Berita Internasional Terkini

Media China Sebut VOA Dibuang Pemerintah Amerika Serikat Seperti Kain Kotor

Global Times menyebut VOA sebagai sumber berita yang sering menyebarkan propaganda anti-China. 

|
Editor: Dion DB Putra
DOK VOA
CHINA SAMBUT GEMBIRA - Media pemerintah China menyambut gembira penutupan Voice of America. 

POS-KUPANG.COM, BEIJING - Media massa China menyebut Voice of America (VOA) telah dibuang pemerintah Amerika Serikat laksana kain kotor.

"Mercusuar kebebasan yang mereka sebut sebagai VOA kini telah dibuang oleh pemerintahnya sendiri seperti kain kotor," tulis media China, Global Times  dikutip dari The Independent, Rabu (19/3/2025). 

Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menghentikan pendanaan bagi Voice of America (VOA) dan Radio Free Asia (RFA) disambut dengan gembira media pemerintah China.  

Global Times menyebut VOA sebagai sumber berita yang sering menyebarkan propaganda anti-China. 

Media ini juga menuduh VOA dan RFA menyebarkan berita palsu tentang pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang, ketegangan di Laut China Selatan, serta berbagai tuduhan lain yang merugikan citra China di dunia.   

"VOA telah lumpuh! Begitu juga dengan Radio Free Asia yang selama ini sama jahatnya terhadap China," ujar mantan pemimpin redaksi Global Times, Hu Xijin.  

Beijing Daily, media lain yang diduga dikelola oleh Partai Komunis China, menyebut VOA sebagai penyebar kebohongan tentang genosida Uyghur di Xinjiang.   

Di luar China, mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen, juga menyambut baik keputusan Presiden Donald Trump.  

Ia menyebut langkah ini sebagai kontribusi besar dalam menghilangkan berita palsu, disinformasi, kebohongan, distorsi, dan kekacauan di seluruh dunia.   

Dukungan juga datang dari Margarita Simonyan, pemimpin redaksi media Rusia RT, yang menyebut kebijakan Trump sebagai keputusan luar biasa.   

"Hari ini adalah hari perayaan bagi saya dan kolega saya di RT dan Sputnik," ujar Simonyan dalam acara bincang-bincang mingguan di RT.   

Simonyan menuduh VOA dan RFA sebagai penyebar propaganda anti-Rusia dan mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa menutup media-media tersebut, tetapi AS  sendiri yang akhirnya melakukannya. 

Sebaliknya, banyak pihak di AS mengecam langkah Trump. Clayton Weimers, Direktur Eksekutif Reporters Without Borders di AS, mengatakan bahwa kebijakan ini justru menguntungkan rezim otoriter seperti China.   

"Rezim-rezim otoriter adalah pemenang terbesar dari keputusan ini. Mereka kini bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh kepemimpinan AS dalam kebebasan media dengan propaganda mereka sendiri," ujarnya.   

Anggota Kongres AS, Raja Krishnamoorthi, dari Komite Khusus DPR untuk Kompetisi Strategis antara AS dan Partai Komunis China, juga mengkritik keputusan tersebut.   

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved