Tetapi terdapat ribuan warga sipil yang terjebak di dalam kota, yang tidak ingin dikuasai sekutu ISIS.
Salah satunya adalah Tong Pasacum yang bekerja di balai kota, di bagian penanganan bencana alam dan banjir.
"Ketika saya menerima panggilan operasi penyelamatan untuk pertama kali, saya sempat berpikir dua kali untuk ke gerbang karena saya mengetahui jika keluar, saya tidak yakin apakah bisa kembali," katanya.
Tetapi Tong Pasacum tetap membawa tim sukarelawan Muslim Marawi dan mereka bersama-sama mendatangi tempat konflik. Kendaraan mereka ditembaki. Dia memutuskan untuk memberi tahu diri mereka sebagai pihak netral.
Foto: Getty Images
Tetapi Pastor Chito dan 100 sandera lainnya tidak dapat ditemukan karena mereka disekap di bawah tanah Masjid Bato, pusat komando milisi.
Mereka akan dihukum jika tidak bekerja sama. Karena itulah dia bekerja sama. Memasak, membersihkan dan bahkan membuat bom untuk para milisi.
Tetapi dengan bantuan intelijen AS dan Australia, militer Filipina terus melakukan serangan udara.
Pada tanggal 16 September, militer Filipina begitu dekat dengan masjid sehingga Pastor Chito dapat mendengar mereka.
Pada malam hari, dirinya dan dua sandera lainnya memutuskan untuk menyelinap keluar, melarikan diri dari masjid. Sekelompok pria bersenjata berhasil menyelamatkan mereka.
Sebulan kemudian, menteri pertahanan Filipina menyatakan berakhirnya pengepungan. Maute bersaudara, Omar dan Abdullah, serta pimpinan Abu Sayyaf, Isnilon Hapilon terbunuh.
Lebih 1.000 meninggal dunia selama pengepungan lima bulan tersebut.
Dua tahun kemudian, kota tetap dalam keadaan rusak. Pembangunan kembali berjalan lamban, 100.000 orang tetap mengungsi, tinggal di kamp atau dengan kerabatnya.