BUMI Flobamora meski terkenal kering, namun memiliki kekayaan tumbuh-tumbuhan khas daerah kering. Di antaranya adalah pohon lontar. Jutaan pohon lontar tumbuh dan tersebar di berbagai daerah di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Namun pohon lontar ini baru sebatas dimanfaatkan untuk menyadap cairan yang diolah untuk membuat gula dan minuman beralkohol. Padahal, tanaman ini bisa dikembangkan lagi untuk berbagai jenis manakan dan minuman serta kebutuhan lainnya untuk rumah tangga.
Di sisi lain, tanaman lontar yang menjadi ciri khas NTT ini juga terancam punah. Meski populasinya banyak di NTT, namun sekarang sudah berangsur berkurang. Apalagi, jenis tanaman ini juga tidak mudah berkembang biak dan membutuhkan waktu lama hingga bisa berproduksi.
Tamu kita kali ini adalah IN Widartha Mahayasa, pakar tanaman lontar yang juga meneliti dan mengembangkan komuditas lontar ini untuk dijadikan aneka makanan dan minuman ringan. Kini ia membina sejumlah kelompok UKM untuk memproduksi aneka makanan yang berbahan baku buah lontar. Usahanya mengembangkan aneka makanan dari buah lontar hingga dodol ini membuatnya menjadi salah satu penerima Upakarti dari Presiden RI tahun 2011 lalu. Berikut petikan perbincangan dengan Pos Kupang.
Anda begitu tertarik dengan tanaman lontar. Mengapa?
Jadi kalau saya ngomong lontar, betul saya kepingin sekali kembangkan lontar. Sebenarnya banyak sekali potensi palem yang ada di bumi NTT ini, jadi kita punya potensi palem, gewang dan lontar ini potensial sekali. Tetapi, saya sedih sekali kenapa lontar dan gewang ini lebih banyak kita abaikan. Nah, saya sudah katakan kalau kita propinsi ternak, itu gewang ini salah satunya potensi luar biasa untuk ternak.
Lontar ini kan juga potensi yang bagus untuk potensi ternak tersebut. Karena apa buahnya bisa diproses sedemikian rupa untuk dijadikan pakan ternak. Kita lihat sapi kita lihat makan putak dari gewang. Nah, kenapa kita tidak kembangkan gewang?
Saya pikir sayang sekali jika tidak dikembangkan. Kita lihat lontar ini kalau dilihat tumbuhnya di tempat yang ekstrim pun dia tumbuh. Kenapa kita tidak pikirkan, jutru kita datangkan jutsru komoditas lain untuk kita kembangkan di sini?
Apa yang menarik dari lontar?
Saya terinspirasi dari Almarhum Gubernur Piet Tallo. Beliau selalu katakan untuk kita mengerjakan sesuatu yang kita miliki yang sudah ada di tempat kita. Saya sebenarnya terobsesi begini pak, saya sudah temukan teknologi budi daya, budi daya dalam arti pembibitan. Orang mengatakan kalau pembibitan lontar sulit, jadi memang betul di dalam buku yang saya baca, untuk pembibitan orang sering menggunakan pot dengan ukuran 75-1 meter. Penelitian saya waktu S3 juga begitu.
Nah, saya mencoba-mencoba ternyata dalam temuan saya, dalam pot dengan ukuran 30 Cm, saja sudah bisa. Dan di lapangan saya temukan sekitar 27 bulan baru berkecambah, tumbuh daun muncul. Kalau dilihat, lontar kan biasanya kalau tumbuh kok daun duluan dan tidak seperti tanaman lainya batang terdahulu baru tumbuh daunnya.
Jadi, setelah saya teliti ternyata hasil rekayasa saya, tetapi bukan hasil rekayasa sulit yah, mudah sekali rekasaynya dan mahasiswa saya sudah pakai sekarang, itu Cuma empat bulan dan itupun 30 CM sudah bisa. Itu kan, sebenarnya baru satu modal nah kenapa tidak dikembangkan.
Lontar ini gampang tumbuhnya, kenapa harus dibudidaya?
Jadi begini, kalau kita bisa tanam dan kita jejerkan berjejer ini maka kita tidak sulit untuk sadap. Misalnya kita bisa tanam dengan bagus, dua setengah meter satu pohon, dua setengah meter satu pohon, jadi antara tangkai dengan tangkai kalau bisa kita sambung. Kan orang Rote dan Sabu begitu.
