Putusan PK Ahok yang bersifat final akan membatasi pergerakan politiknya. Ada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur soal pencalonan presiden, wakil presiden, dan parlemen (DPR, DPRD, DPD).
Baca: VIDEO: Tanggapan Djarot Mengenai Pencalonan Ahok Jadi Cawapres 2019
Adapula Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Kedua undang-undang itu mengatur, mereka yang boleh menduduki jabatan eksekutif dan legislatif tidak boleh dihukum dengan status sudah berkekuatan hukum tetap pada kasus yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau lebih.
Putusan PK menegaskan bahwa status hukum Ahok sudah berkekuatan hukum tetap. Pasal 156a KUHP yang dikenakan pada Ahok memiliki ancaman hukuman maksimal paling lama 5 tahun penjara.
Dari hal ini, tampak terdapat irisan pada frasa 5 tahun penjara. Meskipun bisa jadi ke depan, ada perbedaan dalam memaknai frasa “paling lama 5 tahun penjara” dengan “5 tahun penjara atau lebih”.
Baca: WhatsApp Punya Fitur Notifikasi Ganti Nomor Ponsel
Perdebatan yang sama pernah terjadi saat kasus Ahok masih berjalan. Apakah Ahok harus mundur dari jabatannya karena ia terancam hukuman maksimal 5 tahun.
Sejumlah pakar hukum memiliki pandangan berbeda. Jika perdebatan ini kembali terjadi, Mahkamah Konstitusi yang berhak memutusnya.
Yang tidak membatasi Hanya satu undang-undang yang tidak membatasi Ahok, yakni Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Undang-undang ini tidak membatasi siapa pun, termasuk mantan narapidana, untuk maju dalam kontestasi kepala daerah. Lalu, bagaimana spekulasi Ahok ke depan? Program AIMAN yang akan tayang Senin (2/4/2018) pukul 20.00 di KompasTV akan mengupasnya.
Saya Aiman Witjaksono… Salam.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pasca-PK, ke Mana Ahok Akan Melangkah?