Undana

Undana Gelar Diskusi Publik, Membangun Kota Bebas Sampah

Dalam sambutannya, Wakil Dekan I FISIP Undana, Dr. Mas’amah, S.Pd., M.Si, menegaskan pentingnya pengelolaan sampah untuk masa depan Kota Kupang.

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/YUAN LULAN
DISKUSI PUBLIK - Foto bersama dalam diskusi publik bertema Membangun Kupang Bebas Sampah di Ruang Terbuka Administrasi Negara, Fakultas FISIP, Kamis, (5/6/2025). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yuan Lulan

POS-KUPANG.COM, KUPANG  – Universitas Nusa Cendana (Undana) dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) menggelar diskusi publik bertema Membangun Kupang Bebas Sampah di Ruang Terbuka Administrasi Negara, Fakultas FISIP, pada Kamis, (5/6/2025). 

Acara ini menghadirkan empat narasumber, yaitu Dr. David Pandie, M.Si (Dosen Administrasi Negara Undana), Agnes Dau (Community Engagement Officer Yayasan PIKUL), Wildrian Ronald Otta (Sekretaris Satgas Sampah Kota Kupang), dan Febrianto Bintara (Staf Advokasi Sahabat Alam Walhi NTT).

Dalam sambutannya, Wakil Dekan I FISIP Undana, Dr. Mas’amah, S.Pd., M.Si, menegaskan pentingnya pengelolaan sampah untuk masa depan Kota Kupang.

Ia menyoroti bahwa sampah adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, namun dapat diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. 

“Kita melihat ada bunga di meja ini dari sampah daur ulang, seperti bekas tempat minuman yang dijadikan vas. Ini contoh kecil yang bisa kita lakukan,” ujarnya. 

Baca juga: Dosen Faperta Undana Perkuat Ketahanan Pangan Lokal Melalui Budidaya Kacang Hijau 

Ia juga memuji komitmen Wali Kota Kupang dalam pengelolaan sampah, termasuk lomba kebersihan lingkungan untuk pelajar dan iklan publik tentang pengelolaan sampah. 

Dr. Mas’amah menambahkan bahwa Undana telah memiliki bank sampah yang dikelola oleh Dharma Wanita Persatuan, di mana sampah dari lingkungan kampus dikumpulkan setiap Jumat untuk didaur ulang.

Wildrian Ronald Otta, yang akrab disapa Andre Otta, menyampaikan data bahwa Kota Kupang menghasilkan 232-250 ton sampah per hari, dengan 55 persen merupakan sampah organik yang dapat dikelola di tingkat RT/RW. 

Ia memaparkan strategi pemerintah kota, seperti penyediaan 1.700 tempat sampah di tingkat RT, distribusi roda tiga untuk pengangkutan sampah di setiap kelurahan, dan pemetaan ulang rute pengangkutan.

“Kami juga mendorong pengolahan sampah organik untuk pupuk dan maggot. Pemerintah telah menganggarkan dana untuk membeli pupuk organik seharga Rp15.000 per kg dan maggot Rp25.000-Rp35.000 per kg,” jelasnya. 

Andre menekankan pentingnya koordinasi melalui SK Wali Kota untuk memastikan pengangkutan sampah berjalan lancar, didukung call center pelaporan.

Baca juga: Mahasiswa Komunikasi Undana dan Komunitas Babagi Deng Hati berbagi Kasih di SD Negeri Uehani

Dr. David Pandie mengingatkan bahwa kesadaran lingkungan global dimulai sejak Konferensi Dunia tentang Lingkungan Hidup pada 5 Juni 1972, yang kini diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. 

Ia mengusulkan pendekatan ekonomi sirkuler dalam pengelolaan sampah, dengan mengutip sastrawan Agus Nur: “Kota akan lenyap jika tidak hidup dalam jiwa penghuninya.” 

Menurutnya, Kupang menghasilkan 0,7 kg sampah per orang per hari, dan dengan populasi mendekati 500.000 jiwa, tantangan pengelolaan semakin besar.

 Ia menekankan perlunya paradigma baru yang memandang sampah sebagai sumber daya bernilai, bukan beban. “Jika kita abai, sampah akan membunuh kita. Teluk Kupang sudah sarat dengan plastik, yang dapat mencemari ikan dan mengancam kesehatan kita,” tegasnya.

Febrianto Bintara dari Walhi NTT mengkritik hegemoni perusahaan besar penghasil sampah plastik.

 Ia menyoroti bahwa plastik berasal dari eksploitasi sumber daya alam seperti minyak bumi dan batubara, yang telah merusak lingkungan bahkan sebelum menjadi sampah. 

“Untuk membuat bungkus Indomie, hutan dirusak, masyarakat adat digusur. Perusahaan seperti Unilever dan Wings menghasilkan sampah plastik, tapi masyarakat yang disalahkan karena membuang sembarangan,” katanya.

 Ia mendesak negara untuk mengintervensi produksi plastik dengan kebijakan berbasis ekonomi Pancasila, seperti membatasi penggunaan plastik dan mendorong bahan yang mudah terurai.

Agnes Dau dari Yayasan PIKUL berfokus pada dampak sampah terhadap komunitas pesisir. Berdasarkan data 2022 dari DLHK, Kupang menghasilkan 227,93 ton sampah per hari, namun hanya 19,38 ton yang terkelola. 

Ia menyebutkan keluhan nelayan tentang pencemaran laut akibat limbah rumah tangga dan industri, yang memaksa mereka memancing lebih jauh hingga melampaui batas 12 mil.

 “Sampah plastik menumpuk di Teluk Kupang, terutama saat musim barat, merusak ekosistem seperti terumbu karang dan lamun,” ujarnya. 

Hasil brand audit di Oesapa dan Pasir Panjang menunjukkan 5,4 % sampah berasal dari Wings Group, sementara banyak sampah plastik seperti kantong kresek tidak teridentifikasi mereknya.

Diskusi ini diadakan di taman hutan FISIP Undana, yang disebut Dr. Mas’amah sebagai warisan dosen senior yang memberikan suasana sejuk dan oksigen melimpah. 

Diskusi ini diharapkan menjadi langkah awal untuk mendorong kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam mewujudkan Kupang bebas sampah. (uan)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved