Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 15 Desember 2024, Apakah Engkau telah Menemukan Kebahagiaan?

Hanya sukacita yang datang dari dalam hati sendiri yang bisa bertahan dalam kondisi dan siatuasi apa pun.

Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-PATER CHRIS SURINONO
Pater Chris Surinono, O.C.D menyampaikan Renungan Harian Katolik Minggu 15 Desember 2024, Apakah Engkau telah Menemukan Kebahagiaan? 

Oleh : Pater Chris Surinono

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Minggu 15 Desember 2024, Apakah Engkau telah Menemukan Kebahagiaan?

Bacaab I: Sefania 3; 14-18a

Bacaan II: Filipi: 4: 4-7

Injil : Lukas 3: 10-18

Kita memasuki pekan ke tiga massa Adevent. Minggu ini dikenal juga dengan nama minggu gaudete; minggu sukacita. Bacaan-bacaan hari menyeruhkankan hal ini.

Bersukacitalah!. St Paulus dalam Bacaan kedua mengajak umat semuanya untuk bergembira: “Saudara-saudara, bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan!

Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! St. Paulus tidak sedang mengajak atau mengajurkan kita untuk bersukacira, melainkan ia memerintahkan kita untuk bersukacita. 

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 14 Desember 2024, Menjadi Penyalur Kasih Allah

Namun bukan sukacita yang sesuai irama hati atau suasana sekitar kita, melainkan, ia tegaskan, dengan menggunakan kata senantiasa atau selalu.

Kata senantiasa yang memperlihatkan bukan soal sukacita karena desakan atau anjuran dari luar diri, melainkan dari dalam hati.

Hanya sukacita yang datang dari dalam hati sendiri yang bisa bertahan dalam kondisi dan siatuasi apa pun. Hanya itu yang bisa membuat orang bersukacita selalu dan senantiasa.

Apa yang datang dari dalam tentu hanya karena Tuhan yang mengatur dan mengarahkan. 

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Sefania. Ia termasuk salah satu dari sebelas nabi-nabi kecil. Bukan karena ajaran mereka yang kurang penting, tetapi, apa yang mereka ajarakan itu ditulis dengan baik.

Artinya apa yang bisa kita ketahui tentang hidup dan apa yang mereka ajarakan adalah dari apa yang mereka tulis itu. Apa yang akan kita lihat ini cukup menarik.

Sefania merupakan salah satu nabi yang berasal juga dari keturunan para nabi besar, yakni berasal dari keluarga Raja Daud. Ia adalah cicit dari Raja Hezekiel., yang hidup kira-kira pada abad ke tujuh, masa pemerintahan raja Yosiah (+ 641-609 BC).

Kitab yang ditulisnya juga singkat, padat dan penuh makna. Hanya ada tiga bab, namun pesanya kuat karena gaya penulisanya yang menggetarkan soal Hari Kedatangan Yahweh, hari yang menjadi perhitungan baik bagi bangsa Israel karena ketidaksetiaannya kepada Allah, demikian menjadi perhitungan bagi bangsa-bangsa kafir karena permusuhan mereka dengan bangsa pilihan Allah.

Jadi, “Hari Tuhan” yang ditulis Sefania memiliki konotasi sosial dan liturgis yang positif. Nabi memberikan gambarann yang baru sama sekali soal “hari Tuhan. Hari Tuhan buka bukan lagi sebagai kesempatan bersukacita dan pesta, melainkan hari yang penuh ketakutan dan kecemasan; hari yang mendatangkan kehancuran dan kegelapan. 

Namun diakhir bukunya, Nabi Sefania justru merombak gema seruannya menjadi madah pujian, sambil mengundang Yerusalem untuk bersukacita. Kehancuran dan kegelapan tidak akan menjadi kata berakhir bagi Yerusalem.

Pertobatan dan pengampunan akan datang, dan Yahweh, dalam diri Mesiah yang dijanjikan akan datang tinggal ditengah-tengah umat-Nya; sambil kehadiran-Nya menyebarkan kekudusan dan kebahagiaan.

Sebagaimana Nabi ini menyeruhkan kegembiraan karena Tuhan yang dinantikan itu ada ditengah-tengah, St. Lukas juga menyeruhkan hal yang sama. Ia mnyeruhkan Allah yang berinkarnasi menjadi manusia, tinggal diantara manusia harus menjadi dasar sukacita dan kegembiraan.

