Nasional Terkini
APBN Tekor Rp104,2 Triliun, Sri Mulyani Jamin tidak Jebol
Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan realisasi APBN 2025 memiliki defisit Rp104,2 triliun per 31 Maret 2025.
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 memiliki defisit Rp104,2 triliun per 31 Maret 2025.
Dalam paparannya pada Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta Pusat, Selasa (8/4), angka defisit ini setara 0,43 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Meski begitu, Sri Mulyani mengungkap defisit ini masih berada di bawah batas defisit yang ditetapkan Undang-Undang No 62 Tahun 2024 tentang APBN 2025 dan sudah disetujui DPR di angka 2,53 persen. “2,53 persen itu artinya defisit Rp616 triliun,” ujar Sri Mulyani.
Untuk pendapatan, per Maret 2025 pendapatan negara ada di Rp516,6 triliun dengan total belanja negara Rp620,3 triliun. Pendapatan tersebut terdiri dari penerimaan dari perpajakan sebesar Rp 400,1 triliun dan PNBP senilai Rp 115,9 triliun.
Sementara untuk belanja negara, angka Rp620,3 triliun di bulan Maret terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 413,2 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 207,1 triliun.
Meski terjadi defisit, Sri Mulyani menegaskan APBN di era Presiden Prabowo Subianto tidak akan berantakan. Ia memastikan APBN 2025 tetap dalam kondisi sehat dan terjaga, meskipun menghadapi ketidakpastian global. Termasuk potensi tekanan dari kebijakan tarif impor yang diteken Presiden AS, Donald Trump.
Baca juga: Makan Bergizi Gratis Didanai APBN 2025 Sebesar Rp 71 Triliun
Sri Mulyani menyebut anggaran negara telah dirancang secara hati-hati untuk tetap mendukung berbagai program strategis tanpa mengorbankan prinsip kehati-hatian fiskal. APBN 2025 kata dia tetap prudent dan sustainable meskipun banyak program prioritas yang digulirkan oleh Presiden.
"Karena dalam sebulan terakhir ini dibuat headline untuk membuat seolah-olah APBN tidak sustainable, tidak prudent, dan ini akan menjadi berantakan. Tidak!" tegasnya.
"Presiden (Prabowo) memang punya banyak program, tapi itu semuanya didesain dalam APBN yang tetap prudent dan sustainable. Jadi, ini yang menjadi anchor bagi kita untuk menyampaikan bahwa jangan kita semua menambah keresahan yang tidak perlu untuk hal-hal yang sebenarnya fundamentally masih baik," janjinya.
Sri Mulyani kemudian eminta para pengamat dan ekonom untuk membantu masyarakat terhindar dari keresahan. Permintaan ini juga spesifik disampaikan kepada perwakilan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) yang hadir.
Ia lalu mencontohkan bagaimana pihaknya menjaga belanja negara untuk tetap on track. Sang Bendahara Negara menegaskan APBN bekerja untuk melindungi masyarakat. Misalnya, melalui subsidi, dana desa, sampai transfer ke daerah (TKD).
"Pembiayaan APBN karena banyak yang mengatakan apakah APBN akan defisit dan defisitnya nanti akan berapa? APBN didesain dengan defisit 2,53 persen sesuai UU APBN ... Sampai dengan sekarang, defisit dan pembiayaan kita bisa issued Rp250 triliun, untuk surat berharga negara (SBN) kita Rp282 triliun," jelasnya.
Baca juga: Donald Trump Terapkan Tarif Impor 32 Persen ke Indonesia, Berlaku 9 April 2025
"Memang terjadi kenaikan karena kita melakukan front loading, mengantisipasi bahwa Pak (Donald) Trump akan membuat banyak disruption. Jadi, kalau kita melakukan front loading bukan karena kita enggak punya duit, karena kita memang strategi dari issuance kita mengantisipasi ketidakpastian yang pasti akan membuat kenaikan," tambah Ani.
Sri Mulyani berjanji pemerintahan Prabowo akan menjaga penarikan utang secara prudent, transparan, dan hati-hati. Di lain sisi, ia mengatakan pemerintahan Prabowo tetap akan menjaga program-program pendidikan. Ani bahkan menyebut ada sejumlah inisiatif baru yang dilakukan negara.
Kementerian Keuangan mencatat bahwa hingga kuartal I 2025 berbagai program pemerintah berjalan sesuai jalur, termasuk belanja negara untuk ketahanan pangan, energi, pendidikan, dan kesehatan.
Pemerintah, kata dia, telah menyalurkan subsidi pupuk sebanyak 1,3 juta ton dalam tiga bulan pertama dan bantuan makanan bergizi kepada 2,6 juta penerima.
Program pendidikan dan kesehatan, termasuk pemeriksaan kesehatan gratis, juga terus dijalankan. Bahkan, berbagai inisiatif baru tetap bisa dibiayai dalam ruang fiskal yang tersedia.
Tak hanya itu, alokasi untuk sektor pertahanan dan dana desa juga tetap masuk dalam struktur APBN tanpa menambah beban fiskal.
Baca juga: Dampak Tarif Impor Donald Trump: PHK Besar-besaran di Depan Mata
Sri Mulyani menekankan bahwa seluruh program sudah diperhitungkan secara menyeluruh, termasuk sumber pendanaannya, seperti dividen dari BUMN.
"Itu semuanya dibiayai di dalam amplop APBN yang ada. Jadi, jangan khawatir. Tidak jebol APBN-nya! Banyak yang mengatakan apakah APBN-nya jebol? Tidak! Program-program Bapak Presiden ada di dalam ruang APBN yang ada," tuturnya.
"Postur dari APBN kita sampai dengan akhir Maret (2025) itu sekarang sudah dalam situasi membaik. Kemarin headline seolah-olah mengatakan, 'Oh penerimaan pajak mengalami kontraksi dan lain-lain'," kata Ani.
“Jadi kami ingin menyampaikan bahwa APBN tetap terjaga sebagai anchor confidence, karena ini penting sekali,” ucapnya.
Sebelumnya sejumlah pakar ekonomi sempat melabeli kondisi APBN sebagai "tanda kekhawatiran". Hal itu mengacu pada defisit APBN yang terjadi pada Februari 2025 lalu.
Ekonom dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, mengatakan defisit APBN pada Februari itu adalah yang pertama kalinya dalam beberapa tahun.
"Pada tahun-tahun sebelumnya—2024, 2023, dan 2022—realisasi APBN periode Februari selalu surplus. Ini baru pertama kali per akhir Februari sudah defisit," ujar Andri.
Andri memprediksi kondisi ini kemungkinan besar akan terus terus berlanjut jika program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membebani APBN terus berlanjut.
Baca juga: Prabowo Utus Airlangga Negosisasi Tarif Impor Trump
"Defisit APBN akan sangat mungkin menyentuh batas pelanggaran UU yakni di 3 persen jika kondisi dan arah kebijakan pemerintah terus berlangsung hingga akhir tahun," ujarnya.
Andri merujuk ke batas defisit 3?ri Produk Domestik Bruto (PDB) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sejak diterbitkan, batas itu tidak pernah dilanggar kecuali pada masa pandemi COVID-19.
Sementara Achmad Nur Hidayat, ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, memperingatkan penerimaan pajak mengalami "penurunan tajam".
"Hingga Februari 2025, penerimaan pajak baru mencapai Rp187,8 triliun atau 8,6?ri target APBN. Capaian ini anjlok 30,19 % dibandingkan penerimaan pajak pada Februari 2024 yang mampu mencapai Rp269,02 triliun," ujarnya.
Baik Achmad maupun Andri menyebut salah satu penyebab turunnya penerimaan dari sektor pajak adalah Coretax dan hal ini harus segera dievaluasi pemerintah. (tribun network/lit/igm/dod)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.