Opini
Opini: Jangan Takut pada One Piece, Rayakan Kreativitas dalam Semangat Kemerdekaan
Jangan buru-buru memberi makna yang menimbulkan ketakutan, seolah simbol tersebut merupakan ancaman.
Fenomena ini bisa dibaca melalui kacamata budaya tandingan (counter culture), yakni ekspresi budaya yang lahir dari ketidakpuasan terhadap budaya dominan.
Teoretikus budaya Dick Hebdige (1979) dalam bukunya Subculture: The Meaning of Style, menjelaskan bahwa subkultur sering kali menggunakan simbol-simbol yang dimaknai ulang (re-appropriated) untuk menantang tatanan sosial yang mapan.
Dalam hal ini, penggunaan simbol Jolly Roger adalah strategi kreatif untuk menciptakan ruang makna baru di tengah rutinitas nasionalisme yang makin seragam dan institusional.
Mereka bukan sedang melecehkan kemerdekaan, melainkan ingin menjadi bagian dari narasi itu, dengan bahasa dan simbol mereka sendiri.
Dari sisi psikologi komunikasi, keberanian menampilkan sesuatu yang berbeda atau menyimpang dari norma umum merupakan strategi untuk menarik perhatian publik.
Fenomena ini dijelaskan oleh Berlyne (1960) dalam konsep arousal potential, bahwa manusia lebih mudah merespons stimulus yang bersifat baru, kompleks, atau tidak terduga karena memicu rasa ingin tahu dan perhatian.
Itulah sebabnya, tindakan nyeleneh, seperti mengibarkan bendera bajak laut, lebih cepat viral daripada upacara bendera biasa.
Jadi, mereka yang memasang simbol One Piece bukan semata ingin memberontak, melainkan ingin didengar.
Simbol itu adalah “pancingan” komunikasi: agar negara, media, atau komunitas dewasa lainnya mau membuka ruang dialog.
Kemerdekaan Bukanlah Monumen, tapi Ruang Hidup
Melihat kemunculan simbol Jolly Roger dari One Piece di ruang publik menjelang peringatan HUT ke-80 RI, kita sebaiknya berhenti menilai ekspresi semacam ini sebagai gangguan atau pembangkangan.
Sebaliknya, ini adalah sinyal bahwa generasi muda sedang berusaha membangun hubungan emosional dan simbolik mereka sendiri dengan makna kemerdekaan.
Ketimbang sekadar mengulang bentuk-bentuk simbolik yang bersifat seremonial, mereka memilih jalan yang lebih kontekstual.
Rasanya ini relevan dengan identitas budaya dan media yang mereka konsumsi sehari-hari.
Kemerdekaan tak layak dibakukan hanya dalam bentuk monumen, upacara formal, atau simbol-simbol yang beku dalam narasi masa lalu.
Yayan Sakti Suryandaru
One Piece
Jolly Roger
bajak laut
topi jerami
Opini Pos Kupang
Universitas Airlangga Surabaya
Kemerdekaan
Opini: Kita Butuh Polisi yang Tidak Gagap Hukum |
![]() |
---|
Opini: Guru Mesti Menjadi Pembawa Damai |
![]() |
---|
Opini: Kontribusi Kepemimpinan Etis bagi Organisasi |
![]() |
---|
Opini: APBD Perubahan, Instrumen Korektif dalam Tata Kelola Keuangan Daerah |
![]() |
---|
Opini: Efisiensi TKD, Saatnya Daerah Berhenti Bergantung dan Mulai Kreatif Secara Fiskal |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.