Tanggapan Pengamat Energi dari Iress Marwan Batubara Soal Wacana Potong Gaji Karyawan PLN

Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi listrik

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Tanggapan Pengamat Energi dari Iress Marwan Batubara soal wacana potong gaji Karyawan PLN.

Peristiwa blackout atau listrik padam serentak di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, Minggu (4/8/2019), menyebabkan PT PLN merugi hingga Rp 839,88 miliar.

Kerugian itu akibat kompensasi yang harus dibayarkan PLN terhadap 21,9 juta pelanggannya yang terdampak gangguan.

Soal Izin Bawa Ponsel ke Rutan, Farhat Abbas dan Polisi Adu Argumen, Ini Kata Argo Yuwono

Untuk menutup kerugian itu, ada wacana penghematan di internal PLN. Penghematan itu berupa pemotongan gaji karyawan dan direksi. Langkah ini dipilih karena PLN tidak mungkin mengandalkan kucuran dana APBN dari pemerintah untuk mengatasinya.

Hal ini dikatakan Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan. "Enak saja kalau dari APBN ditangkap, enggak boleh. Makannya harus hemat lagi, gaji pegawai dikurangi," kata Djoko, seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Selasa (6/8/2019).

Menanggapi hal itu, Pengamat Energi dari Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara menilai, pemotongan gaji karyawan sah-sah saja dilakukan.

Pendaftaran CPNS 2019, Ini Total Kebutuhan dan Formasi Pertama yang Dibuka

"Saya kira sepanjang memang tidak melanggar peraturan, tidak melanggar anggaran dasar, anggaran rumah tangga perusahaan, ya boleh-boleh saja sih," ujar Marwan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/8/2019) malam.

Namun, menurut Marwan, ada konsekuensi yang harus diterima dari penetapan kebijakan ini. Misalnya, penolakan karyawan. "Oleh sebab itu, kalau nanti karyawannya mau nuntut, bisa saja nuntutnya ke luar. `Wah kami kan hanya menjalankan perintah atasan. Atasannya mendapat intervensi dari luar, kok kami jadi korban', misalnya," jelas dia.

Kesalahan berbagai pihak Marwan menilai, blackout yang terjadi 4 Agustus 2019 terjadi tidak hanya karena kesalahan teknis pegawai PLN di lapangan.

"Sebetulnya kan kejadian kemarin tidak bisa 100 persen ditimpakan ke karyawan. Ada kontribusi manajemen PLN, ada kontribusi pemerintah juga," ucap Marwan.

Secara singkat, Marwan menjelaskan, blackout terjadi akibat adanya kebijakan pemerintah mulai dari larangan menaikkan tarif listrik dan mewajibkan PLN untuk menerima pasokan listrik swasta dengan skema take or pay.

Kebijakan ini kemudian melahirkan beban bagi PLN karena tidak diimbangi dengan subsidi yang memadai.

Akhirnya, Direksi dan Manajerial PLN harus berpikir ulang, bagaimana agar bisa tetap memproduksi listrik sesuai kebutuhan di tengah keterbatasan finansial yang ada.

Karyawan, suka tidak suka harus melakukan tugas yang diberikan. Meskipun, mereka tahu ada sesuatu yang tidak sesuai dengan SOP, demi menyesuaikan kebutuhan biaya operasional perusahaan dengan dana yang ada.

"Nah nyatanya kan subsidinya tidak signifikan, artinya kebijakan politik Pemerintah itu juga membuat SOP PLN tidak jalan secara utuh. Kan orang enggak banyak tahu apa yang terjadi pada PLN dengan kebijakan Pemerintah yang populis," ujar Marwan.

Halaman
12

Berita Terkini