UU Cipta Kerja

Beber Hubungan dengan Luhut, Airlangga & BIN, Akhirnya SBY Respon Tuduhan Dalang Demo UU Cipta Kerja

Editor: Benny Dasman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ketika diwawancarai oleh media setelah menggunakan hak pilihnya di KBRI Singapura, Minggu sore (14/4/2019).

Hingga kini, tercatat sudah 243 orang yang ditangkap karena melakukan kerusuhan saat demonstrasi.

“Kalau demonstrasi saja tidak kita larang.

Demo biasa puluhan ribu (orang) tidak diapa-apain.

Kita tidak menangkap satu pun orang karena demo.

Ada 243 orang (ditangkap-red) sekarang itu karena merusak, melempar, menjarah,membakar,” kata Mahfud lagi.

Dia juga menyoroti beberapa pihak yang mengusulkan pendekatan persuasif dalam menangani orang-orang yang berbuat rusuh.

“Lha dia melakukan kejahatan.

Nanti kalau terjadi sesuatu lebih besar lagi lalu siapa yang bertanggung jawab,” kata Mahfud lagi.

* Luhut & Airlangga Sebut Ada Dalang Aksi Rusuh Anti UU Cipta Kerja, Adian Napitupulu: Buktikan Saja!
 
Pilih tak menyerang atau mendukung Jokowi, Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI-Perjuangan Adian Napitupulu hanya mengatakan jika terlalu cepat menyimpulkan bahwa aksi demonstrasi anti UU Cipta Kerja ditunggangi pihak tertentu. 

Ia bahkan menantang piha-pihak yang menyebut ada dalang di balik demonstrasi buruh dan mahasiswa itu untuk membuktikan pernyataan itu.

Adian Napitupulu  menilai terlalu dini jika ada pihak yang menyimpulkan bahwa massa aksi unjuk rasa UU Cipta Kerja sarat ditunggangi pihak tertentu.

"Kalau saya berpikir begini, saya tidak mau menyimpulkan dulu ada penunggang, ada penumpang. Buat saya itu terlalu dini," kata Adian di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (9/10/2020).

Adian mengatakan mereka yang menuduh demo pada Kamis (8/10/2020) kemarin ditunggangi, maka beban sesungguhnya ada di pihak penuduh tersebut lantaran harus membuktikan ucapannya sendiri.

"Menurut saya yang menjadi beban menuduh ditunggangi, membuktikan penunggangnya ada. Buktikan saja. Kalau saya menganggap terlalu cepat kita simpulkan," jelasnya.
Menurut dia ekspresi penolakan masyarakat, mahasiswa maupun elemen buruh terhadap produk undang - undang yang dibentuk DPR adalah hal wajar.

Pro kontra tidak akan lepas dari sebuah produk hukum yang dibentuk.

Namun meski mengutarakan aspirasi merupakan hak setiap warga negara, ia berharap di masa mendatang pendekatan melalui dialog bisa di kedepankan, ketimbang berujung ricuh.

"Dalam banyak hal hampir setiap produk undang-undang di DPR selalu ada penolakan.

Dinamika yang menurut saya wajar wajar saja. Dalam proses ke depan, menurut saya harus mengrmukakan dialog baik formal informal," ujarnya.

Jaga keamanan dan ketertiban

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sebelumnya, Mahfud MD mengatakan kegaduhan yang belakangan terjadi, akibat adanya hoax yang beredar di masyarakat terkait dengan UU Cipta Kerja yang belum lama ini disahkan DPR.

Hoax tersebut di antaranya terkait pesangon, cuti, PHK, dan pendidikan.

Ia pun mengklarifikasi hoax-hoax tersebut.

Terkait hoax yang menyatakan UU Cipta Kerja mengatur tidak ada pemberian pesangon, ia mengatakan hal itu tidak benar.

Kemudian soal hoax yang mengatakan tidak ada cuti haid, cuti hamil dan cuti lainnya ia menyatakan hal itu itu tidak benar.

Justru menurutnya dalam UU tersebut diatur uang pesangon harus dibayar kalau belum diputuskan di pengadilan.

Oleh sebab itu, kata Mahfud, dalam UU tersebut ada jaminan kehilangan pekerjaan.

Bahkan, kata Mahfud, ada yang menyebut UU tersebut membuat pendidikan menjadi dikomersilkan.

Padahal, kata Mahfud, empat Undang-Undang pendidikan sudah dicabut dari Undang-Undang Cipta Kerja karena aspirasi masyarakat.

Dalam UU tersebut, kata Mahfud, justru mempermudah dunia pendidikan.

"Oleh sebab itu pemerintah mengajak mari kita menjaga kamtibmas.

Semua harus kembali ke posisi tugas mejaga negara masing-masing, pemerintah, rakyat, masyarakat, dan civil society.

Mari bersama-sama ke posisi masing-masing menjaga keamanan masyarakat," kata Mahfud saat konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam pada Kamis (8/10/2020).

