pertama, revolusi advokasi KIE yang berkualitas sehingga pembuat kebijakan bisa paham terhadap program dengan menjadikan sebagai prioritas pembangunan. Kedua, KIE meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarkat sehingga bisa menjadi peserta KB.
Ketiga, terus membangun keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Keempat, melakukan advokasi kepada pemerintah daerah untuk merencanakan pembangunan yang berwawasan kependudukan.
Kelima, terus membangun kemitraan dengan banyak pihak termasuk media massa. Keenam, meningkatkan sumber daya manusia disamping menerapkan disiplin kerja yang tepat,”jelas Marianus.
Ia mengatakan, sejak pengelolaan PLKB dikembalikan ke pemerintah pusat 1 Januari 2018, pihaknya telah merumuskan stategi, antara lain; PLKB harus memiliki data NAP, (data PUS by name, by address, by phone) per RT. Data itu dimasukan dalam aplikasi Maritia, .
“Melalui aplikasi itu kita bisa mendeteksi data peserta KB. Atau calon peserta KB. Misalnya kita klik ibu hamil langsung keluar namanya siapa, kapan dia melahirkan.
Sebelum melahirkan, harus ada konseling. Dia melahirkan kapan, dengan bantuan siapa, di fasilitas kesehatan mana. Jadi satu paket. setelah melahirkan menggunakan kontrasepsi apa,” demikian Marianus.
Dikatakan Marianus, di NTT kurang lebih 100.000 persalinan setiap tahun . Jika jadi mereka dijaring menjadi peserta KB dan jarak kelahiran diatur sampai tiga tahun, jelas Marianus, ada 100.000 keluarga yang memiliki anak mendapat perhatian untuk tumbuh kembangnya. “Anak-anak itu fisiknya bagus, otaknya juga bagus,” katanya.
Marianus menambahkan, cakupan program, peserta KB baru di NTT sampai bulan September 2018 telah melampaui target. “Jadi sebenarnya sudah melampui. Target yang diberikan pemerintah pusat 27.000, yang kita capai 34.000. Tambahan untuk peserta KB aktif sendiri sudah melampui. Jadi dua bulan kita jaga betul jangan ada yang drop out.,” ungkap Marianus.
Marianus mengungkapkan, saat ini jumlah Peserta KB aktif sudah 400.000 lebih dari jumlah PUS (pasangan usia subur) 680.000 lebih. (*)