Gelar aksi demonstrasi tolak darpras di Pulau Rinca TNK, ini pernyataan sikap Formapp Manggarai Barat
POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO - Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata ( ) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) menggelar aksi demonstrasi di Labuan Bajo, Kamis (6/8/2020).
Masa aksi yang tergabung dari sejumlah pelaku pariwisata di Labuan Bajo ini menuntut dihentikannya pembangungan sarana prasarana (sarpras) di Loh Buaya Pulau Rinca Taman Nasional Komodo ( TNK).
Ketua Formapp Mabar, Aloysius Suhartim saat diberikan kesempatan di Kantor DPRD Mabar menegaskan, menyatakan penolakan terhadap pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) berupa bangunan Geopark, oleh Kementrian PUPR di kawasan Loh Buaya Pulau Rinca, dan izin investasi Bisnis Swasta oleh Kementerian LHK di dalam kawasan TN Komodo.
• BREAKING NEWS: Formapp Demo di Labuan Bajo, Tuntut Hentikan Pembangun Sarpras di Pulau Rinca
Dijelaskannya, penolakan terhadap pembangunan ini sudah diampaikan berkali-kali, termasuk lewat unjuk rasa yang melibatkan lebih dari 1000 anggota masyarakat di Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) dan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Flores pada 12 Februari 2020 lalu.
"Namun sejak saat itu hingga sekarang, pihaknya belum mendapatkan jawaban dari otoritas yang berwewenang terkait dengan tuntutan yang disampaikan," ungkapnya.
• Tiga Pasang Bakal Calon Bupati-Wakil Bupati Pastikan Bertarung Pada Pilkada 2020
Formapp Mabar menolak rencana pembangunan dari pemerintah pusat tersebut berdasarkan 5 hal.
Pertama, pembangunan sarpras berupa bagunan Geopark di kawasan Loh Buaya ini sangat jelas bertentangan dengan hakikat keberadaan TNK sebagai kawasan konservasi sebagaimana yang telah diamatkan melalui SK Menteri Kehutanan No. 306 tahun 1992 Tentang Pembentukan Taman Nasional Komodo.
"Dalam SK ini secara eksplisit ditegaskan bahwa Taman Nasional Komodo adalah kawasan konservasi alami yang utuh dari satwa Komodo dan ekosistem lainnya baik di darat maupun di laut," jelasnya.
Kedua, model pembangunan Sarpras Geopark dengan cara betonisasi ini dinilai akan menghancurkan bentang alam kawasan Loh Buaya.
Model pembangunan seperti ini, jelas Aloysius, bertentangan dengan model pembangunan dalam kawasan Taman Nasional yang tidak boleh mengubah bentang alam setempat, sebagaimana yang telah ditetapkan melalui Permen LHK P.13/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang Pembangunan Sarana dan Prasaranan Wisata Alam di Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 tahun 2010 tentang Penguasahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.
Ketiga, pembangunan sumor bor sebagai bagian dari Sarpras ini juga dinilai akan membawa dampak buruk bagi matinya sumber-sumber air yang selama ini menjadi sumber penghidupan satwa dan tumbuhan yang menghuni kawasan Loh Buaya dan sekitarnya.
Keempat, pembangunan seperti itu sangat mencederai desain besar pembangunan pariwsata serta sangat merugikan para pelaku wisata dan masyarakat Manggarai Barat, sebab berpotensi besar akan merusak pariwisata berbasis alam (nature based tourism) sebagai jualan utama pariwisata Labuan Bajo-Flores di mata dunia internasional.
Kelima, selain sangat tidak pro lingkungan hidup, Formapp Mabar menolak pembangunan Sarpras ini, karena hanya untuk melayani kepentingan investor yang hendak berinvestasi di dalam kawasan TNK
"Karena itu, bersamaan dengan penolakan Sarpras ini, kami juga menolak penghancuran ruang hidup Komodo oleh invasi bisnis pariwisata seperti PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca, PT Wildlife Ecotourism di Pulau Padar dan Komodo, PT Synergindo di Pulau Tatawa, PT Flobamor di Pulau Komodo dan Padar dan alih fungsi Pulau Muang dan Bero," tegasnya.