Pesan ini perlu ditanggapi dan dialami, bahwa sumber sukacita manusia yang sebenar adalah Allah sendiri dan kepedulian Allah atas hidup dan keselamatan manusia. Dalam ketidakpastian hidup dan aneka macam kesulitan, Allah mengundang untuk percaya kepada-Nya.

Allah tidak pernah iklas membiarkan manusia, siapa saja untuk jatuh dalam kesulitan dan menderita. Allah mau agar manusia bangkit berdiri; memandang wajah-Nya penuh percaya dan harapan.

Mesiah sudah dekat, tangan-Nya sudah terulur untuk merangkul dan hati-Nya sudah terbuka untuk membiarkan siapa saja masuk dan menimba kemurahan hati-Nya. 

St. Lukas dalam perikop Injilnya hari ini memberikan kita dua kelompok orang yang datang untuk mendengarkan ajaran St. Yohanes Pembaptis.

Pertama adalah para pemipim religius pada saat itu yang keberadaannya juga disetujui dan didukung oleh kekaisaran Romawi.

Kedua adalah kumpulan orang-orang biasa yang dipilih oleh Romawi untuk mengawasi jalan pemerintahan.

Kedua kelompok ini memang dibenci oleh orang kebanyakan yang tak ada relasinya dengan kekuasaan Romawi. Kedua kelompok ini juga nanti akan terus memata matai Yesus

St. Yohanes Pembaptis meyeruhkan pertobatan dalam wujud knokret yakni berbagi dengan mereka yang kurang beruntung.

Ia menyeruhkan nilai-nilai kebersamaam sebagaimana tertulis dalam Kitab Ulangan, 15: 7-11.

Artinya yang mau diseruhkan oleh Yohanes Pembaptis adalah bahwa siapa saja, apa pun dosa dan kesulitan hidupnya, bisa bertobat, bisa diampuni dan diselamatkan oleh Allah. Tapi tentu bukan bagi mereka yang tutup mata hatinya bagi kebutuhan orang lain.

Seorang bisa sungguh tak beruntung, namun bukan berarti tak mampu mengasihi sesama secara nyata. Ajaranya sungguh mengajak untuk fokus pada aplikasi konkret dari mencintai dan memaafkan. Ia lebih menekankan sikap moral ketimbang pemenuhan pada aturan diluar hukum kasih dan hukum moral. 

St. Yohanes Pembaptis juga tegaskan bahwa pembatisannya adalah simbol pertobatabn, sedangkan pembaptisan dari Roh Kudus adalah simbol transformasi diri dan pembaharuan hidup dalam Allah.

Janji pembahruan dalam Roh Kudus juga menjadi kekuatan bagi siapa saja yang percaya untuk sungguh bersukacita. Roh Kudus akan menjadi kekuatan bagi untuk bisa berbuat baik bagi sesama dan memaafkan.

Tanpa kekuatan Roh Kudus, mustahil manusia bisa bertindak sebagaimana dikehendaki Allah. Namun sebagaimana Injil katakan bahwa kesombongan dan kekuarangan kasih menuntun orang untuk menolak ajakan keselamatan yang ditawarkan oleh Yesus sendiri. 

Pesan spiritual dari perikop ini adalah mengundang siapa saja untuk mewujudkan harapan melalui tindakan cinta kasih yang nyata; bermurah hati dengan sesama yang belum beruntung, dan sungguh yakin akan tindakan Allah dalam mengubah dan menjadikan hidup setiap orang semakin hari semakin lebih baik. 

Selain itu, perlu sering memriksa diri, memeriksa cara hidup dan cara berada. Hidup yang sering dibawah dalam keheningan dan dalam refleksi adalah hidup yang pantas dihidupi, demikian kata seorang ahli. Tanpa reflesi, orang akan sulit membedakan antara yang baik dan benar; menerima kekurangan diri dan kelebihan orang lain.

Artinya perlu ada integritas diri, karena hidup dan kepribadian kita bisa berpengaruh secara positif dan juga negatif pada hidup orang lain, 

Sebagaimana Yohanes Pembaptis memperlihatkan diri sebagai orang yang mempersiapkan jalan bagi mesias, demikian juga kita diajak untuk melatih kerendahan hati.

Rendah hati adalah sarana paling ampun untuk mendatangkan Tuhan Yesus ke dalam hati dan hidup kita. Tanpa rendah hati, rahmat Allah mustahil bisa mampir ke dalam hidup dan mengubah hidup kita.Amin. 

Tuhan memberkatimu semua. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved