Pendeta Mery Kolimon Beberkan Beberapa Program Prioritas GMIT ke Depan

Penulis: Laus Markus Goti
Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana pemilihan Ketua Sinode GMIT periode 2020-2023 di Gereja Paulus Naikolan Kota Kupang, Selasa (22/10/2019).

Pendeta Mery Kolimon Membeberkan Beberapa Program Prioritas GMIT ke Depan

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Pendeta Mery Kolimon Ketua Sinode GMIT saat ini, yang juga calon Ketua Sinode GMIT periode 2020-2023 membeberkan sejumlah program prioritas GMIT ke depan.

Menurutnya program-program dan komitmen GMIT ke depan didasarkan atas hasil sidang yang sudah diplenokan dalam Sidang Sinode GMIT XXXIV di Gereja Paulus Naikolan Kota Kupang yang berlangsung sejak 15 Oktober 2019.

BREAKING NEWS: Polsek Kelapa Lima Bekuk Spesialis Pencuri di Kota Kupang

Hal itu disampaikan Pendeta Mery kepada POS-KUPANG.COM, usai mengikuti pleno komisi H Sinode GMIT tentang rekomendasi sidang Sinode GMIT, Selasa (22/10/2019).

Ditegaskannya, di dalam GMIT tidak ada yang menjalankan visi dan misi pribadi, semuanya bersama-sama mewujudkan visi dan misi gereja.

Beberapa komitmen GMIT ke depan, kata dia, yakni pendampingan keluarga, meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah GMIT pendidikan, mendukung pencegahan human traficking dan meningkatkan kesehatan masyarakat serta mengatasi stunting.

Bupati Tahun Segera Bentuk Tim Pemeriksa dan Tim Penilai untuk Proses Sewa Beli Mobil DH 2 C

Menurutnya Pendeta Mery Kolimon, keluarga-keluarga saat ini tengah terpapar pengaruh arus kemajuan teknologi dan informasi, era industri 4.0.

"Perlu ada edukasi dan sosialisasi supaya generasi kita terutama anak-anak milenial bisa dijauhkan dari pengaruh buruk perkembangan teknologi dan informasi. Gereja ingin membangun kapasitas untuk mendampingi keluarga-keluarga," jelas Pendeta Mery Kolimon.

Selanjutnya, GMIT berkomitmen membantu mengatasi persoalan perdagangan orang di Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Hal ini akan terus menjadi perhatian GMIT sejauh ini kita sudah punya rumah harapan dan akan terua ditingkatkan kapasitasnya," ujarnya.

Selain itu, bahan-bahan ajar GMIT akan ditingkatkan agar bisa merespon kebutuhan generasi milenial. Keyakinan-keyakinan fundamental Gereja, kata dia, perlu dibahasakan secara populer.

"GMIT ingin membangun kapasitasnya, memastikan bahwa bahan-bahan ajar bisa merespon kebutuhan generasi milenial," jelasnya.

Isu lain yang menjadi perhatian GMIT yakni stunting dan bencana alam. GMIT ingin membangun komitmen bersama pemerintah daerah (Pemda) dan berbagai stakehokders terkait melalui edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat NTT.

Terakhir, kata Pendeta Mery, pendidikan menjadi prioritas penting dan serius. "Ada tiga dokumen kunci yang dihasilkan supaya kita bisa mendekati persoalan pendidikan dan mencari solusi secara struktur," ujarnya.

Ia menegaskan, dengan pendidikan yang baik, GMIT bisa berkontribusi bagi dalam membangun NTT dan Indonesia yang lebih baik.

Pendeta Mery menegaskan sekolah-sekolah Kristen harus lebih maju secara kuantitas maupun kualitas.

Ada tiga dokumen penting yang sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelum persidangan, yakni grand desain, roll map dan tata kelola, periode 2019-2031.

Dokumen dimaksud didasarkan pada hasil kajian mengenai prioritas pendidikan GMIT yang ada saat ini.

Ia mengatakan GMIT memiliki kurang lebih 600 sekolah yang dikelola oleh yayasan pendidikan Kristen atau Yapenkris.

Pendeta Mery memberi catatan penting, dari sekian banyak sekolah tersebut tidak sedikit yang kondisinya memerihatinkan.

"Hanya sedikit yang punya kualitas baik dan banyak yang kondisinya memerihatinkan," kata Pendeta Mery.

Perencanaan besar dalam bidang pendidikan dimaksudkan untuk GMIT bisa lebih fokus dalam penataan sekolah-sekolah .

Dikatakannya, salah satu rekomendasi di sidang Rote 4 tahun yang lalu itu diputuskan bahwa tidak boleh satupun sekolah di tutup atau dinegerikan .

Namun setelah ada kajian, kata dia, GMIT menjadi realistis bahwa perlu ada kajian yang serius mengenai keadaan sekolah-sekolah tersebut.

Menurutnya, jika dibutuhkan, sekolah-sekolah yang tidak dapat dipertahankn lagi dapat di alihfungsikan untuk pelayanan yang lain atau bisa juga di merjer dengn sekolah-sekolah terdekat .

"Itu satu hal, yang kedua yang juga penting dari dokumen-dokumen ini ialah penataan kembali hubungan yang lebih sehat antara gereja dan sekolah," ungkapnya.

Menurutnya, selama ini sepertinya Gereja jalan sendiri, sekolah jalan sendiri. Ia menegaskan yayasan sekolah dan gereja baik itu jemaat akan lebih terintegrasi dalam bekerja sama untuk menganangani sekolah-sekolah.

"Kami juga mengatur dalam dokumen ini, dapat dikelola selain dengan yayasan dan gereja tapi juga dengan pemerintah dan mitra-mitra yang lain," ungkapnya

"Jadi saya sangat optimis bahwa dengn rujukan yang jelas sekarang maka sudah akan lebih jelas bentuk-bentuk intervensi yang dilakukan GMIT apalagi bahwa GMIT telah memiliki di periode ini berhasil memiliki data base yang kuat untuk memahami realitas ," tambahnya.

Lanjutnya, dapat dikatakan bahwa salah satu hal yang berhasil diupayakan selama ini yakni membagun kesadaran bersama, untuk melihat bahwa ada masalah serius dengan sekolah-sekolah.

"Tapi juga sebenenarnya kami punya potensi untuk menganangani masalah-masalah yang ada. Tantangan kita ialah membuat sinergi yang lebih baik dari potensi-potensi yang tersebar di jemaat kasih sinode yang ada di pemeritah dan juga di mitra-mitra lainnya swasta dan pemerintah," jelas pendeta Mery.

Di bidang liturgi, lanjutnya, GMIT memang mewari liturgi ekumene global dari Eropa, namun makin kuat kesadaran bahwa GMIT menghasilkan liturgi-liturgi konteksual yang berdialog dengan realita hidup jemaat. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti)

Berita Terkini