Wawancara Ekslusif
Prof. Anton Temukan Senyawa Kimia Undana A dan Senyawa Kimia Undana B dari Mangrove dan Koral Lunak
Kalau mau dibilang pengembangan obat dari laut asal Indonesia itu kebanyakan dilakukan oleh peneliti luar baik di Eropa, Amerika atau Kanada.
Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Guru Besar Bidang Kimia Bahan Alam Pada Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana, Prof. Dr. rer.nat. Antonius R. B. Ola, S.Si.,M.Sc. berhasil menemukan dua senyawa baru dari mangrove dan koral lunak yang ada di NTT.
Prof Anton menjelaskan, senyawa ini diberi nama Senyawa Kimia Undana A dan Senyawa Kimia Undana B sebagai bentuk ucapan terimakasih atas dukungan lembaga yang selama ini sudah mendukungnya melanjutkan pendidikan hingga mencapai gelar tertinggi di dunia akademik.
Berikut cuplikan wawancara eksklusif bersama Pos Kupang.
Apa hal menarik dari senyawa kimia bahan alam?
Baca juga: 18 Koordinator Prodi di FKIP Undana Resmi Dilantik, Ini yang Disampaikan Rektor Maxs Sanam
Senyawa kimia bahan alam itu sebenarnya senyawa yang dipakai oleh tanaman atau tumbuhan untuk beradaptasi terhadap lingkungan atau mempertahankan diri supaya bisa hidup misalnya supaya tahan terhadap kekeringan atau serangan dari serangga sehingga memproduksi senyawa yang bisa membantu mengatasi masalah serangga jadi sebenarnya itu adalah senyawa sekunder, senyawa sampingan yang diproduksi oleh tanaman untuk bisa bertahan hidup.
Apa yang membuatnya menarik untuk manusia?
Tadi saya katakan senyawa kimia bahan alam atau yang biasa disebut natural product itu biasanya berasal dari tanaman yang dipakai untuk beradaptasi terhadap lingkungan.
Nah kadang senyawa yang dipakai untuk beradaptasi terhadap lingkungan ini ternyata punya khasiat dan kebanyakan senyawa kimia bahan alam yang diteliti ini adalah dari tanaman yang dipakai oleh manusia, baik itu untuk mengatasi hama maupun untuk pengobatan.
Contohnya mungkin paling bagus itu obat anti malaria. Dua obat yang ditemukan baik klorokuin, kuinin atau artemis ini sebenarnya berasal dari tanaman obat yang dipakai oleh manusia, contohnya masyarakat Amazon kalau demam mereka menggunakan kulit kina.
Setelah diteliti ternyata dari kulit kina ini ada senyawa kuinin yang mempunyai aktivitas anti malaria. Dari situ baru manusia memodifikasi kemudian lahirlah obat anti malaria, klorokuin.
Baca juga: Wawancara Eksklusif - 4S Kebijakan Strategis Kelola Sumber Daya Pesisir Inklusif dan Berkelanjutan
Contohnya berikutnya di Cina, kalau demam mereka menggunakan rebusan tanaman yang namanya artemisina. Kemudian ada Profesor Cina yang meneliti apa kira-kira yang ada di dalam ekstrak rebusan dari tanaman artemisina ini, dari sini baru dia menemukan bahwa ada senyawa artemisinin yang kemudian dipakai sebagai obat anti malaria sekarang dan penemu dari Cina itu yang menjadi orang Kimia Bahan Alam pertama yang memperoleh hadiah nobel di bidang kedokteran tahun 2015.
Jadi memang sebenarnya kita di Indonesia, di NTT itu mempunyai potensi yang sangat besar karena biodiversitas kita ditambah dengan laut itu kita menjadi negara dengan tingkat biodiversitas yang paling tinggi, nomor satu di dunia.
Berarti kebanyakan penelitian ini berangkat dari kearifan lokal masyarakat setempat?
Benar sekali. Salah satu contoh di NTT, di Timor kadang ada yang menggunakan batang kayu ular untuk dipakai sebagai obat anti malaria dan itu memang sudah dikaji juga tetapi orang pertama yang mengkaji tentang senyawa kimia bahan alam dari pohon kayu ular asal Timor itu adalah orang Jepang, tahun 1988.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.