Kelima, korban kekerasan seksual yang mengalami kehamilan sering kali sangat menderita karena kehamilan diindentikkan sebagai aib dan bencana bagi keluarga maupun lembaga tempat ia bekerja/sekolah/berada. Cukup banyak lembaga yang memberhentikan perempuan bekerja karena ia hamil, padahal ia adalah korban kekerasan. Demikian juga pelajar/mahasiswa juga kerap dikenakan aturan tidak boleh bersekolah karena membuat malu nama lembaga.
Rasa malu seharusnya justru terjadi ketika lembaga tidak mampu mengambil peran sebagai penyelamat bagi para korban kekerasan. Lembaga yang demikian hanya mencuci tangan dan mencari pembenaran diri. Sudah saatnya para korban mendapatkan keadilan. Secara lebih khusus lagi, anak yang di dalam rahim juga mendapat perlakuan kekerasan pula, baik karena pengakuan masyarakat yang tak adil dan karena akses akan kesehatan dan kenyamanan tidak semudah bagi seorang ibu pada umumnya.
Keenam, posisi perempuan yang lemah dibandingkan dengan laki-laki menyebabkan ia tidak diperlakukan sama atas sebuah kesalahan yang sama/serupa ataupun kejadian yang sama/serupa. Sebagai contoh, ketika gadis mengaku dirinya hamil (tanpa atau sebelum menikah), reaksi keluarga dan masyarakat cenderung opresif seperti: mempersalahkan, panik karena rasa malu keluarga, marah hingga mendapat kekerasan lainnya.
Namun ketika laki-laki menghamili perempuan sebelum menikah, reaksinya cenderung tidak sedramatis yang dialami perempuan. Misalnya saja, akan ada yang menganjurkan dengan mudah untuk "ya menikah saja toh", atau "bayar saja dendanya" atau malahan sesama lelaki bisa melihatnya sebagai "hal baik" yang patut dipuji tanda ia tidak mandul/impoten, ia adalah lelaki tulen. Untuk alasan moral dan apapun perbedaan perlakukan seperti ini sangat tidak adil bagi perempuan.
Masih banyak posisi tawar perempuan korban kekerasan seksual yang sangat lemah. Budaya masyarakat yang menomorduakan perempuan telah menyebabkan banyak perempuan korban menderita. Sudah saatnya kita menjadi masyarakat yang ramah terhadap perempuan, yang rasional dalam memandang persoalan dan yang adil serta bermartabat dalam bertindak.*