Sehingga jika naik tidak sulit bagi mereka yang sadap ini untuk pindah dari satu pohon ke satu pohon. Yang penting punya lahan yang luas, yang kita tanam. Jadi ini obsesi saya begitu loh. Sebab, katanya sampai saat ini masyarakat hanya mampu panjat 12 pohon untuk mereka naik turun-naik turun. Ini memang sulit karena membutuhkan tenaga yang banyak.
Apa potensi dari lontar ini?
Potensi lontar luar biasa. Saya sudah inventariskan sekitar 40-50 produk yang terbuat dari pohon lontar ini. Ini sudah luar biasa, dan lontar lebih potensial daripada kelapa.
Contoh hasil temuan saya, bagaimana memanfaatkan buah lontar yang sudah masak yang dari dulu orang sudah buang, tidak dimanfaatkan, bahkan kadang-kadang teman-teman katakan, wah ini kita baku rampas dengan binatang, karena saya ambil yang sudah matang ini pak. Yang jatuh, yah kita ambil yang sudah jatuh dan kita tidak perlu naik.
Karena kalau kita naik kan biaya produksinya makin naik. Nah ini karena sudah jatuh kita ambil kita pungut dan berarti biaya produksinya murah sekali. Dari buah lontar masak ini sudah saya inventarisir ada dan sudah saya buat sekitar tujuh atau delapan produk. Itu awal pertama kita buat sirup, terus dari sirup saya proses dari limbah loh.
Dari buah satu ini, limbahnya ini saya buat dodol, selai dan kerupuk. Itu dari limbah yang diambil dari setengah padat. Nah kemudian dari serabutnya, ini salah satunya lopo, keset , makanya ketika saya presentasekan di salah satu SKPD saya katakan betapa senangnya UKM saya kalau keset yang kita produksi ini kita buat di sana tidak tulisan welcome, tetapi kantor Gubernur NTT.
Anda juga sudah memproduksi ini dengan memberdayakan UKM...
Nah, berkaitan dengan produk ini, kalau kita tidak mau membantu UKM-UKM kita, siapa lagi yang mau membantu. Memang selama ini kita sudah bekerja sama dengan Pemkot. Pemkot seperti saat itu karena aktivitas saya sama istri saya akhirnya Kota melihat saya mungkin layak. Makanya saya katakan saya terima kasih sekali sebagai penerima Upah Karti.
Ini tantangan, saya katakan kepada Pak Kadis Perindustrian Propinsi, Pak Edi Ismail maupun Perindustrian Kota Kupang, saya katakan ini tantangan bagi saya. Cuma sekarang ini tantangan bagi saya muntuk terus mengembangkan usaha kecil ini untuk memproduksi aneka makanan, minuman dan jenis produk lainnya dari bahan lontar. Upaya yang saya lakukan adalah mentranfer ilmu ke teman-teman ini untuk dikembangkan.
Saya ini bukan pengusaha murni, bidang saya kan pengabdian bukan usaha, jadi bagaimana saya memanfaatkan teman-teman untuk memperkenalkan produk dari lontar ini. Kalau saya terus yang jalan wah sulit kan begitu saya. Tetapi mari kita sama-sama bergerak, jadi saya sudah sampai menbantu masyarakat sampai ke pasarnya. Jadi, awalnya kalau tidakada pasarnya mayarakat juga sulit untuk menerimanya.
Bagaimana Anda memperkenalkan aneka produk dari lontar ini?
Saat pertama semua produk ini tidak langsung diterima di pasaran. Sekian tahun baru dapat pasaran, pada awalnya produk ini ditolak, dan mulai diterima tapi dengan cara hutang dulu dan sampai sekarang mereka bayar dan mengejar saya. Yah syukur mungkin ini sudah rejeki saya, tetapi terus terang rejeki saya juga masih sedikit, bapak liat saja mobil saya ini mobil 87, pick up tapi luar biasa jasanya, kalau dia tidak ada saya bagaimana bisa cari uang.
Berapa kelompok yang Anda bina dan dampingi?
Sekarang saya sudah punya dua kelompok yang sudah produktif dan selama ini mereka yang produksi dan kami membantu sampai dengan pasarkan, jadi paking sampai dengan pasarkan. Jadi mereka datang bawa sampai dengan jadi. Permintaan cukup tinggi, bahkan saat Natal lalu, kita tidak bisa memenuhi semua permintaan konsumen.
Tadi ada beberapa jenis produk yang bisa dihasilkan dari lontar, apa saja yang sudah Anda buat?
Sementara ini yang jalan bagus dodol. Karena sirup itu sekerang kita mau rubah bukan sirup lagi tetapi sari. Nah sekarang saya kesulitan botolnya, karena banyak yang bawa ke Jawa, nah saya beli di teman-teman yang sudah bersih, dan saya tidak mau repot pak di sini.
Istilahya kalau bisa kita cari yang praktis yang bersih sehingga kita produksi sirup masukan sudah pastorisasi dan sebagainya sudah bagus baru kita pasar. Nah sekarang sulit, pasarnya mungkin pasar Jawa lebih bagus dia punya botol bekasnya itu. Yang terakhir yang saya temukan ini adalah krupuk.
Krupuk minta maaf, kalau sekarang lagi hujan-hujan begini yah susah untuk jemur. Kemudian ke depan, saya harap saya bisa membuat lebih banyak lagi. Sebab kalau kita sudah bisa membuat kerupuk, wah saya pikir ke depan ini potensi lontar ke depan luar biasa, kita bisa buat jajajanan macam-macam.
Anda sudah temukan berbagai produk dari lontar. Apakah sudah dipatenkan?
Memang saya punya paten tetapi paten saya lebih banyak saya mengabdikan. Jadi paten saya ini tidak saya komersilkan dan saya pikir siapa yang mau ambil paten saya, saya juga tidak tahu, sebab sesuatu yang baru memang memerlukan sekian tahun untuk orang mau ambil. Tetapi saya yakin kalau ada investor, salah satu pengusaha saja yang betul mau usaha lontar maka ini memiliki prospek yang baik. Bayangkan saja, dari buah mau jadi sirup kemudian dari sirup mau jadi selai, dia mau buat dodol, mau buat kue-kue lain, kerupuk, keset.
Kapan, Anda punya untuk kembangkan lontar? Budidaya atau membuat aneka produk makanan dari lontar?
Mungkin idealis, dalam sinopsis waktu saya penerima Upa Karti, saya katakan ide ini muncul pada tahun 1998 pada saat masa krisis. Saya melihat di TV orang begitu antusias memberi sumbangan, si kaya memberi sumbangan emas, uang. Terus saya pikir apa yang bisa saya sumbangkan, apakah uang tersebut sudah cukup disumbangkan kepada masyarakat.
Akhirnya sayamencoba dan ternyata saya mencoba formulasi sirup, saya ajarkan ke masyarakat waktu itu, kami coba sampai ke pasar ternyata pasar tolak. Karena ramuan kurang bagus, saya juga karena tidak pengalaman di bisnis, saya menganggap sudah cocok ternyata pasar tolak saya kan selama ini ditanaman bukan di makanan. Kemudian akhirnya saya stop dan saya coba meramu baru, waktu meramu itu berapa karung gula habis kemudian saya buang, saya buang begitu saja, kalau tidak salah sekitar tahun 2000 saya dapatkan ramuan yang bagus, kemudian saya coba pasarkan ternyata banyak yang menerima.
Apakah orang langsung menerima?
Memang pertama mereka komentar ini ramuan begini-begitu, tapi saya suruh mereka coba ternyata memang betul ramuanya cukup diterima. Ketika Walikota Kupang ada tamu Walikota Belanda, mereka coba pesan sirup saya ternyata diterima bagus. Cuma itu, kita kewalahan di botol itu. Setelah itu saya mulai kembangkan, saya lihat limbahnya maaf pak limba itu kalau orang tidak tahu katanya kotoran bayi.
Agak jijik juga kita buang waktu itu tapi gawat, nah saya tidur tiap hari Cuma pikir apa yang bisa saya kerjakan. Sampai sekarang saya terus berpikir apa yang bisa saya kerjakan. Setelah saya baca buku saya bilang sama nyonya (istri), coba yah kamu buat dodol yah. Nyonya ini sebagai prakteknya, saya ide-ide saya untung dia mau, dia dukung sekali. Duit dapur jug saya ambil untuk penelitian ini.
Dulunya saya tidak ada uang, setelah temukan saya usulkan baru saya dapatkan uang, baru saya buatkan dodol, buat dodol juga lama, kita kan tidak ada pengalaman, kita gagal, terus kita tanya orang buat dodol, dengan hasil yang bagus, kemudian kita diversifikasi terus, kita buat macam-macam lagi produk ini, buat selai, dan macam-macam sekali, sampai terakhir saya katakana coba kamu buat kerupuk dan jadilah.
Anda Begitu peduli dengan lontar. Tapi orang NTT sepertinya biasa-biasa saja.........
