Ende Terkini

Terlindungi Sejak Lahir, Inovasi JKN Ubah Masa Depan Anak Ende

Selama lebih dari sepuluh tahun melayani bangsa, BPJS Kesehatan terus menunjukkan komitmennya dalam menghadirkan akses kesehatan yang inklusif. 

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/ALBERT AQUINALDO
Kantor BPJS Kesehatan Ende di Jalan Melati, Kota Ende, Kabupaten Ende, Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Keenam kabupaten tersebut adalah Ende, Nagekeo, Ngada, Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat, dengan total penduduk mencapai 1.563.500 jiwa. Meski begitu, data kepesertaan BPJS Kesehatan di wilayah ini bahkan melebihi 100 persen, yakni sebanyak 1.617.563 jiwa.

“Kalau dilihat, memang angkanya di atas 100 persen karena kami juga menghitung warga dari luar kabupaten yang faskes-nya ada di wilayah kami. Jadi cakupan dihitung berdasarkan fasilitas layanan, bukan hanya domisili,” jelas Nara Grace Boru Ginting, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Ende.

Namun dari total penduduk, jumlah peserta yang aktif terdaftar dan terlayani di fasilitas kesehatan hanya sekitar 1,4 juta jiwa atau 91,35 persen.

“Artinya belum semua penduduk yang benar-benar aktif. Ada yang belum memiliki kartu JKN, atau pernah terdaftar tapi statusnya tidak aktif,” tambah Nara Grace.

Perjalanan menuju UHC di wilayah ini tak terjadi dalam semalam. Kabupaten Ende menjadi pelopor dengan status UHC yang diraih sejak tahun 2019. 

Menyusul kemudian Nagekeo pada Desember 2023, dan Ngada pada Oktober 2024. Kini, di tahun 2025, seluruh enam kabupaten tersebut telah mencapai target minimal cakupan 98 persen.

Dorongan utama datang dari pemerintah daerah yang terus berlomba-lomba mengejar UHC.

“Keistimewaannya, ketika status UHC tercapai, warga yang belum terdaftar tapi sakit bisa langsung didaftarkan dan kartunya aktif saat itu juga tanpa menunggu. Ini yang memotivasi daerah untuk segera mencapai UHC,” terang Nara Grace.

Dalam struktur kepesertaan, kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) mendominasi hingga 70 persen, mencerminkan bahwa mayoritas masyarakat di wilayah ini memenuhi syarat sebagai penerima bantuan iuran dari pemerintah.

Kontribusi dari APBD daerah mencapai sekitar 10 persen, sedangkan sisanya berasal dari peserta mandiri, pekerja penerima upah (PPU), dan badan usaha.

Uniknya, justru masyarakat desa yang paling aktif dalam mendaftarkan diri sebagai peserta JKN. Hal ini karena desa-desa terus didorong untuk melakukan validasi data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) agar bisa dibiayai lewat PBI.

“Desa-desa bahkan lebih cepat menyambut program ini dibanding masyarakat kota. Warga desa sangat kooperatif dalam validasi data. Sementara masyarakat kota yang lebih mapan ekonominya, lebih banyak di segmen mandiri dan pekerja,” ujarnya.

Meski UHC telah tercapai, tantangan belum sepenuhnya usai. Salah satu persoalan krusial adalah validitas administrasi kependudukan (adminduk).

“Banyak warga belum punya dokumen kependudukan yang lengkap. Kalau belum butuh, mereka belum mengurus. Ini jadi hambatan saat ingin mendaftarkan mereka sebagai peserta JKN,” jelas Nara Grace.

Dari sisi iuran, segmen mandiri dan badan usaha kerap mengalami kesulitan dalam pembayaran. Di sisi lain, terbatasnya SDM kesehatan, seperti dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis di beberapa faskes, turut mempengaruhi kualitas pelayanan.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved