Dinkes Malaka Gencar Lakukan Sosialisasi Implementasi Program STBM
POS-KUPANG.COM I BETUN---Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malaka melalui Dinas Kesehatan terus gencar melakukan sosialisasi terkait Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Sosialisasi STBM 5 Pilar penting terkait upaya penurunan stunting yang masih cukup tinggi di Malaka. Para kepala desa (kades), kepala puskesmas juga sanitarian diharapkan saling kolaborasi dalam upaya menekan stunting di Malaka.
Kepala Dinas Kesehatan Malaka, drg. Paskalia Frida Fahik menyampaikan ini melalui Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas), FerryFahik sebagai nara sumber pada kegiatan di Hotel Cinta Damai, Betun, Rabu (8/7).
Menurut Ferry, sosialisasi yang dilakukan ini lebih pada upaya bersama semua unsur menekan serendah mungkin persoalan stunting. Masalah stunting ini erat kaitannya dengan ketersediaan jamban sehat, makanan bergizi.
"Stunting di Malaka memang masih tinggi. Makanya kita bersama Yayasan Pijar Timur sepakati untuk deklarasi STBM. Di Malaka ada 22 desa dibawa pengawasan 9 puskesmas memang menjadi perhatian serius terkait stunting," kata Ferry.
Dirinya menambahkan, persoalan stunting erat kaitannya dengan ketersediaan jamban. Peran kepala desa memberikan penyadaran bagi warga untuk Stop BAB disembarang tempat.
"Fokus perhatian kita bersama sekarang ada menyadarkan warga untuk siapkan jamban sehat. Perhatian juga pada pengelolaan air minum di tingkat rumah tangga, pengelolaan sampah, pengelolaan limbah rumah tangga," ujarnya.
Dirinya berharap masing-masing pihak harus berbagi peran untuk percepatan perubahan perilaku STBM. Upaya menekan stunting jangan dilihat sebagai peran Dinas Kesehatan semata.
"Ada 22 desa menjadi locus stunting karena ada potensi tinggi sehingga perlu penanganan segera.
Pesan saya, kuncinya ada di jangan BAB sembarangan. Saya juga harapkan tugas sanitarian saat ke desa jangan cuma lihat fisik semata tapi harus sampaikan manfaat Jamban," pesan Ferry.
Kades Raiulun, Kecamatan Malaka Timur, Frederikus T Ukat pada kesempatan ini mengatakan, terkait dengan STBM ini pihaknya beberapa hari lalu melakukan sosialisasi.
Di desa yang dipimpinnya, jelas Frederikus, total
239 Kepala Keluarga (KK) dan sosialisasi sudah tersebar di 5 dusun yang ada.
Diakuinya, warga yang memiliki jamban layak memang masih minim. Kalau jamban darurat rata-rata semua KK memiliki. Kendalanya sekarang soal ketersediaan air bersih masih minim.
"Ini kembali ke kesadaran dan perilaku memang jadi bahan sosialisasi. Mau gunakan dana desa untuk bangun jamban sehat tapi dana terbatas. Untuk bangun permanen minimal memerlukan dana Rp 17 juta-Rp 18 juta," katanya.
Sementara sanitarian yang bertugas di Puskesmas Besikama, Serfina Abuk, membagi pengalaman ketika menangani persoalan STBM. Dirinya pernah menjadi sanitarian ketika bertugas di Belu dimana awalnya mengalami kesulitan.
Namun, lanjutnya, kerja bersama dalam hal sosialisasi gencar dilakukan dan dalam perjalanan diterbitkan peraturan bupati (Perbup) sebagai payung hukum dalam bekerja melakukan sosialisasi. Kunci keberhasilan menekan stunting adalah saling bekerja sama dan tidak bisa hanya dibebankan kepada Dinas Kesehatan semata.
Sebelumnya diberitakan, elemen terkait di Kabupaten Malaka seperti tokoh agama, camat, dinas teknis "mengupas tuntas" persoalan stunting.
Pasalnya, sampai saat ini stunting masih tinggi di Kabupaten Malaka sehingga diharapkan dari Rembuk Stunting ini kedepan permasalahan stunting di daerah ini bisa ditekan seminimal mungkin.
Bupati Malaka, dr. Stefanus Bria Seran, MPH menyampaikan hal ini kepada wartawan usai membuka kegiatan Rembuk Stunting Tahun 2020 di Kantor bupati Malaka, Kamis (25/6).
Bupati Malaka yang akrab disapa SBS ini mengakui
Stunting di daerah ini masih cukup tinggi. Alasan Stunting tinggi karena pola asuh yang kurang bagus.
Padahal sesuai persyaratan kesehatan, untuk memastikan tingkat pertumbuhan bayi itu bagus maka sejak bayi lahir maka enam bulan harus diberikan ASI eksklusif.
Kondisi yang kerap terjadi, kata SBS, saat bayi lahir apalagi ibu bayi bekerja maka perhatian semakin minim. ASI eksklusif selama enam bulan jarang diperhatikan.
• Terkait Tempat Hiburan, Begini Penegasan Komisi II DPRD Kota Kupang Saat Kunker
• Inilah Kronologis Lengkap dan Kerugian Kebakaran Rumah di Nebe Sikka
"Waktu bayi lahir enam bulan berjalan ibunya pergi kerja sehingga bayi dititip pada neneknya. Karena itu jelas Stunting tinggi. Soal makanan sangat layak dikonsumsi karena daerah Malaka cukup subur," kata SBS.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM/ Advetorial)