Nasional Terkini

Forum Purnawirawan TNI "Goyang" Gibran, Usulkan Wapres Diganti Lewat MPR

Adapun usulan itu menjadi bagian dari delapan usulan Forum Purnawirawan TNI yang ditandatangani ratusan purnawirawan.

Editor: Ryan Nong
ISTIMEWA/POS-KUPANG.COM
PRABOWO DAN GIBRAN – Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka bersama-sama saat sebelum pelaksanaan Pilpres 2024. Kini Forum Purnawirawan TNI mengusulkan Gibran diganti melalui MPR. 

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Forum Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (Forum Purnawirawan TNI) mengusulkan agar Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka diganti melalui MPR. 

Menurut Forum Purnawirawan TNI, pergantian itu harus dilakukan karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Adapun usulan itu menjadi bagian dari delapan usulan Forum Purnawirawan TNI yang ditandatangani ratusan purnawirawan dari tiga matra TNI, mulai dari jenderal hingga kolonel.

Usulan tersebut terdiri dari, pertama, kembali ke UUD 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.

Keddua, mendukung Program Kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.

Ketiga, menghentikan PSN PIK 2, PSN Rempang dan kasus-kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.

Keempat, menghentikan tenaga kerja asing Cina yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja Cina ke Negara asalnya.

Kelima, pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.

Keenam, melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

Ketujuh, mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.

Kedelapan, mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman

Respon Penasehat Presiden

Terhadap usulan tersebut, Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto menyebut presiden menghormati dan memahami pikiran-pikiran itu. Karena presiden dan para purnawirawan satu almamater dengan purnawirawan tersebut.

Namun, sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, dan Panglima Tertinggi TNI, presiden tidak bisa serta-merta menjawab itu.

Wiranto mengatakan, presiden perlu mempelajari isi dari delapan poin usulan pernyataan tersebut. Karena terkait masalah-masalah yang tidak ringan dan fundamental. Presiden memiliki kekuasaan/kewenangan yang terbatas.

Wiranto menyebut, dalam negara yang menganut trias politika, ada pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. 

"Maka usulan-usulan yang bukan bidangnya presiden, bukan domain presiden, tentu presiden tidak akan menjawab atau merespon itu," ujar Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (24/4).

Wiranto menambahkan, kebijakan presiden, keputusan presiden, atau arahan presiden, tidak semata-mata muncul dari satu sumber. Presiden mendengarkan, tapi tidak hanya satu sumber dan kemudian presiden mengambil keputusan/kebijakan. 

"Harus banyak sumber-sumber lain yang beliau dengarkan," ucapnya.

Wiranto menyebut, presiden dalam memberi keputusan bukan hanya fokus kepada satu bidang. Sebab, banyak bidang-bidang lain yang harus dipertimbangkan presiden sebelum mengambil keputusan.

"Oleh karena itu beliau berpesan tadi kepada saya, agar disampaikan kepada masyarakat agar tidak ikut berpolemik masalah ini. Tidak ikut menyikapi pro dan kontra karena hanya akan menimbulkan kegaduhan-kegaduhan yang akan menggangu kebersamaan kita, keharmonisan kita sebagai bangsa," pungkas Wiranto.

Respon Politisi PDIP

Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Sitorus menghargai pendapat yang disampaikan oleh para Purnawirawan TNI tersebut. Sebab, dia menilai pendapat itu merupakan hal setiap orang sebagai warga negara.

Namun, soal soal usulan itu disampaikan kepada MPR RI, Deddy mengatakan hal tersebut harus dilihat secara konstitusional apakah bisa dilaksakana atau tidak.

“Jadi kalau ada yang berpendapat seperti itu, saya kira hak mereka lah. Tinggal dilihat secara konstitusional bisa apa enggak,” kata Deddy Sitorus dikutip dari Tribunnews.

Deddy pun berpendapat, saran yang disampaikan oleh para Purnawirawan TNI itu hal yang bagus. Dia bahkan berkelakar mendukung usulan tersebut.

“Tapi itu saran yang bagus sih kalau menurut saya. Lho enggak, kan namanya saran. Saran kan artinya itu menjadi pertimbangan bagi berbagai pihak,” ucap Deddy.

Deddy juga ditanya soal usulan dari para Purnawirawan TNI yang menilai Wapres Gibran banyak menabrak konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pemilu kemarin.

“Ya kan kalau berangkat dari putusan MK, kan ada yang janggal di situ, tetutama ketika KPU mengubah PKPU langsung menerima pendaftaran Gibran. Tapi ketika kejadiannya lain, beda lagi kan, bukin PKPU, ubah PKPU,” jelasnya.

Deddy pun menegaskan pihaknya tak mengiyakamn ataupun menidakkan usulan dari para Purnawirawan TNI itu. Namun, dia mengingatkan setiap orang punya hak untuk menyampaikan pendapat dan usulan.

“Bukan saya mengiyakan atau mentidakkan usulan itu. Itu kan hak orang menyampaikan usulan,” tandasnya.

