LBH Veritas Damping
Pekerja asal NTT telah meminta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Veritas untuk mendampingi. Silvester Nong Manis, SH dari LBH Varitas telah berada di Kutai Timur sejak Jumat (13/9/2019).
Menurut Silvester, para pekerja berasal dari Kabupaten Manggarai, Sikka, Adonara (Flores Timur), Kupang dan Ende.
"Kami berusaha mediasi dengan bantuan tokoh-tokoh asal NTT dengan warga setempat, tetapi tidak bisa. Dari pada terjadi akibat lebih buruk, kami tinggalkan camp," ujar Silvester yang menghubungi Pos Kupang dari Kutai Timur, Rabu kemarin.
• Suasana Perpisahan Imam Nahrawi di Kemenpora Diwarnai Saling Peluk dan Banjir Air Mata
Dia menjelaskan, manajemen perusahaan memanfaatkan para preman dan komunitas adat setempat memaksa para pekerja keluar dari camp penampungan, Minggu (15/9/2019).
"Hari Minggu itu datanglah segerombolan orang yang mengaku sebagai kepala suku dari komunitas adat setempat mengultimatum para pekerja keluar dari camp," kata Silvester.
Selain laki-laki dewasa, ada ibu hamil beserta anak-anak tinggalkan camp dan menginap di aula Kantor Camat Karangan. Kondisi pekerja, terutama anak-anak dan ibu hamil menyedihkan.
• Dies Natalis ke-18, Unipa Maumere Diibaratkan Seperti Pelari Estafet
"Untuk makan dan minum, mereka patungan beli beras satu dua kilogram. Mereka cari air sendiri lalu masak dan makan bersama-sama," tutur Silvester.
Hingga hari keempat di tempat penampungan sementara, kata Silvester, warga asal NTT masih memenuhi kebutuhan sendiri. Mereka belum minta bantuan akomodasi ke pihak manapun. "Saya sudah bicara dengan Pak Camat Karangan supaya kasih kami waktu sekitar satu minggu lagi."
Ia mengkhawatirkan kondisi kesehatan anak-anak dan ibu hamil. Cepat atau lambat pasti terserang penyakit, karena kehidupan di penampungan yang sangat minim fasilitas.
• Cantik-cantik Dikira Masih Perawan, Ternyata 6 Artis Ini Sudah Menyandang Status Janda Tanpa Anak
Lebih lanjut Silvester mengungkapkan masalah yang melatarbelakangi aksi mogok pekerja. Menurutnya, banyak hal tidak manusiawi diterima para pekerja asal NTT di antaranya, yaitu pekerja perempuan yang sedang hamil tidak diberikan cuti hingga melahirkan.
Anak di bawah umur 17 tahun dipekerjakan menjadi buruh perkebunan. Selain itu, gaji di bawah standar upah minum kabupaten (UMK). Upah dipotong untuk pajak namun pekerja tidak menerima NPWP.
"Perjuangan hak-hak pekerja tidak direspon dengan baik pihak perusahaan. Mereka mogok kerja, perusahaan pecat mereka tanpa pesangon," tandasnya.
• WADUH! Lucinta Luna Nekat USG, Keguguran Usai Hubungan dengan Komandan Monyet, Via Vallen Ngakak!
Silvester menjelaskan, Pemerintah Kabupaten Kutai Timur melalui Dinas Nakertrans sudah memediasi pihak perusahaan dan pekerja. Salah satu kesepakatan yakni perusahaan harus memenuhi hak karyawan.
"Mereka kembali bekerja, tetapi ketika masuk kerja dibuat macam-macam alasan yang harus dipenuhi karyawan. Manajemen kemudian membuat surat panggilan kepada karyawan. Surat panggilan pertama dan kedua hanya beda sehari. Suratnya tiba pada hari yang sama. Panggilan tidak dipenuhi dijadikan alasan PHK sepihak dan dianggap mangkir," beber Silvester.