Liputan Khusus

Lipsus - Bawaslu Nilai Vicente Tak Penuhi Syarat di Pilkada Belu

Pemohon sendiri dalam permohonan mendalilkan Vicente Hornai Gonsalves tidak memenuhi syarat karena merupakan mantan terpidana.

Editor: Ryan Nong
POS-KUPANG.COM/AGUS TANGGUR
Ratusan massa dari Aliansi Keluarga Besar Vicente Hornai Gonsalves (VHG) saat menggelar aksi damai di depan Mapolres Belu. Kamis (23/1/2024).  

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Christafora Fernandez memberikan keterangan terkait dalil permohonan yang menyebut calon wakil bupati nomor urut 1 pemilihan bupati (Pilbup) Kabupaten Belu Vicente Hornai Gonsalves tidak memenuhi syarat untuk maju dalam kontestasi.

Pemohon sendiri dalam permohonan mendalilkan Vicente Hornai Gonsalves tidak memenuhi syarat karena merupakan mantan terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Adapun perkara Nomor 100/PHPU.BUP-XXIII/2025 telah memasuki tahap Sidang Mendengarkan jawaban termohon, keterangan pihak terkait, dan keterangan Bawaslu, serta pengesahan alat bukti.

Sidang ini dilaksanakan Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Kamis (23/1).

Christafora menyampaikan, pihaknya menerima laporan terkait dugaan pelanggaran administrasi dan tindak pidana pemilihan yang dilakukan Vicente Hornai Gonsalves.

Laporan tersebut pada pokoknya menyebut Vicente Hornai Gonsalves memberikan keterangan palsu bahwa dirinya tidak pernah dipidana.

Setelah melakukan kajian dan telaah hukum, laporan pelanggaran administrasi dan tindak pidana pemilihan yang dilakukan Vicente Hornai Gonsalves diduga melanggar Pasal 184 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun Tahun 2015 tentang

Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).

Selanjutnya, laporan tersebut ditindaklanjuti hingga ke proses penyidikan Polres Belu. Namun sampai batas akhir penyidikan, Vicente Hornai Gonsalves tidak kooperatif setelah dilakukan pemanggilan selama tiga kali.

"Setelah diadakan pencarian oleh penyidik, terlapor (Vicente Hornai Gonsalves) juga tidak ditemukan," ujar Christafora di Ruang Sidang Pleno, Gedung I MK, Jakarta, Kamis (23/1).

Bawaslu Kabupaten Belu bersama Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) akhirnya tidak dapat menetapkan calon bupati nomor urut 1 itu sebagai tersangka, karena Vicente Hornai Gonsalves tidak mau dimintai keterangan.

Namun dalam penanganan pihaknya, mereka menyimpulkan Vicente Hornai Gonsalves diduga melakukan pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme dalam tahapan pendaftaran pasangan calon.

"Sehingga Bawaslu Kabupaten Belu mengeluarkan rekomendasi pelanggaran administrasi pemilihan kepada KPU Kabupaten Belu untuk ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Christafora.

"KPU Kabupaten Belu menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Kabupaten Belu dengan menyatakan pelanggaran administrasi hasil kajian Bawaslu Kabupaten Belu terbukti sebagai pelanggaran administrasi pemilihan yang dilakukan oleh calon wakil bupati atas nama Vicente Hornai Gonsalves. Sehingga tidak tepat rekomendasi ditujukan kepada KPU Kabupaten Belu, karena prosedur formal dalam tahapan pencalonan dilaksanakan sesuai tata cara, prosedur, dan mekanisme," sambungnya.

Syarat Terpenuhi

Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Belu sebagai Termohon menyampaikan, pasangan calon nomor urut 1 Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves telah memenuhi syarat dalam kepesertaannya di Pilbup Kabupaten Belu.

Kuasa hukum Termohon, Thomas Mauritius Djawa menyampaikan, KPU Kabupaten Belu tak melewatkan satupun proses selama proses pendaftaran, verifikasi dokumen, hingga penetapan pasangan calon dalam Pilbup Kabupaten Belu.