Pandangan Pengamat

Direktur Eksekutif Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens, menilai usulan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai langkah yang inkonstitusional dan mustahil terjadi. 

Boni menegaskan, wacana tersebut justru memperkeruh suasana politik nasional di tengah upaya pemerintah menjaga stabilitas negara.

"Dalam demokrasi konstitusional Indonesia, hal macam itu (usulan mengganti wapres) mustahil bisa terjadi. Presiden dan Wakil Presiden adalah dwitunggal yang dipilih secara bersama dan secara langsung oleh rakyat dalam Pemilu. Adalah suatu hal yang inkonstitusional apabila ada upaya menggantikan wakil presiden di tengah jalan," kata Boni kepada wartawan, Selasa (22/4/2025). 

Boni menjelaskan tidak ada satu pun ketentuan hukum dalam UUD maupun peraturan perundang-undangan lain yang memungkinkan penggantian wakil presiden di tengah masa jabatan.

Pasal 7A UUD 1945, kata dia, hanya menetapkan beberapa dasar pemakzulan presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya.

"Hal itu terjadi apabila salah satu atau keduanya terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya maupun terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden. Sejauh ini, tidak ada satu pun dari klausul itu yang dilakukan oleh wakil presiden Gibran," ujar Boni.

Boni menduga kuat para pengusung ide penggantian Wapres ini hanya mau memperkeruh suasana politik nasional di saat pemerintah sedang bekerja keras dan solid mengatasi potensi ancaman multidimensi. 

Terutama, kata dia, di bidang ekonomi sebagai dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) alias China.  

"Kita harus bisa membedakan politik kekuasaan dan politik kebangsaan. Politik kekuasaan berbicara soal merebut kekuasaan dan itu ranahnya ada di Pemilu. Kalau tidak menyukai presiden atau wakil presiden ya silakan bersaing lagi di pemilu berikutnya. Sedangkan, politik kebangsaan berbicara tentang komitmen dan aksi nyata dalam membangun bangsa dan negara," ungkap Boni.

Oleh karena itu, Boni mengingatkan semua elemen bangsa menahan diri agar tidak terjebak dalam politik kekuasaan semata. 

"Apa yang dilakukan oleh kelompok yang menyudutkan Wapres Gibran adalah politik kekuasaan yang vulgar dan inkonstitusional. Gerakan macam ini berpotensi mengganggu stabilitas politik dan jalannya pemerintahan demokratis hasil Pemilu," tutur Boni.

Sebelumnya Mantan Komandan Korps Marinir TNI Letnan Jenderal TNI (Purn) Suharto menyatakan, sikap pihaknya terhadap program-program pemerintah di bawah Presiden RI Prabowo Subianto.

Kata dia, para Purnawirawan TNI sejatinya mendukung seluruh program Prabowo yang akan dijalankan selama lima tahun ke depan.

Hanya saja, Suharto menyinggung soal peran Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Menurut dia, Prabowo sebagai presiden hasil Pemilu tidak perlu lagi berada di bawah bayang-bayang Jokowi.

"Kami mendukung Prabowo asal tetap pada jalurnya, jangan diperdulikan lagi itu Jokowi," kata Suharto kepada awak media di sela acara Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dengan Tokoh Masyarakat di Kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (17/4/2025).

Menurut Suharto, Jokowi sejauh ini tidak memiliki kiprah apapun untuk bangsa Indonesia.

Dirinya beranggapan, mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga tidak keluar keringat sama sekali untuk bangsa ini.

"Jokowi itu apa track recordnya untuk negara itu apa? Keringat nya untuk negara itu apa? Gak ada," ujar dia.

Tak cukup di situ, Suharto sebagai bagian dari Purnawirawan Jenderal TNI juga merasa tersinggung dengan posisi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka di kursi Wakil Presiden RI saat ini.

Menurut dia, program pemerintahan Prabowo bisa berjalan tanpa harus melibatkan wakilnya di pemerintah.

"Belum sampe umur 40 sudah saya beri hormat gitu? Gamau saya, saya masuk Akabri tahun 1965, saat bapaknya mlitur aja mungkin belum, maaf ya kasar ini, tapi itu (nyatanya)," ujar dia.

"Kita belain dia, tapi kita belain dia prabowo tanpa anaknya Jokowi, ya, track recordnya dia apa? Track record kalau saya tanya track record itu keringat dia kepada Republik tuh mana?" tandas Suharto.

Sebagai informasi, acara Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dengan Tokoh Masyarakat ini turut dihadiri oleh sejumlah pensiunan Jenderal TNI.

Mereka di antaranya yakni mantan Dankormar Letjend TNI (Purn) Suharto, Mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Slamet Subianto hingga Mantan KSAU, Marsekal TNI (Purn) Hanafi Asnan dan sejumlah tokoh masyarakat lain, seperti Ratna Sarumpaet, Roy Suryo, hingga Said Didu. 

Satu dari delapan tuntutan forum tersebut yakni: Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. (*)

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved