POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 2 Maret 2019 '' Lebih takut Kepada Tuhan Daripada Manusia''
Renungan Harian Kristen Protestan
Oleh: Pdt. Dr. Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA
"Lebih takut kepada Tuhan dari pada manusia".
Apakah ada di antara para pembaca yang budiman tidak memiliki rasa takut?
Kalau ada itu saya anggap luar biasa dan boleh dikatakan manusia langka.
Umumnya orang pernah alami rasa takut, baik dalam skala kecil maupun besar.
Dan rasa takut itu adalah hal yang wajar dan manusiawi.
Ketakutan juga dialami oleh para murid ketika Yesus mengutus mereka untuk memberitakan injil.
Apalagi mereka merasa seperti domba yang diutus ke tengah-tengah serigala (Bnd. Matius 10:16).
Selain melengkap mereka dengan kuasa dan banyak nasehat sebelumnya, Tuhan Yesus juga menegaskan kepada mereka untuk tidak boleh takut kepada siapapun.
Yesus berkata” Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka” (Matius 10:28).
Menurut R.E. Nixon (Matthew, dalam New Bible Commentary, Editor Donald Guthrie, dkk, Intervarsity Press, Leicester-England, 1970, hal. 829, kata-kata Yesus ini diucapkan dalam konteks pengutusan para murid (lihat teks lengkapnya dalam Matius 10:5-42).
Mereka diutus untuk pertama-tama mengabarkan injil kepada orang Yahudi baru kemudian kepada orang Yunani (bnd. Roma 1:16).
Mereka diharapkan berani berbicara terbuka di depan publik, dari pada bicara sembunyi-sembunyi karena takut.
Banyak orang menjadi berani kalau ada bersama banyak orang lain.
Kalau berdiri sendiri, tampaknya “noe nauk (bhs. Kupang, loyo dan takut)” atau “kamatek angin (angin tiup jatuh), tetapi begitu berada didekat teman-temannya yang berjumlah puluhan orang, maka tiba-tiba dia menjadi sekuat “Superman atau Popoye”.
Ada juga yang berani maki-maki di media sosial karena ia pakai akun palsu.
Oscar Wilde, seorang penulis Irlandia yang termasyur pernah mengatakan bahwa kalau seseorang memakai topeng, maka ia akan menjadi berani.
Wilde katakan man is least himself when he talks in his own person.
Give him a mask, and he will tell you the truth (artinya Orang tidak sepenuhnya menjadi dirinya ketika ia bicara atas nama dirinya.
Berilah ia topeng maka ia akan mengatakan kebenaran).
Walaupun Yesus mengutus para murid berdua-dua (menurut Injil Markus 6:7 dan Lukas 10:1) supaya mereka saling membantu dan saling menguatkan, tetapi toh ketakutan masih ada dalam diri mereka.
Sehingga kata-kata Tuhan Yesus dalam teks ini seakan sebuah hiburan dan kekuatan memberi mereka semangat dan keberanian.
Kata-kata Yesus ini sesungguhnya tentang bagaimana sikap kita terhadap Allah yang memiliki kuasa untuk membinasakan atau menghidupkan.
Allah sebetulnya dapat saja dan kapan saja membinasakan kita, tetapi Ia tidak melakukan hal itu.
Dalam diri Jesus kita tidak melihat Allah yang penuh dendam, tetapi Allah penuh kasih, anugerah dan pengampunan.
Allah yang menjauhkan dirinya dari kekerasan dan menggunakan kuasa yang semena-mena.
Dalam diri Yesus kita mengenal suatu kehidupan baru yang penuh kasih karunia.
Melalui salib Kristus kita melihat Allah yang mengampuni, karena Allah mengalahkan dosa bukan dengan kekerasan tetapi dengan kasih dan perendahan diri, bahka sampai mati di salib.
Allah yang memilih menderita untuk keselamatan orang lain.
Untuk itulah mengapa kita takut kepada Allah.
Perkataan takut di sini bukan dalam pengertian takut dalam pengertian yang biasa tetapi takut dalam pengerian taat dan hormat kepada Allah.
Contoh kalau kita orang takut kepada manusia, misalnya karena takut kena tilang dari polisi, maka orang pakai helm, tetapi orang tidak mau pakai helm kalau dia yakin polisi tidak ada.
Atau kalau orang mau mencuri atau ingin berbuat jahat dia lihat kiri kanan, tetapi dia lupa untuk melihat ke atas, melihat kepada Allah yang hukumannya jauh lebih berat karena dapat membinasakan tubuh dan jiwa dalam neraka.
Menurut Dr Rainer Stuhlmann „Kita takut kepada Allah, karena kita mengasihinya, dan karena kita mengasih Allah, maka kita mempunyai rasa takut dan hormat pada Allah“!
„Takut kepada Allah“ bukanlah dalam pengertian kita merasa cemas, tetapi lebih dalam pengertin taat dan hormat.
Artinya orang kristen mempunyai rasa respek kepada Allah.
Kita mempunyai sikap hormat dan berhati-hati di hadapan Allah, oleh karena segala berkat dan anugerah yang kita rasakan.
Bahkan untuk teman-.teman baik kita saja kita akan segan berbuat sesuatu yang jahat dan ada rasa hormat kita kepada mereka apalagi kepada Allah yang memberikan bukan saja rasa aman, tetapi juga jaminan keselamatan kekal.
Rasa takut atau ketaatan dan hormat kepada Allah baru bermakna jika hal itu diperhadapkan dengan kenyataan hidup kita sehari-hari.
Misalnya ketakutan-ketakutan dalam terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain.
Takut gagal, takut dihina, takut dicemooh, ketika kita harus mencoba atau menjalani sesuatu yang baru.
Saya ingat puluhan tahun lalu ketika saya mengambil studi di Unversitas Heidelberg Jerman.
Segala macam ketakutan berkecamuk dalam diriku.
Takut berpisah dengan istri dan anak. Karena sewaktu kursus bahasa Jerman di Ruhr Universitaet, belum boleh bawa keluarga harus pergi sendirian.
Belum lagi belum ada jaminan bisa lulus kursus bahasa atau tidak.
Belum lagi Harus berbicara dan menulis dalam bahasa Jerman baik mengikuti perkuliahan maupun mengerjakan paper-paper dan proposal untuk disertasi.
Belum lagi kalau gagal dan harus pulang Kupang harus siap berhadapan dengan olok-olok dan hinaan orang Kupang yang terkenal “ganas”.
Semuanya itu membuat ketakutan makin hari makin besar.
Tetapi dari semua nya itu saya belajar untuk mengandalkan Tuhan dan tidak mengandalkan diri sendiri.
Dan karena kepasrahan pada Tuhan itu, kepercayaan diri mulai bertumbuh, satu demi satu ketakutan berhasil di atasi sehingga bisa kembali ke Kupang dengan suatu keberhasilan.
Di tahun politik ini juga banyak orang berada dalam ketakutan.
Bukan saja para caleg (baik di daerah maupun tingkat nasional) tetapi juga para tim sukses untuk pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI).
Para caleg berada dalam rasa was-was, apakah orang-orang yang selama ini tampak sebagai saudara, orang-orang yang sudah ditemui dan diminta dukungan, atau orang-orang yang dulunya didukung diharapkan mendukung balik bisa membantu untuk mendulang suara supaya bisa terpilih?
Tim sukses para paslon juga sama, apakah strategi kampaye yang dijalankan akan berhasil, apakah orang-orang tetap setia mendukung sampai pada bilik suara, apalagi sudah ada begitu banyak pengorbanan yang diberikan, baik berupa uang, waktu,perasaan dan lain sebagainya.
Kalau berhasil akan membawa rasa senang bangga dan penuh rasa syukur.
Tetapi kalau kalah akan membawa rasa sedih, kecewa, rasa malu, rasa marah dan dendam karena merasa ditinggalkan dan dikhianati.
Belum lagi para caleg dan tim sukses yang investasi dengan mengeluarkan banyak uang, baik karena jual harta benda, tanah, atau pinjam uang di bank.
Hal ini akan menimbulkan ketakutan-ketakutan baru.
Belum lagi di FB dab Youtube bermunculan foto dan meme lucu para perawat dan dokter jiwa berpose sambil berkata:
“kami siap merawat para caleg dan tim sukses yang gagal dan jadi gila”.
Membanyang itu semuanya ketakutan malah menjadi-jadi.
Dalam situasi yang demikian mungkin kata-kata Yesus untuk para murid di atas bisa menjadi kekuatan bagi semua orang yang takut.
Menurut saya kiita tidak perlu takut kepada apa dan siapapun:
jika kita merasa bahwa Allah akan bersama kita dan memelihara kita dan berjuang bersama kita. Kita hanya perlu takut kepada Allah saja seperti kata Yesus.
Pengalaman hidup saya enam tahun di Jerman telah membuktikannya.
Barangsiapa memberi rasa takut hanya kepada Allah dan mengasihi Allah dalam segala hal, maka Ia akan juga mempercayai bahwa Allah juga mampu bertindak dalam segala hal.
Karena itu kata Yesus dalam ayat 28. Sebab burung pipit saja dipelihara Bapa disurga apalagi kita manusia yang lebih berharga darinya.
Karena janganlah kita takut.
Dalam katekismus Heidelberg yang terkenal itu dikatakan bahwa tanpa kehendak bapa di surga tidak ada sehelai rambut pun yang gugur.
Pertanyaan muncul: kalau begitu siapakah sesungguhnya Allah itu: Segala penderitaan dan kepahitan dalam dunia ini apakah menurut kehendaknya?
Sebuah suka cita atau dukacita apakah kedua-duanya berasal dari Allah?
Apakah Allah mengirim kedua-duanya kepada kita?
Bisa saja kita mengalaminya, tetapi kita yakin kita akan berhasil mengatasinya bersama Allah.
Jika seseorang rambut dikepalanya tiba-tibah gugur atau jatuh, maka tentu saja membuat orang yang melihat merasa lucu dan tertawa.
Tetapi seringkali rambut yang gugur dari kepala bisa akibat efek samping dari pengobatan tertentu, atau keracunan, atau juga suatu tanda dari ancaman penyakit yang mematikan, atau tanda-tanda awal dari kematian.
Apakah itu tidak ngeri?
Menuru Dr. Reiner Stuhlmann mengatakan bahwa tidak semua yang terjadi di dunia adalah kehendak Allah, tetapi semuanya terjadi dalam sepengetahuannya.
Artinya dalam setiap kepahitan dan penderitaan manusia Allah hadir bahkan ia turut menderita bersama kita.
Di hadapan Allah tidak seorang pun yang dilupakan (bnd Lukas 12: 22).
Allah bagaikan seorang Ayah dan ibu yang memelihara anak-anaknya yang mengajar mereka belajar mengatasi kesulitan hidup, tetapi juga melatih mereka untuk tetap berani walaupun menemui kegagalan dan mempunyai kepercayaan diri untuk bangkit walaupun sesulit apapun.
Takut dan hormat kepada Allah menuntun kepada iman dan kepercayaan kepadaNya dan menuntun kita senantiasa setia kepadaNya dalam kehidupan kita sehari-hari. (*)