Arsul juga menjawab kritikan Najwa Shihab terkait DPR yang kini ini sibuk dalam pembahasan sejumlah RUU, termasuk RUU Cipta Kerja.
Menurut Arsul, RUU yang disampaikan Najwa adalah inisiatif pemerintah, sehingga DPR memiliki kewajiban untuk merespons RUU tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan.
"Kenapa yang dikritisi DPR-nya?" ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com.
"Ini menandakan Najwa yang sarjana hukum tapi tidak mengerti kewajiban DPR baik menurut konstitusi maupun UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," ucapnya.
Arsul menjelaskan, dalam UU tersebut RUU yang diajukan pemerintah harus disegera direspons maksimal dalam 60 hari.
"Kalau mau pembahasan RUU-nya dihentikan maka ya pengusul atau pihak yang berinisiatif yang harus meminta berhenti atau menarik RUU usulannya," tuturnya.
Di samping itu, Arsul Sani menjawab kritikan Najwa Shihab terkait anggota-anggota Satgas Lawan covid-19 DPR yang berfoto mengenakan alat pelindung diri (APD).
Kritik ini sebenarnya juga disampaikan masyarakat saat anggota Satgas Lawan covid-19 berfoto di Gedung Nusantara III DPR dengan menggunakan pakaian serupa APD.
Namun, Arsul menjawab bahwa Satgas Lawan covid-19 DPR hanya mengenakan APD ketika berkunjung ke RS Darurat covid-19 Wisma Atlet Kemayoran guna menyerahkan bantuan.
"Karena kunjungan itu sampai ke area di mana semua orang harus pakai APD maka sekitar 15 anggota Satgas yang ikut pakai APD ketika berangkat dari DPR."
"Lalu di mana tidak pantasnya kalau hanya 15 APD dipakai sendiri sementara ribuan APD disumbangkan," kata Arsul.
Lebih lanjut, Wakil Ketua MPR ini menyoroti alat rapid test yang juga sempat dikritisi publik.
Arsul mengatakan, 25.000 ribu alat rapid test disumbangkan DPR dan hanya 2.000 digunakan untuk anggota.
Ia juga menegaskan, APD, rapid test dan obat herbal yang diadakan DPR tanpa menggunakan anggaran negara.
"Tapi sumbangan dari pribadi-pribadi anggota DPR dan koleganya dalam bentuk barang-barang tersebut," kata dia.