Tantangan pers jaman now adalah pers dapat terjebak untuk memilih cara instan dalam memproduksi berita. Lebih cepat dan gampang jika pers hanya melulu memilih elite sebagai sumber berita yang cenderung sebatas berita seremonial.
Akibatnya pers boleh jadi "jatuh" dalam ketidaksadaran memarginalkan kepentingan rakyat dalam praktik pemberitaan. Padahal pers adalah kekuatan dalam membangun demokratisasi.
Berita sebagai Komoditi
Realitas masyarakat NTT menjadi ironis karena terjadi di wilayah yang masyarakatnya masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah namun tingkat korupsinya tinggi. Kondisi ini menjadi konteks kehadiran teks berita yang fenomenal dan menjadi headline.
Namun apa yang diproduksi menjadi berita belum sepenuhnya mengakomodir kepentingan rakyat. Berita-berita yang dikonstruksi masih menjadi seperti komoditi yang dapat dijual untuk mendapatkan nilai tukar guna meraup keuntungan secara ekonomis. Selain itu berita-berita juga cenderung bersifat elitis karena lebih berorientasi pada kepentingan segelintir kaum elit di daerah. Hal ini pun dapat dicurigai sebagai upaya komodifikasi pada tataran subyek berita.
Mayoritas rakyat NTT yang masih tergolong miskin kerap tidak menjadi orientasi dalam praktik pemberitaan. Berita-berita yang diproduksi nampak sebagai etalase kegiatan seremonial para pejabat di daerah.
Produksi teks berita korupsi pada media massa cetak lokal NTT dikonstruksi melalui kognisi sosial wartawan dan konteks sosial masyarakat NTT serta level organisasi dari setiap media massa cetak lokal.
Pos Kupang adalah media massa lokal di NTT yang bersaing untuk mendapatkan pelanggan dan pembaca. Karena itu tiras atau oplag media massa lokal dapat berubah naik ketika terjadi pertimbangan bisnis karena sebuah berita yang seksi. Salah satu jenis berita yang dapat mengubah nilai berita menjadi nilai jual adalah berita-berita terkait seremonial kaum elit di daerah.
Proses komodifikasi berita pada media massa lokal NTT berlangsung secara sadar di tataran institusi media melalui para aktornya yakni wartawan, editor, pemimpin redaksi, pemimpin perusahan dan pemilik media tersebut. Media massa lokal NTT atas nama pertimbangan bisnis dapat keluar idealisme dan prinsip pers yang demokratis.
Masyarakat NTT umumnya tidak mempunyai akses informasi yang cukup untuk mengontrol tata kelola pemerintahan daerah yang baik dan bersih (good and clean government).
Rakyat NTT hanya sebagai pembaca "laporan" kegiatan seremonial aparat penegak hukum dan kelompok elit di Provinsi NTT. Kelompok elit inilah yang mendominasi pemberitaan yang diposisikan sebagai aktor utama, narasumber satu-satunya untuk memproduksi teks berita.
Pers di daerah seperti Provinsi NTT dibangun dari keprihatinan terhadap kondisi sulit yang dihadapi oleh masyarakat di daerah. Pers perlu dibangun dan dirawat di atas visi besar untuk membela kepentingan rakyat. Selamat ulang tahun ke-26 Pos Kupang semoga terus maju di zaman yang terus berubah. Jadilah "garam" dan "terang" bagi masyarakat di Provinsi NTT ! *