Wae Rebo, Negeri Tersembunyi di Flores

Editor: Alfred Dama
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kampung adat Wae Rebo di Desa Satarlenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, Minggu (12/6/2016). Meski semakin dikenal sebagai salah satu destinasi wisata internasional, warga adat Wae Rebo masih mempertahankan tradisi dan kearifan leluhur mereka.

"Dari cara ini, warga bisa mengumpulkan uang sampai Rp 15 juta untuk membiayai sekolah anak bahkan ada yang beruntung mendapatkan 25 juta. Cara ini dilakukan bergilir. Nanti saat anak saya sudah masuk usia kuliah, giliran saya menjamu para tamu," kata Yosef Katup, sesepuh Wae Rebo.

Keterpencilan

Keterpencilan menjadi kekuatan sekaligus persoalan di Wae Rebo. Untuk mengakses fasilitas kesehatan, misalnya, warga harus turun gunung ke kampung terdekat, Denge. Selis, ibu dari lima anak yang tinggal di Wae Rebo, pernah merasakan melahirkan di hutan karena tak sempat sampai di pelayanan kesehatan terdekat.

Namun, hal seperti itu menjadi sangat lumrah bagi Selis dan warga lainnya. "Kami dibekali temulawak sebagai obat alami. Obat ini dikunyah dan kami bawa ke mana-mana untuk mengantisipasi jika bayi kami lahir jauh dari pusat pengobatan," katanya.

Demi pendidikan, warga Wae Rebo harus berpisah dengan anak-anak mereka sejak usia sekolah. Anak-anak terpaksa tinggal di Denge yang mempunyai fasilitas sekolah dasar. Setiap akhir pekan, mereka akan kembali ke Wae Rebo, berkumpul dengan keluarganya.

Pemerintah Kabupaten Manggarai pada 2015 mulai membuka sekat isolasi dengan membangun fasilitas kesehatan di Wae Rebo. Sayangnya, fasilitas kesehatan itu rusak sebelum dipakai.

Bupati Manggarai Deno Kamelus menjanjikan akan mengecek kembali fasilitas kesehatan yang pernah dibangun pemkab. Soal sekolah, ia pun berjanji mendekatkan sekolah dengan anak-anak agar mereka bisa belajar dengan tenang dan nyaman.

Berita Terkini