Selama proses penelitian dokumen dan verifikasi administrasi, KPU Kabupaten Belu tidak menemukan pasangan calon yang tidak memenuhi syarat. Khususnya terkait dalil keikutsertaan Vicente Hornai Gonsalves sebagai calon wakil bupati, permohonan Pemohon tidaklah beralasan menurut hukum.

Thomas juga menyampaikan, Bawaslu Kabupaten Belu mengeluarkan rekomendasi terkait dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan Vicente Hornai Gonsalves.

Terdapat dua poin utama dalam rekomendasi tersebut, yakni telah terbukti adanya pelanggaran administrasi oleh calon wakil bupati nomor urut 1 dan meminta KPU Kabupaten Belu untuk menindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"KPU kemudian melakukan telaah dan kajian hukum terkait rekomendasi yang disampaikan Bawaslu. Pada akhirnya kami tetap pada keputusan yang telah ditetapkan Termohon," Thomas.

Tidak Sesuai Fakta

Kemudian, Pihak Terkait dalam Perkara Nomor 100/PHPU.BUP-XXIII/2025 adalah pasangan calon nomor urut 1 atas nama Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves.

Ridwan Syaidi Tarigan sebagai kuasa hukum Pihak Terkait menyampaikan, dalil permohonan Pemohon ihwal Vicente Hornai Gonsalves yang disebut sebagai mantan terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak tidak sesuai fakta dan keadaan hukum yang sebenarnya.

"Bahkan cenderung fitnah untuk mencemarkan nama baik Pihak Terkait. Serta dalam menghilangkan hak konstitusional Pihak Terkait maupun hak konstitusional dari sebagian besar masyarakat Kabupaten Belu yang telah mempercayakan suaranya dengan memilih dan memenangkan Pihak Terkait," ujar Ridwan.

Ridwan membantah Vicente Hornai Gonsalves tidak memenuhi syarat dalam pencalonan sebagai calon wakil bupati seperti yang didalilkan Pemohon.

Apalagi tidak ada keberatan dari pihak manapun, termasuk Pemohon dalam tahap verifikasi administrasi dan faktual.  Ia juga membantah Vicente Hornai Gonsalves berbohong terkait statusnya sebagai mantan terpidana. Sebab dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang diterbitkan Polres Belu, calon wakil bupati nomor urut 1 itu menerangkan dengan tulisan tangan bahwa dirinya "pernah dihukum pada tahun 2004 dan sudah diputus di PN Atambua".

Selain itu, Thomas menambahkan Vicente Hornai Gonsalves dipidana karena kasus kekerasan seksual terhadap anak. Faktanya pada 20 tahun lalu, Vicente Hornai Gonsalves yang masih muda tidak mengerti hukum pidana di Indonesia dan melarikan gadis untuk dinikahi, yang menurut adat tempatnya berasal itu dibolehkan.

"Oleh karena calon wakil bupati nomor urut 1, Vicente Hornai Gonsalves berasal dari Timor Timur yang yang ketika terjadi referendum Timor Timur merdeka tahun 1999, dirinya bersama keluarga besarnya beserta belasan ribu warga Timor Timur lainnya, yang pro dan cinta Indonesia memilih untuk bergabung ke Indonesia dan secara besar-besaran mengungsi ke Kabupaten Belu," ujar Ridwan.

"Maka hal tersebut membuktikan bahwa permohonan Pemohon senyatanya manipulatif, penuh rekayasa, bahkan terkesan fitnah untuk mencemarkan nama baik calon wakil bupati nomor urut 1, Vicente Hornai Gonsalves," sambungnya.

Di samping itu, ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU Pilkada yang mengatur calon tidak pernah menjadi terpidana kecuali telah secara terbuka mengemukakan statusnya kepada publik, kata Ridwan, secara hukum tidak mengikat dan tak relevan untuk diterapkan ke Pihak Terkait.

"Khususnya kepada calon wakil bupati nomor urut 1, Vicente Hornai Gonsalves, yakni dengan mendasarkan pada asas hukum tidak berlaku surut, asas non retroaktif, di mana asas non retroaktif tersebut pada pokoknya menyatakan suatu peraturan perundang-undangan tidak boleh berlaku surut, yang berarti bahwa undang-undang hanya dapat diterapkan pada peristiwa yang terjadi setelah undang-undang tersebut disahkan," ujar Ridwan.

Sebagai informasi, Pemohon adalah pasangan calon nomor urut 2, Taolin Agustinus-Yulianus Tai Bere yang Vicente Hornai Gonsalves seharusnya tidak bisa berpasangan dengan Willybrodus Lay sebagai peserta Pilbup Kabupaten Belu.

Vicente Hornai Gonsalves pernah melakukan tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) terhadap anak, sebagaimana tercantum dalam Putusan Pengadilan Negeri Atambua Nomor: 186/PID/B/2003/PN.ATB tanggal 17 Januari 2004.

Namun, Vicente Hornai Gonsalves tidak jujur dalam pemenuhan persyaratan administrasi calon pasangan bupati dan wakil bupati Kabupaten Belu.

Padahal, pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak menjadi salah satu mantan terpidana yang tidak diperbolehkan mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah.

Thomas Mauritius Djawa (tengah) kuasa hukum Termohon KPU Belu di Sidang MK
Thomas Mauritius Djawa (tengah) kuasa hukum Termohon saat membacakan keterangan pada sidang Perkara Nomor 100/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati Belu, pada Kamis (23/1) di Ruang Sidang Panel 3 MK.

Tuntut Keadilan

Ratusan massa dari Aliansi Keluarga Besar Vicente Hornai Gonsalves (VHG) menggelar aksi damai di Mapolres Belu. Kamis (23/1). Mereka menuntut keadilan atas tuduhan pencemaran nama baik yang ditujukan kepada Vicente Hornai Gonsalves (VHG), Wakil Bupati terpilih Belu periode 2024-2029.

Aksi dimulai dari Rumah Jabatan Bupati Belu, dilanjutkan ke Kantor Bawaslu Belu dan berakhir di Polres Belu.

Dalam tuntutannya, Manuel Martins selalu koordinator meminta agar pihak kepolisian segera memproses hukum terhadap sejumlah nama yang diduga terlibat dalam pencemaran nama baik Vicente.

Aliansi Keluarga Besar VHG menyampaikan pernyataan sikap yang menegaskan bahwa Vicente Hornai Gonsalves tidak pernah dipidana atas kejahatan seksual sebagaimana isu yang beredar. Mereka menganggap tuduhan tersebut sebagai bentuk pembunuhan karakter yang sangat keji.

Menurutnya, pasca pemilihan Bupati dan wakil Bupati Belu 27 November 2024 yang menghasilkan Paket Sahabat Sejati (Wilibrodus Lay dan Vicente Hornai Gonsalves) sebagai pemenang dengan angka kemenangan yang sangat signifikan.

"Atas kemenangan besar yang diraih paket Sahabat Sejati, telah mengisahkan kisah pemfitnaan yang begitu kejam terhadap saudara kami yaitu Bapak Vicente Hornai Gonsalves," ujarnya.

Berdasarkan hal tersebut, Keluarga Besar Vicente Hornai Gonsalves menyatakan sikap bahwa Vicente Hornai Gonsalves berdasarkan fakta dan hukum tidak pernah dipidana atas kejahatan seksual. Tuduhan tersebut sangat kejam dan merongrong harkat dan martabat keluarga. (pembunuhan karakter yang sangat keji)

Kedua, melaporkan Bernard Sakarias Anin dan Jeremias L. M. Haekase selaku kuasa Hukum dari paslon AT-AK, kepada Polres Belu untuk segera melakukan tindakan terhadap yang bersangkutan sesuai hukum yang berlaku.

Ketiga, melaporkan Egi Nurak kepada Polres belu sebagai pelapor. Keempat, meminta MK memutuskan sengketa pilkada Belu secara adil sesuai kewenangan dan undang-undang yang berlaku.

Usai melakukan orasi didepan Polres, sejumlah perwakilan keluarga melakukan audiens dengan Kapolres Belu, AKBP Benny Miniani Arief.

KPU Flotim Klarifikasi Mobilisasi Pemilih

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Flores Timur (Termohon) membantah dalil yang disampaikan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Flores Timur Nomor Urut 1 Y.A.T. Lukman Riberu-Zakarias Paun selaku Pemohon Perkara Nomor 211/PHPU.BUP-XXIII/2025. Termohon menyebut telah melakukan mobilisasi para pengungsi pada 25 – 26 November 2024.

MK menggelar Sidang Lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Flores Timur Tahun 2024 tersebut pada Kamis (23/1). Sidang kedua ini beragendakan mendengarkan jawaban Termohon serta keterangan Pihak Terkait dan Bawaslu.

Sidang Panel Hakim 3 dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat didampingi dua anggota yakni Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dari Ruang Sidang Pleno, Gedung I MK.

KPU Kabupaten Flores Timur melalui kuasa hukumnya, Yeffry Amazia Galla, menyatakan pemilih yang mengungsi di luar wilayah Kabupaten Flores Timur menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk memobilisasi mereka kembali ke Flores Timur.

Sebagai informasi, tingkat partisipasi pemilih di Kecamatan Wulanggintang tercatat 39,80 persen, sementara di kecamatan lainnya mencapai 60,30 persen, sehingga total tingkat partisipasi di kedua kecamatan tersebut adalah 46,74 persen.

Terkait dalil Pemohon yang menyebutkan banyak pengungsi yang tidak dimobilisasi, Termohon menjelaskan kegiatan pemobilisasian telah dilaksanakan pada 25-26 November. Namun, berdasarkan laporan dari KPPS di posko-posko pengungsian, banyak pemilih yang tidak dapat ditemukan saat pembagian formulir Model C Pemberitahuan, karena mereka sudah tidak berada di lokasi pengungsian.

“Untuk memastikan pemilih dimaksud, maka Termohon berkoordinasi dengan Pemerintah Flores Timur untuk meminta bantuan menyiapkan kendaraan untuk fasilitas pemilih ke TPS namun Pemerintah Flores Timur juga sedang fokus memfasilitasi kendaraan untuk memulangkan pengungsi dari Kabupaten Sikka ke Flores Timur, maka Termohon diminta untuk koordinasi dengan jajaran KPU Flores Timur agar membantu memfasilitasi pengungsi pemilih dari TPS yang telah direlokasi tersebut,” jelas Yeffry.

Kemudian, Termohon melakukan koordinasi dengan Bawaslu Kabupaten Flores Timur terkait fasilitas kendaraan untuk pemilih yang alamat domisilinya tidak sesuai TPS relokasi. Bawaslu menyarankan agar Termohon menyiapkan layanan transportasi untuk pemilih tersebut. Sebagai tindak lanjut, Termohon menyiapkan sekitar delapan unit kendaraan untuk memfasilitasi pemilih yang berada di lokasi relokasi.

Dalam keterangannya, Ketua Bawaslu Flores Timur Ernesta Katana, menjelaskan berdasarkan hasil pengawasan yang tercantum dalam Laporan Pengawasan tanggal 6 Desember 2024 serta Formulir Model D. Kejadian Khusus dan/atau Keberatan Saksi-KWK, Bawaslu Kabupaten Flores Timur mencatat beberapa keberatan yang ditemukan selama pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara.

Beberapa masalah yang disoroti, antara lain di Kecamatan Adonara Timur, terdapat penarikan surat suara oleh Petugas Pemungutan Suara (PPS) dari Desa Karing Lamalouk TPS 002 ke Desa Bilal TPS 001, serta penarikan 100 surat suara lainnya oleh PPS di kecamatan tersebut.

Sementara keterangan Pihak Terkait Antonius Doni Dhein dan Ignasius Doli (Paslon nomor urut 2) diwakili Parulian Siregar menyatakan Termohon telah melaksanakan kewajibannya dalam memobilisasi pemilih di wilayah terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, yaitu di Kecamatan Wulanggitang dan Ile Bura.

Pihak Terkait menyampaikan bahwa Pemohon mendasarkan permohonannya pada opini subjektif tanpa didukung fakta hukum yang kuat. 