Tuhan sudah memberikan kekayaan pada NTT berupa gewang dan lontar ini. Jangan sampai kita buat jadi berantakan, atau lontar habis, gewang habis, saya perna orasi ilmia di Undana dan saya katakana kalau katakana apakah pak mau kalau budaya NTT akan hilang.
Pak lihat tali celana bahannya dibuat dari apa kan dari lontar dia punya tempat pinang kan dari lontar mau diganti dengan anyaman dari lidi ini maaf loh pak, saya katakan akan hilang ini akan dibiarkan saja begitu. Orang Sabu punya tarian padoa kan pake lontar juga pada bunyi-bunyian yang menggunakan haik itu.
Kota Kupang punya sasando, apa sasando mau diganti dengan kayu, kan tidak unik lagi. Tinggal sejarah semuanya, kita sekarang bersyukur diberikan kemurahan oleh Tuhan lontar masih banyak, ada juga yang masih hutan, tapi sampai kapan?
Sekarang Anda kembangkan dodol, bagaimana rasanya?
Pada pendampingan UMK, dodol dengan tingkatan manis
bisa kalau hanya dinaikan tingkat manis sih ndak masalah. Cuma sekarang yah betul saya setuju saja, biaya produksinya juga naik toh. Kalau ini manis atau kurang, ini pas.
Ini kenapa dodolnya masih noe, karena produk kita baru semua dan mereka baru antara tadi malam, nanti kalau sudah seminggu dia keras. Kemudian yang lain mereka buat dodol pakai mentega dibungkus untuk pembungkus lemak, jika dibuka ada semacam lapisan itu kan mentega. Tapi ada juga yang sarankan wah jangan, biar unik biar dodol yang ada ini biar seperti apa adanya.
(apolonia dhiu/alfred dama)
Punya Museum Lontar
POHON lontar yang berjumlah banyak di Propinsi NTT merupakan potensi yang bisa dikembangkan dan menjadi kebanggaan NTT. Bahkan, setiap proses budidaya hingga pemanfaatkan tanaman ini untuk produksi makanan bisa menjadi bahan belajar. Namun, tanaman lontar kini tidak disadari mulai berkurang.
Salah satu upaya menciptakan kecintaan pada tanaman lontar adalah NTT memiliki museum lontar. "Jadi dulu pernah saya usulkan mau buat museum lontar. Nah di museum itu dari A-Z ada di terpampang di situ, Jadi saya kepingin sekali, sebab di dunia tidak ada, bahkan teknologi saya ini di dunia tidak ada," jelas Dr. IN Widartha Mahayasa.
Ia sangat ingin mendirikan museum, sehingga semua teknologi tentang budidaya lontar hingga pengelohan tanaman lontar bisa disaksikan oleh semua orang. "Jadi saya kepingin sekali, bahkan teknlogi saya ini di dunia tidak ada yang saya temukan buahnya itu lah kalau tidak saya tidak dapat patenya.Paten kan lama, sekitar empat tahun baru saya dapatkan itu," jelas suami dari Laksmayanti, SE.
Dia menjelaskan, obesesi mendirikan museum lontar agar semua orang bisa melihat dan mengetahui manfaatkan daun lontar dan manfaatkan lain-lain dari lontar, misalnya dalam satu petak, buat nira begini, buat gula semut begini dan banyak lagi. "Nah ini kita pakai, pertama untuk agrowisata, pendidikan dan budidaya bagaimana, dari hulu ke hilir.
Ini kan potensi untuk obyek wisata, orang kan tidak semuanya tahu bagaimana membuat gula lempeng. Tahun-tahun 70-an kan lempeng dia nah makanya dinamankan gula lempeng, seperti apa itu. Bagaimana proses pembuatan gula hela dan lainnya," jelas pria murah senyum ini. (nia/alf)
IN Widartha Mahayasa
Lahir di Bali. tahun 1958
Dosen di Fakutas Pertanian Undana
Kepala Lembaga HAKI Undana
Istri: Laksmayanti, SE
Anak: Maya Mahayasih (Farmasi Jember smester III), Angga Mahayasah (SMAK Giovani) dan Astri Mahayasih (SMPN 2 Kupang)
S1 Universitas Jember (S1) Lulus tahun 1985,
S2 Universitas Padjajaran S2 lulus 1994
S3 Universitas Brawijaya Malang lulus tahun 2004
IN Widartha Mahayasa: Lontar, dari Budidaya hingga Dodol
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger