Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Jumat 7 Maret 2025, 'Waktunya Akan Datang'
Tuhan menginginkan puasa yang sejati, yaitu tindakan kasih, keadilan, dan perbaikan hubungan antar manusia.
Oleh : Bruder Pio Hayon SVD
POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Hari Jumat sesudah Rabu Abusesudah Rabu 7 Maret 2025 ditulis Bruder Pio Hayon SVD berjudul, "Waktunya Akan Datang".
Bruder Pio Hayon SVD menulis renungan Pekan Biasa VIII merujuk pada Bacaan I: Yes. 58: 1-9a Injil: Mat. 9: 14-15.
Berikut ini teks lengkap renungan yang ditulis oleh Bruder Pio Hayon SVD hari ini.
Saudari/a yang terkasih dalam Kristus
Salam damai sejahtera untuk kita semua. Setiap kita hidup dalam rentangan waktu tertentu dan semua kita hidup di dalam waktu itu.
Maka setiap orang punya rentangan waktu sendiri-sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan sendiri karena selalu ada limit waktu tertentu untuk setiap orang.
Saudari/a terkasih dalam Kristus
Hari ini, bacaan dari Yesaya dan Injil Matius mengajak kita untuk merenungkan makna puasa, kebangkitan harapan, dan perubahan yang akan datang dalam kehidupan kita.
Dalam bacaan pertama (Yes. 58: 1-9a) ini, Tuhan melalui nabi Yesaya menegur umat-Nya tentang praktik puasa yang tidak tulus. Mereka melakukan ritual puasa, tetapi tetap berbuat zalim dan tidak peduli terhadap sesama.
Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 6 Maret 2025, Menyangkal Diri dan Memikul Salib
Tuhan menginginkan puasa yang sejati, yaitu tindakan kasih, keadilan, dan perbaikan hubungan antar manusia. Puasa yang dimaksudkan bukan hanya sekadar menahan diri dari makanan, tetapi juga menahan diri dari perilaku yang merugikan orang lain.
Tuhan mengingatkan kita bahwa ketika kita berpuasa dengan benar, kita akan merasakan kehadiran-Nya dan mendapatkan jawaban atas doa-doa kita. Sedangkan di dalam Injil (Mat. 9: 14-15), Yesus menjelaskan kepada murid-murid Yohanes Pembaptis mengapa pengikut-Nya tidak berpuasa.
Ia menyatakan bahwa saat Dia ada di tengah mereka, waktunya adalah waktu sukacita. Namun, ada saatnya ketika Dia akan diambil dari mereka, dan saat itulah mereka akan berpuasa.
Ini menunjukkan bahwa ada waktu untuk segala sesuatu, termasuk waktu untuk merasakan kesedihan dan penyesalan, tetapi juga waktu untuk bersukacita dan merayakan kehadiran Tuhan.
Titik refleksi dan permenungan kita adalah Apa makna puasa bagi saya? Apakah saya hanya menjalankannya sebagai ritual ataukah saya menghayatinya dengan mendalam?
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.