

Care dan CIS Timor Beberkan Data Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Penulis: Edy Hayong
Editor: Ferry Ndoen
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gender Officer Program PfR Care -CIS Timor, Lusia Carningsih Bunga S .Pd

Berdasarkan tingkat penyelesaian kasus KDRT, 59% diselesaikan di tingkat keluarga, 43% di tingkat kepolisian, 16 % di tingkat pengadilan dan 9,2 % diselesaikan di tingkat desa.

YSSP melaporkan bahwa mayoritas kasus KDRT yang telah dilaporkan ditarik kembali oleh korban/keluarga untuk diselesaikan secara kekeluargaan. Kepolisian dan lembaga pengadalayanan akan membantu memfasilitasi perdamaian.

Pelaku KDRT, yang umumnya adalah suami dari korban biasanya akan membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa dia tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Untuk  data Kekerasan pada Masa COVID – 19, Ningsih menuturkan,  angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di NTT sepanjang tahun 2020, mencapai angka 255 kasus.

Berdasarkan Data Simfoni (Sistem Informasi Online) Dinas P3A NTT, angka kekerasan ini tersebar di 12 Kabupaten/kota di NTT, di antaranya Kota Kupang 56 kasus, Kabupaten Kupang 8 kasus, Kabupaten Alor 7 kasus.

Kabupaten Belu 13 kasus, Kabupaten Ende 46 kasus, Kabupaten Flores Timur 1 kasus, Kabupaten Rote Ndao 2 kasus, Kabupaten Sabu Raijua 5 kasus, Kabupaten Sumba Tengah 1 kasus, Kabupaten Sumba Timur 1 kasus, Kabupaten TTS 57 kasus, Kabupaten TTU 58 kasus .  

Tentunya data – data tersebut sangat tinggi  selama masa COVID – 19,  kehilangan pekerjaan, sulitnya mendapatkan sumber pendapatan,  kebijakan untuk tetap di rumah, dan pembatasan sosial menimbulkan tekanan baru bagi perempuan khususnya, bila mana kekerasan terjadi maka akan menempatkan   perempuan dan anak kesulitan   untuk mendapatkan akses pelayanan.

Menurutnya, non aktifnya pusat layanan akan menghambat mereka untuk mendapatkan pertolongan yang mereka butuhkan pada saat mereka mengalami kekerasan.

Oleh karena itu upaya – upaya yang dilakukan CARE dan CIS Timor untuk menguatkan peran para pendamping, kader, atau kelompok perempuan di desa diharapkan akan dapat maksimal dalam memberikan bantuan awal dan segera yang dibutuhkan  korban terutama perempuan dan anak. 

Kendala-kendala dalam Pendampingan Korban di Masa COVID – 19 adalah, meskipun telah ada protokol yang mengatur tentang penanganan kasus KTP/A, penanganan kasus pada masa pandemi menjadi semakin terbatas.

Hotline atau pendampingan melalui per telepon seringkali terhambat karena tidak semua korban memiliki HP/telepon atau mempunyai pulsa untuk menelepon lembaga pengada layanan.

Selain itu, korban/penyintas merasa lebih nyaman bertemu dan menceritakan persoalannya kepada pendamping. Pendekatan hotline juga tidak selamanya berhasil karena jaringan internet yang buruk terutama korban yang berasal dari daerah pendesaan yang sinyalnya tidak terlalu bagus.

Juga biaya pendampingan menjadi lebih mahal dan berisiko. Lembaga penyedia layanan harus menerapkan protokol covid anatara lain wadah penampung cuci tangan, air, sabun dan handsanitizer dan pengukur suhu.

Menurutnya, Pengadilan telah menerapkan sistem pengadilan online atau E-Court. Namun sistem online yang digunakan belum bisa diterapkan di daerah, karena selain keterbatasan teknonolgi, user/ pengguna masih belum bisa mengakses dengan baik.

Peningkatan kasus kekerasan tidak diikuti dengan kebijakan penambahan anggaran bantuan hukum terutama bagi korban yang berasal dari keluarga miskin.(*)

Gender Officer Program PfR Care -CIS Timor, Lusia Carningsih Bunga S .Pd (foto : Dok. CIS Timor.)

 
 
 
Area lampiran
 
 
 

Baca juga: Uang Rp 250 Juta Milik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ende Hilang

 

BalasBalas ke semuaTeruskan
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Berita Terkini