Contoh lainnya, di NTT banyak bicara terkait produksi, jarang sekali tentang marketing padahal kalau pengentasan kemiskinan seharusnya ada nilai ekonomi.
Misalnya meningkatkan produksi bawang tidak membuat petani kaya, tetapi bila sudah dijual menghasilkan uang barulah mengurangi kemiskinan.
Jadi koperasi akan berkembang untuk menjawabi apa yang dibutuhkan masyarakat dan belum disentuh oleh koperasi.
"Dulu kita pernah membantu menjual rumput laut di Rote karena waktu itu ada monopoli. Kita bantu modal dan menanam rumput laut setelah datang pembelinya kami keluar dari situ," katanya.
Sampai saat ini sudah sekira 25 tahun berkiprah di Yayasan TLm ia percaya dengan semua staf yang ada.
"Karena kita sudah mulai dari awal bersama-sama dan mereka sudah tahu apa yang mereka kerjakan. Kita sudah mengetahui komitmen dan loyalitas. Misalnya tidak digaji tetap bekerja. Kita dulu di sini semua staf tidak pernah berpikir dapat apa-apa walaupun tidak pernah tidak terima gaji. Karena kita terapkan apa yang saya berikan, bukan saya terima dari suath bangsa itulah yang diimplementasikan di sini," katanya didampingi Indonesia and Community Development Director, Simon Lynch dan Uniting World Volunteer, David Mileham.
Yayasan TLM masih kokoh berdiri hingga saat ini tentu tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak terutama dengan opportunity international yaitu lembaga donatur dari Amerika untuk men-support 17 lembaga. Rozali pun bisa berkenalan dengan Pak Simon.
Opportunity yang mencari lembaga untuk mempunyai hati dan melayani orang kecil, sebuah organisasi yang mempunyai kemampuan untuk berkembang dan saat mencari menemukan pak Rozali pada tahun 1996.
"Hubungan kami adalah mitra. Karena mereka ingin memperkuat lembaga artinya berdiskusi dengan TLM supaya kuat. Apa yang mereka bisa berikan selain pelatihan, dana dan lain lain. Pertama dikasih dana sekarang tidak dikasih dana tetapi dalam bentuk lainnya, tergantung kebutuhan TLM apa agar bisa mandiri," tukasnya.
Simon dengan menggunakan Bahasa Inggris mengaku, pertama kali datang ke Indonesia dan melihat proyek yang berbeda-beda, ia ingin mencari orang dengan karakter benar.
Karena orang bisa belajar apapun jika tidak mempunyai karakter yang betul maka tidak bisa diubah, karakter itu kemudian menarik pak simon bertemu pak Rozali. Karena pak rozalu dibesarkan di keluarga yang susah kemudian berjuang bersekolah dan merantau untuk jadi pedagang.
"Pak Rozali mempunyai passion, keinginan untuk melayani orang lain dan juga mempunyai kekuatan dikasih Tuhan untuk menjadi pengusaha enterpreneur untuk menginisiasi sesuatu. Waktu itu pak rozali karena mempunyai kekuatan yang besar berani berbicara pada jaringan di Indonesia dan berhasil meyakinkam pak simon datang ke NTT untuk bekerja sama dengan yayasan," tuturnya.
Dari Australia hingga ke Kupang, ia melihat kantor Yayasan yang berada di di pinggir kecil dengan ruangan yang sangat kecil. Saat itu ia temui pak Rozali sedang membuat kereta bakso dengan para staf.
"Di situ pak simon melihat karakter pak rozali bukan tentang ego tapi punya hati. Jadi dirinya menyadari pak rozali secara alamiah dijadikan Tuhan untuk menjadi pemimpin, orang yang melayani juga menghargai. Sala satunya gaya hidup lebih sederhana, tidak seperti lainmya. Rumahnya begitu saja dan ada sekolah minggu dengan anak-anak. Keinginan untuk belajar dari rozali dan staf sanhat kuat karena pernah bekerja sampai jam 2 pagi. Bagaimana mereka belajar bisa melakukan semuanya," tuturnya.
Diakuinya, bersama dengan TLM ia belajar banyak hal seputar kemiskinan dan keuangan mikro. Opportunity juga membuka akses untuk TLM belajar dengan banyak orang dan banyak lembaga dengan negara yang berbeda-beda.