Breaking News

Wisata NTT

Wisata NTT, Jelajah ke 3 Tempat Wisata untuk Lihat Rumah Adat yang Masih Asli 

Budaya daerah di masing-masing pulau di NTT juga begitu mempesona dan menakjubkan baik dalam bentuk  adat istiadat maupun seni arsitektur berupa

Penulis: Alfred Dama | Editor: Alfred Dama
pariwisata.manggaraikab.go.id
Pemandangan alam desa Wae Rebo yang cantik 

Mencapai perkampungan ini tidaklah mudah. Wisatawan harus berjalan kaki selama dua jam untuk bisa tiba di lokasi. 

Wisatawan umumnya membeli paket perjalanan wisata dengan rute Labuan Bajo-Wae Rebo-Ruteng-Bena-Ende-Wologai-Kelimutu-Maumere, serta sebaliknya dari arah timur.  

Selain ketiga kampung yang disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa kampung lain yang bisa dikunjungi bila wisatawan ingin tahu lebih jauh soal rumah adat khas NTT. 

Kampung-kampung tersebut, antara lain Kampung Adat Bangka Tuke, Kampung Tradisional Poka, Kampung Tradisional Tenda, dan Kampung Tradisional Woang.  Bisa dibilang, Kabupaten Manggarai dikenal sebagai kabupaten dengan ratusan rumah adat yang masih asli, walaupun sebagiannya sudah beratapkan seng. 

Dosen Unika Santo Paulus Ruteng, Dr Marianus Tapung atau Manto Tapung menyampaikan, perkampungan tradisional dengan rumah adat beratap ijuk dari pohon enau atau aren mempertahankan keasliannya. 

"Dari segi adaptasi perkembangan dan efisiensi, banyak rumah adat yang sudah menggunakan atap seng. 

Ini merupakan bagian dari warisan peradaban budaya kuno (arkais) orang Manggarai. Pada zaman kuno, pemanfaatan sumber daya alam menjadi bagian upaya mempertahankan hidup dan melindungi diri dan komunitas keluarga," jelasnya kepada Kompas.com

Tapung menjelaskan, Hal ini didasarkan pada kesadaran ekologis manusia yang menyatu dengan alam, dan alam menjadi sumber kehidupan bagi manusia. 

Alam digunakan seadanya dan digunakan sepenuhnya untuk keberlanjutan hidup manusia, bahkan nenek moyang orang Manggarai memiliki warisan intelektual secara otodidak dalam membangun rumah adat dan pribadi. 

"Iya, benar sekali. Leluhur orang Manggarai memiliki pengetahuan simetris dan asimetris berkembang baik dan seimbang, bahkan sampai sekarang," ujarnya. 

Ada hubungan simbolis metaforis, lanjut Tapung, bahwa apa yang menjadi kebijakan pembagian tanah sawah dan tanah ladang menurut strata sosial masyarakat Manggarai merujuk pada pola joglo rumah gendang. 

Terkait hal itu, bila semakin mendekati pusat maka seseorang semakin memiliki status sosial yang tinggi atau otoritas yang besar, berlaku pula sebaliknya. Adapun pola pembagian menurut strata sosial ini, dipandang adil dan merata, serta menciptakan keseimbangan simbolis metaforis. (Kompas.com/*)

Baca artikel lain di Pos Kupang.com KLIK >>> GOOGLE.NEWS

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved