NTT Terkini
Pemerintah Provinsi NTT Bakal Kaji Data Ratusan Ribu Anak Tidak Sekolah
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) bakal melakukan kajian mendalam tentang ratusan ribu anak tidak sekolah (ATS).
Penulis: Irfan Hoi | Editor: Apolonia Matilde
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur bakal melakukan kajian mendalam tentang ratusan ribu anak tidak sekolah (ATS).
Data Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) NTT hingga 8 Juli 2025 menunjukan bahwa jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di Provinsi NTT mencapai 145.268 anak.
"Kita akan melakukan penelitian, apakah angka itu betul atau tidak," kata Wakil Gubernur NTT, Johni Asadoma, Senin (14/7/2025) di Kantor Gubernur NTT.
Mantan Kapolda NTT ini menyebut, penelitian itu juga dimaksudkan untuk menelaah penyebab dari munculnya angka demikian. Kemungkinan, kata dia, anak-anak itu putus sekolah, atau faktor lainnya.
"Ini kan sebabnya bisa macam-macam, apakah karena ekonomi. Apakah karena orang tua memang tidak mau lagi menyekolahkan mereka. Ekonominya cukup, tapi orang tua bilang sudah langsung kerja, buat apa sekolah. Bisa saja terjadi (alasan) seperti begitu," ujar dia.
Aspek lainnya yang terjadi dibalik angka ATS itu adalah ketakutan anak ke sekolah karena dibully atau lainnya. Untuk itu, Pemerintah perlu melakukan telaah lebih jauh.
"Ini akan dikerjakan oleh tim satgas evaluasi SPMB," katanya.
Sebelumnya, Ombudsman RI perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkapkan ada belasan ribu anak di NTT tidak sekolah.
Angka ini tersebar di 22 kabupaten/kota. Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) merupakan penyumbang terbesar anak tidak sekolah dengan angka 22.459, kemudian kabupaten Sumba Barat Daya sebanyak 13.900 dan Kabupaten Kupang sebanyak 11.628 anak.
"Alasan anak tidak sekolah adalah; anak tidak mau sekolah, tidak ada biaya, sekolah jauh dari rumah dan merasa cukup dengan tingkat pendidikan yang ada," kata Beda Daton, Jumat (11/7/2025).
Ombudsman, kata dia, terus mendorong agar pemerintah daerah melalui berbagai kebijakan harus berupaya membebaskan biaya pendidikan di sekolah negeri agar semua anak memiliki akses pendidikan yang sama.
"Sekolah negeri diharapkan benar-benar menjadi tempat di mana semua anak tanpa kecuali, bisa belajar dan bertumbuh," tambah dia.
Dengan begitu, Beda Daton menyebut, keluarga tidak mampu bisa mengenyam pendidikan. Sebab, seringkali sekolah menerapkan standar biaya tinggi dan kerap membatasi akses pendidikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.