Ia juha menjelaskan UU tersebut dibuat untuk merespons keluhan masyarakat yang menilai pemerintah lamban dalam menangani proses perizinan berusaha, peraturannya tumpang tindih, dan sebagainya.

Oleh sebab itu, kata Mahfud, lalu dibuat UU yang sudah dibahas lama tersebut.

Di DPR, kata Mahfud, semua fraksi sudah mendengar dan semua fraksi ikut bicara.

"Kemudian pemerintah sudah bicara dengan semua serikat buruh, berkali-kali.

Di kantor ini, di kantor Menko Polhukam dan di kantor Menko Perekonomian kemudian pernah di kantor Menteri Tenaga Kerja dan sudah mengakomodasi meskipun tidak seratus persen," kata Mahfud.

Mahfud mengatakan selain itu, UU tersebut juga dibuat untuk menyediakan peluang kerja bagi 3,5 juta angkatan kerja per tahun di Indonesia di mana 82 persennya tingkat pendidikannya di bawah SMP.

"Jadi UU ini bukan hanya untuk buruh yang sekarang banyak berdemo, ini justru lebih untuk mereka yang belum bisa menjadi buruh. Untuk angkatan kerja yang akan datang.

Sedangkan hak buruh berdasar UU lama secara umum sama sekali tidak diganggu. Kemudian untuk memberantas korupsi di birokrasi melalui pengurusan yang bertele-tele. Agar tidak ada pungli," kata Mahfud.

* Luhut Pandjaitan Ungkap Dalang Aksi Rusuh Demonstrasi UU Cipta Kerja Omnibus Law: Kita Tahu Sponsornya

Luhut Pandjaitan Menko era Presiden Joko Widodo atau Jokowi: pemerintah tahu dalang demo UU Cipta Kerja Omnibus Law, siapa mereka?

Diberitakan Kompas TV, Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, dalam dialog satu Meja The Forum, kepada wartawan Karian Kompas, Budiman Tanuredjo, mengatakan mereka yang berada di belakang unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law, untuk menahan hasrat keinginan berkuasa.

Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, seperti dikutip dari CNBCIndonesia.com,mengatakan, pemerintah meyakini ada tokoh yang menggerakkan dan membiayai aksi massa dari para buruh dan pekerja tersebut.

Ia mengatakan sebetulnya pemerintah tahu siapa di belakang demo itu.

“Jadi kita tahu siapa yang menggerakkan. Kita tahu siapa sponsornya. Kita tahu siapa yang membiayainya. Sehingga kami berharap 7 fraksi di DPR juga merepresentasi rakyat,” kata Luhut Pandjaitan.

Alasan pemerintah 'paksakan' Omnibus Law UU Cipta Kerja

Di tengah lantangnya penolakan berbagai elemen masyarakat sipil, omnibus law RUU Cipta Kerja resmi disahkan menjadi undang-undang melalui rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020).

UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.

Di dalamnya mengatur mengenai ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.

Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan alasan pentingnya RUU Cipta Kerja.

RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.

Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.

"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Airlangga Hartarto.

"UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," lanjut dia.

Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, UU Cipta Kerja akan mampu membangun ekosistem berusaha yang lebih baik.

Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat.

Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.

"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," kata dia.

Kompas.com mencatat beberapa poin pasal bermasalah dan kontroversial dalam Bab IV tentang Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, di antaranya sebagai berikut:

* Pasal 59

UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

* Pasal 59 ayat (4)

UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.

Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

* Pasal 79

Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian, Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

* Pasal 88

UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.

Pasal 88 Ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.

Tujuh kebijakan itu, yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah".

Pasal-pasal UU Ketenagakerjaan yang dihapus

Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.

Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain tercantum pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.

Namun, dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.

Selain itu, UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja/buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.

Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja/buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.

Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan tidak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.

Namun, Pasal 169 ayat (3) menyebutkan, jika perusahaan tidak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, hak tersebut tidak akan didapatkan pekerja.

Pasal 169 ini seluruhnya dihapus dalam UU Cipta Kerja.(kompas tv/kompas.com)

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Luhut Pandjaitan Menko Era Jokowi: Pemerintah Tahu Dalang Demo UU Cipta Kerja Omnibus Law, Siapa?, https://makassar.tribunnews.com/2020/10/09/luhut-pandjaitan-menko-era-jokowi-pemerintah-tahu-dalang-demo-uu-cipta-kerja-omnibus-law-siapa?page=all

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul SBY Tidak Yakin Diriinya yang Dituduh Aktor di Balik Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/10/13/sby-tidak-yakin-diriinya-yang-dituduh-aktor-di-balik-unjuk-rasa-tolak-uu-cipta-kerja?page=all

Artikel ini telah tayang di tribunkaltim.co dengan judul Akhirnya SBY Respon Tuduhan Dalang Demo UU Cipta Kerja, Beber Hubungan dengan Luhut, Airlangga & BIN, https://kaltim.tribunnews.com/2020/10/13/akhirnya-sby-respon-tuduhan-dalang-demo-uu-cipta-kerja-beber-hubungan-dengan-luhut-airlangga-bin?page=4

Berita Terkini