Cabup Krisman Penuhi Dokumen Tidak Pailit

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sabu Raijua sebagai Termohon menyampaikan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 Krisman Bernard Riwu Kore-Thobias Uly (Pihak Terkait) telah memenuhi seluruh persyaratan terkait kepesertaan dalam pemilihan bupati (Pilbup) Kabupaten Sabu Raijua.

Salah satu yang sudah dipenuhi dan didalilkan dua Pemohon adalah Surat Keterangan Tidak Sedang Dinyatakan Pailit dari calon bupati nomor urut 2 Krisman Bernard Riwu Kore.

Jawaban Termohon tersebut disampaikan Josua Victor selaku kuasa hukum Termohon dalam Sidang Mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait, dan Keterangan Bawaslu, serta Pengesahan Alat Bukti Perkara Nomor 300/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dilaksanakan Panel 3 dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Kamis (23/1).

Josua menjelaskan Termohon mendapatkan surat dari Pemohon setelah proses pemungutan suara terkait dugaan pemalsuan dokumen Surat Keterangan Tidak Sedang Dinyatakan Pailit.

Namun, dokumen surat keterangan tidak pailit itu merupakan tangkapan layar yang seolah-olah benar dan beredar di masyarakat Kabupaten Sabu Raijua. Kendati demikian, Termohon tetap menindaklanjuti tangkapan layar tersebut dengan melakukan klarifikasi kepada Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Sedang Dinyatakan Pailit dari calon bupati nomor urut 2 Krisman Bernard Riwu Kore.

"Surat Keterangan Tidak Sedang Pailit Nomor 778/SK/HK/08/2024/PNSby, atas Nama Krisman Bernard Riwu Kore adalah benar dikeluarkan Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 16 Agustus 2024 dan memenuhi syarat sebagai bukti pemenuhan syarat pendaftaran calon bupati Sabu Raijua tahun 2024," ujar Josua di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.

Dalam sidang tersebut, Prinsipal Pihak Terkait yang juga Krisman Bernard Riwu Kore hadir untuk menyampaikan bahwa dirinya sudah memperoleh Surat Keterangan Tidak Sedang Dinyatakan Pailit dari PN Surabaya pada 12 Agustus 2024.

"Selain itu, Pengadilan Negeri Surabaya pada 3 Januari (2024) telah menegaskan kembali bahwa surat tersebut adalah asli," ujar Krisman.

Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Sabu Raijua Markus Haba menyampaikan, pihaknya tidak menerima satupun laporan yang berkaitan dugaan tak terpenuhinya Surat Keterangan Tidak Sedang Dinyatakan Pailit dari calon bupati nomor urut 2, Krisman Bernard Riwu Kore.

Dalam tugas pengawasan selama proses penelitian persyaratan administrasi, Bawaslu Kabupaten Sabu Raijua juga mendapati bahwa calon bupati nomor urut 2 Krisman Bernard Riwu Kore sudah memenuhi Surat Keterangan Tidak Sedang Dinyatakan Pailit.

Sebagai informasi, Pemohon Perkara Nomor 300/PHPU.BUP-XXIII/2025 adalah Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sabu Raijua Nomor Urut 1 Simon Petrus Dira Tome-Dominikus Dadi Lado dan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sabu Raijua Nomor Urut 3 Yohanis Uly Kale-Leonidas V.C. Adoe.

Keduanya mendalilkan Krisman Bernard Riwu Kore yang tidak terdaftar sebagai pihak yang mengajukan Surat Keterangan Tidak Sedang Dinyatakan Pailit di Pengadilan Negeri Surabaya. (humas/mk/cr23).

 

 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS

 

 

POS KUPANG/AGUS TANGGUR
GELAR AKSI  - Ratusan massa dari Aliansi Keluarga Besar Vicente Hornai Gonsalves (VHG) menggelar aksi damai di depan Mapolres Belu. Kamis (23/1).

POS KUPANG/HO- Humas MK/Bayu
KETERANGAN - Thomas Mauritius Djawa (tengah) kuasa hukum Termohon saat membacakan keterangan pada sidang Perkara Nomor 100/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati Belu, pada Kamis (23/1) di Ruang Sidang Panel 3 MK.

 

SIDEBAR

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved