Nasional Terkini

Peneliti Siapkan Peta Jalan Riset dan Konservasi Spesies Migrasi Jantung Segitiga Terumbu Karang

Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, Iqbal Herwata, menyebut kawasan BLSK merupakan habitat kunci bagi spesies laut bermigr

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO
Lokakarya bertajuk “Pemetaan Penelitian dan Identifikasi Kesenjangan Studi Spesies Bermigrasi di Bentang Laut Sunda Kecil: Menuju Perumusan Rencana Aksi Regional untuk Spesies Migrasi” digelar di Timor Leste 

POS-KUPANG.COM, DILI - Kawasan Bentang Laut Sunda Kecil (BLSK), yang membentang di jantung Segitiga terumbu karang dan dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia, menjadi sorotan utama dalam upaya pelestarian spesies laut bermigrasi. 

Mitra implementasi Konsorsium Proyek Solutions for Marine and Coastal Resilience (SOMACORE) di BLSK yaitu Konservasi Indonesia dan Conservation International Timor Leste memulai lokakarya strategis bersama 55 peserta selama tiga hari di Dili, Timor Leste, untuk menyusun peta jalan riset dan konservasi spesies migrasi di kawasan ini.

Lokakarya bertajuk “Pemetaan Penelitian dan Identifikasi Kesenjangan Studi Spesies Bermigrasi di Bentang Laut Sunda Kecil: Menuju Perumusan Rencana Aksi Regional untuk Spesies Migrasi” ini berlangsung mulai hari ini hingga Rabu, 8 Mei 2025 dan dihadiri oleh pemangku kepentingan dari Indonesia dan Timor Leste, termasuk perwakilan pemerintah, akademisi, peneliti, dan organisasi masyarakat sipil.

Focal Species Conservation Senior Manager Konservasi Indonesia, Iqbal Herwata, menyebut kawasan BLSK merupakan habitat kunci bagi spesies laut bermigrasi.

Spesies migrasi ini mencakup spesies yang terancam punah, termasuk elasmobranch, mamalia laut, dan penyu. Karenanya kawasan unik yang meliputi kedua negara ini menjadi sangat krusial untuk dikelola bersama secara terintegrasi, baik dari sisi perencanaan dan implementasi di lapangan.

“Laut Sawu dan Selat Ombai adalah habitat penting yang digunakan secara intensif oleh spesies bermigrasi. Banyak spesies migrasi di Bentang Laut Sunda Kecil yang masih kekurangan data pergerakan, yang membatasi pemahaman tentang habitat penting, koridor migrasi, dan pola musiman,” ungkap Iqbal.

Selain itu, kata dia, modernisasi perikanan tradisional meningkatkan tekanan terhadap spesies bermigrasi dan alat tangkap dengan selektivitas rendah meningkatkan risiko tangkapan sampingan (bycatch). 

Sejak Juni 2024, berbagai kegiatan untuk mendukung proyek SOMACORE telah dilakukan dalam kemitraan erat dengan para pemangku kepentingan utama di tingkat lokal, nasional, dan regional di Indonesia dan Timor Leste untuk menyelaraskan prioritas dan target pemerintah dengan Rencana Aksi Regional 2.0 (RPOA 2.0).  

RPOA 2.0 berfokus pada penguatan kerja sama regional, peningkatan pengelolaan kawasan konservasi perairan, mengatasi dampak perubahan iklim, mempromosikan perikanan berkelanjutan, mendukung mata pencaharian masyarakat pesisir, dan membangun basis data spesies yang terancam punah. 

“Penting untuk memperkuat kolaborasi lintas batas dengan memetakan penelitian terkait spesies migrasi yang sudah ada, mengidentifikasi kesenjangan dalam penelitian, dan mengembangkan rekomendasi untuk pengelolaan spesies bermigrasi yang efektif dan strategis dalam pengembangan ekonomi biru di Bentang Laut Sunda Kecil,” ujar Transboundary Oceans Senior Advisor Konservasi Indonesia, Ketut Sarjana Putra.

Indonesia dan Timor Leste tergabung dalam CTI-CFF (Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security), kemitraan multilateral enam negara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste) yang bekerja sama untuk mempertahankan sumber daya laut dan pesisir yang luar biasa, melalui penanganan isu-isu krusial seperti ketahanan pangan, perubahan iklim, dan keanekaragaman hayati laut.

Baca juga: 1.200 Bibit Terumbu Karang Ditanam di Pantai Wairita Sikka, Danlanal Beri Apresiasi

“Kawasan BLSK merupakan prioritas konservasi yang sangat penting karena keanekaragaman terumbu karangnya yang luar biasa, habitat terumbu karang yang unik, dan peran penting dalam konektivitas ekologi sumber daya perikanan.

“Wilayah ini mendukung berbagai fase kehidupan spesies laut, termasuk migrasi, pemijahan, mencari makan, dan area asuhan,” ujar Christovel Rotinsulu, Deputy Executive Director of Program Services CTI-CFF Regional Secretariat.

Terselenggaranya lokakarya ini sebagai wadah sinergi yang sangat penting dalam memperkuat upaya perlindungan spesies migrasi di kawasan BLSK.

“National Coordinating Committee (NCC) CTI-CFF Indonesia menyambut baik pelaksanaan lokakarya ini sebagai forum strategis untuk menyatukan berbagai inisiatif dan meningkatkan efektivitas konservasi spesies bermigrasi di BLSK,” ujar Anita Setianingsih mewakili NCC CTI-CFF Indonesia dalam sambutannya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved