Berita Kota Kupang
Uskup Agung Kupang Mgr. Hironimus Pakaenoni Sebut Para Katekis sebagai Misionaris Lokal
Uskup Agung Kupang Mgr. Hironimus Pakaenoni memberikan rekoleksi Adven kepada para katekis di Gereja Paroki Santo Yoseph Penfui Kupang, Jumat (13/12)
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Uskup Agung Kupang Mgr. Hironimus Pakaenoni memberikan rekoleksi Adven kepada para katekis Keuskupan Agung Kupang yang berkarya di paroki-paroki dalam wilayah Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Rekoleksi berlangsung di Gereja Paroki Santo Yoseph Pekerja Penfui, Jl. Adi Sucipto, Jumat (13/12/2024) pagi.
Mgr. Hironimus menyediakan waktu dan kesempatan khusus bagi para katekis karena melihat para katekis Katolik memiliki peran penting dalam gereja sebagai misionaris lokal, sebagaimana saat ini gereja lokal NTT memiliki kontribusi besar bagi dunia dengan mengirimkan para misionaris ke negara-negara lain.
Katekis adalah umat beriman Kristiani yang terlibat dalam pewartaan Injil dan perayaan Liturgi. Katekis juga bertugas membantu mempersiapkan umat untuk menerima sakramen-sakramen inisiasi. Sedangkan misionaris adalah orang yang diutus untuk mengabdikan dirinya bagi penyebaran agama atau ajaran kepercayaan tertentu kepada orang-orang di wilayah atau negara tertentu.

Rekoleksi Adven sebagai persiapan Natal 2024 mengusung tema Padang Gurun dan Pertobatan, yang diinspirasi oleh bacaan Injil Minggu II Adven Tahun C, yakni Lukas 3:1-6. Ada dua hal penting yang disoroti. Pertama, tempat di mana Yohanes Pemandi muncul, yaitu di padang gurun. Kedua, isi pesannya, yaitu pertobatan.
"Padang gurun dan pertobatan adalah dua kata kunci dari Injil Lukas 3:1-6, yang menyadarkan kita bahwa keduanya langsung berkaitan dengan keseharian hidup kita," kata Mgr. Hironimus.
Menurut Mgr. Hironimus, penginjil Lukas memperkenalkan adegan padang gurun ini dengan cara yang khusus. Dia lebih dahulu berbicara tentang keadaan yang khidmat dan sakral, serta para tokoh besar pada masa itu. Lukas juga menyebut tentang tahun kelima belas Kaisar Tiberius, gubernur Pontius Pilatus, Raja Herodes, dan pemimpin politik lainnya pada masa itu. Kemudian dia merujuk pada pemimpin agama, yaitu Annas dan Kayafas, yang melayani di Bait Suci Yerusalem (bdk. Luk 3:1-2).
"Pada titik ini, Lukas mengatakan, "Sabda Tuhan datang kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun" (3:2). Pertanyaannya ialah, “Bagaimana sabda itu datang?” Kita mungkin mengharapkan sabda Tuhan disampaikan kepada salah satu dari para tokoh terkemuka yang disebutkan di atas."
Baca juga: Mgr. Hironimus Pakaenoni Sebut Kehadiran Lulusan Stipas KAK Jadi Saksi Kebebasan Sejati
Selanjutnya, Mgr. Hironimus menyoroti Yohanes Pembaptis, Sang Pembuka Jalan, yang mempersiapkan kedatangan Kristus di tempat yang tidak terjangkau, tidak ramah, dan berbahaya.
Dia mengatakan, biasanya mereka yang ingin menyampaikan maklumat penting akan pergi ke tempat-tempat yang mengesankan, tempat yang mudah terlihat, dan dapat berbicara kepada banyak orang, seperti di lapangan, tetapi Yohanes malah berkotbah di padang gurun.
"Justru di sana, di tempat yang tandus, sepi, yang terbentang sejauh mata lepas memandang, kemuliaan Tuhan dinyatakan. Seperti yang dinubuatkan oleh Kita Suci (yes 40:3-4), Tuhan mengubah padang gurun menjadi samudera, dan tanah yang tandus menjadi mata air (Yes, 41:18)."
"Inilah pesan yang menguatkan kita. Sebagaimana dahulu, demikian pun sekarang, Tuhan menaruh perhatiannya pada tempat-tempat di mana kesedihan dan kesepian melanda. Kita bisa merasakannya dalam hidup kita sendiri: selama kita menikmati kesuksesan atau hanya memikirkan diri kita sendiri, Tuhan seringkali tidak dapat menjangkau kita. Tetapi terutama dalam masa-masa cobaan, krisis dan penuh tantangan. Dia datang kepada kita dalam situasi sulit. Dia memenuhi kekosongan batin kita yang memberi ruang bagi-Nya; Dia mengunjungi padang gurun eksistensial kita. Tuhan mengunjungi kita di sana," kata Mgr. Hironimus.
"Dalam hidup kita sebagai individu maupun bangsa, akan selalu ada saat-saat ketika kita merasa berada di tengah padang gurun. Namun, justru di sanalah Tuhan menunjukkan kehadirannya. Memang Dia sering disambut bukan oleh orang-orang yang merasa cukup dengan dirinya, tetapi oleh mereka yang merasa tak berdaya atau tidak memadai. Dia datang dengan kata-kata akrab, belas kasihan, dan kelembutan. "Jangan takut, sebab Aku menyertai engkau ... Jangan cemas sebab Aku ini Allahmu ... Aku akan meneguhkan hatimu... Aku akan menolongmu (Yes 41:10)."
Dengan berkotbah di padang gurun, Yohanes meyakinkan kita bahwa Tuhan datang untuk membebaskan kita dan menghidupkan kembali kita dalam situasi yang tampaknya tidak bisa diselamatkan, tanpa harapan, tanpa jalan keluar. Dia datang ke sana. Tidak ada tempat yang tidak akan dikunjungi oleh Tuhan.
"Hari ini kita bersukacita karena melihatnya memilih padang gurun; melihat Dia menjangkau keterbatasan kita dengan kasih dan menyegarkan roh kita yang kering. Karena itu, janganlah takut akan keterbatasan, karena ini bukanlah soal menyangkut menjadi kecil atau sedikit jumlahnya, tetapi mengenai soal membuka hati kepada Tuhan dan sesama. Janganlah takut akan situasi kekeringan, karena Tuhan tidak pernah takut untuk mengunjungi kita di sana," kata Mgr. Hironimus.
Pertobatan
Selanjutnya, Mgr. Hironimus menguraikan pertobatan yang diwartakan Yohanes Pembaptis (Luk. 3:7). Menurutnya, kata pertobatan ini bisa terasa tidak nyaman, karena seperti halnya padang gurun bukanlah tempat pertama yang kita pertimbangkan untuk pergi dan tinggal di sana, demikian pula panggilan untuk bertobat pasti bukanlah kata pertama yang ingin kita dengar.
Pembicaraan tentang pertobatan bisa membuat kita tertekan; bisa terasa sulit untuk dipadukan dengan Injil sukacita. Namun, hal itu hanya akan terasa demikian jika kita memandang pertobatan semata-mata sebagai upaya kita sendiri untuk mencapai kesempurnaan moral, seolah-olah itu adalah sesuatu yang bisa kita capai melalui daya dan usaha kita sendiri.
"Di situlah letak masalahnya. Kita berpikir bahwa semuanya tergantung pada diri kita. Hal ini justru berbahaya, karena dapat mengarah pada kesedihan rohani dan frustrasi. Alasannya, karena kerinduan kita untuk bertobat berubah dan menjadi lebih baik, seringkali gagal, meskipun kita telah berjuang semaksimal mungkin, dengan mengerahkan segenap daya dan kekuatan kita. Yang terjadi justru kita sering tersandung dan jatuh lagi dalam kebiasaan yang salah."
Mgr. Hironimus juga menguraikan kata metanoin yang bermakna pertobatan. Kata metanoin terdiri dari preposisi meta, yang berarti melewati, melampaui, dan kata kerja noein, yang berarti berpikir. Kata ini memberi tahu kita bahwa bertobat adalah berpikir melewati atau pergi melampaui cara berpikir kita, melampaui kebiasaan pandangan dunia kita.
Bertobat menurut Mgr. Hironimus menyangkut semua cara berpikir yang mengurangi segala sesuatu pada diri kita sendiri, pada keyakinan kita akan kecukupan diri kita. Atau cara berpikir yang berpusat pada diri sendiri yang ditandai oleh kekakuan dan ketakutan yang melumpuhkan, baik oleh godaan untuk berkata, "kami selalu melakukannya seperti ini, mengapa harus berubah?" maupun oleh ide bahwa padang gurun kehidupan adalah tempat kematian, bukan tempat kehadiran Tuhan.
Mgr. Hironimus mengatakan, dengan memanggil kita untuk bertobat, Yohanes Pembaptis mengajak kita untuk melangkah melebihi/melewati/melampaui tempat kita berada saat ini, melampaui apa yang disampaikan oleh insting kita dan apa yang tercatat dalam pikiran kita, karena kenyatannya jauh lebih besar dari itu. Kenyatannya ialah bahwa Tuhan jauh lebih besar (dari apa adanya kita, apa seharusnya kita dan apa yang kita pikirkan).
Karena itu, bagi Mgr. Hironimus, bertobat berarti tidak mendengarkan hal-hal yang memadamkan (mereka yang terus mengatakan bahwa tidak ada yang berubah dalam hidup ini, para pesimis sepanjang masa); menolak untuk percaya bahwa kita ditakdirkan untuk tenggelam dalam lembah kehampaan; tidak menyerah pada ketakutan dalam diri kita, yang muncul terutama pada saat ujian dan yang membuat kita merasa tidak akan berhasil, bahwa segala sesuatu telah salah, dan menjadi orang kudus bukanlah untuk kita.
"Semuanya itu tidak benar karena Tuhan selalu hadir," tandasnya.
Dia menegaskan, kita percaya kepada Tuhan karena dia yang melampaui diri kita adalah kekuatan kita. Segalanya berubah ketika kita memberikan tempat pertama kepada Tuhan. Itulah yang dimaksud dengan pertobatan!
"Sejauh Kristus prihatin dengan diri kita, kita hanya perlu membuka pintu dan membiarkan Dia masuk serta melakukan kebaikannya. Sama seperti padang gurun dan pewartaan Yohanes, itulah yang dibutuhkan agar Kristus datang ke dunia. Tuhan tidak meminta lebih dari itu," tandas Mgr. Hironimus.
Perjumpaan antara sejarah dunia dan sejarah keselamatan
Mgr. Hironimus mengutip Paus Paulus VI yang pernah menulis, “Sejarah keselamatan sedang diwujudkan di tengah-tengah sejarah dunia.”
"Inilah yang kita lihat dalam bacaan Injil Lukas (3:1-6): pertemuan antara sejarah manusia dan sejarah keselamatan; antara manusia sebagai subjek waktu dan Tuhan yang adalah Penguasa waktu."
Menurut Mgr. Hironimus, penginjil Lukas memberikan kita daftar tokoh-tokoh sejarah dan politik besar pada masa itu tentu untuk menggoda para pembaca dan pendengar untuk berpikir bahwa ia akan memberikan sebuah kisah tentang sejarah dunia. Tetapi kemudian sang Penginjil dengan cepat mengalihkan perhatian kita pada seseorang yang tampaknya tidak penting, “Yohanes anak Zacharia”, yang pelayanan dan ajarannya di padang gurun, kini menjadi dasar bagi puncak sejarah keselamatan, yakni kedatangan Mesias.
Baca juga: Uskup Agung Kupang Mgr. Hironimus Pakaenoni Tahbis 28 Diakon
Alasan mengapa St. Lukas menggabungkan kedua cerita ini dalam narasinya, menurut Mgr. Hironimus, untuk menunjukkan kepada kita bahwa kisah sejarah keselamatan memang tidak terjadi dalam kekosongan, sebagai sesuatu yang sepenuhnya terpisah dari sejarah manusia. Sebaliknya, ia terjadi dalam ruang dan waktu, dalam Sejarah Dunia.
“Sejarah keselamatan sedang diwujudkan di tengah-tengah sejarah dunia”, demikian kata Paus Paulus VI. Tuhan yang tidak terikat oleh waktu dan ruang memilih untuk masuk ke dalam waktu dan ruang kita pada saat ini dan di tempat ini, di padang gurun yang tidak disebutkan namanya dan dianggap sebagai bagian tidak penting dari kekaisaran Romawi, dan yang jauh dari pusat-pusat kekuasaan dan pengaruhnya.
Hal ini berarti bahwa Sejarah Keselamatan justru dimulai di padang gurun yang sepi, gersang, kering, dan miskin, dan bukannya di pusat-pusat kekuasaan, kemegahan, kemakmuran, kenikmatan, kenyamanan, dan kemapanan.
Justru di tengah-tengah situasi kesepian, kegersangan, dan kemiskinan padang gurun semacam inilah, iman, harap, dan kasih, demikian pun komitmen, dedikasi, serta loyalitas seseorang ditantang, ditempa, dan diuji, bagai emas yang diuji kemurniannya dalam tanur api.
Menurut Mgr. Hironimus, kita dapat menyaksikan kebenaran ini melalui pengalaman Yohanes Pembaptis, dan juga Yesus sendiri, yang mengawali karya publik mereka di padang gurun gersang, yang juga penuh dengan aneka godaan: kenikmatan, harta, dan kekuasaan. Namun semua godaan itu dapat ditepis dan dikalahkan, justru karena komitmen mereka terhadap visi dan misi Kerajaan Allah demi keselamatan dan kebahagiaan semua orang, terutama mereka yang miskin, tertindas, marginal, dan rentan hidupnya.
"Sebagaimana Yohanes Pembaptis dan juga Yesus sendiri, demikian juga kita, para katekis sekarang dan di sini, dihadapkan dengan situasi padang gurun gersang, yang juga penuh dengan aneka godaan dan tawaran: kekuasaan, kekayaan, dan kenikmatan. Sanggupkah kita menghayati sikap metanoia atau pertobatan sejati, sebagai dasar kekuatan untuk menepis aneka godaan dan tawaran dunia, demi komitmen kita pada misi keselamatan?" kata Mgr. Hironimus.
Menutup materi rekoksi ini, Mgr. Hironimus memohon rahmat untuk percaya bahwa dengan Tuhan, segala sesuatu akan berubah; bahwa Dia akan mengusir ketakutan kita, menyembuhkan luka-luka kita, mengubah tempat-tempat kita yang tandus, kering, dan gersang menjadi mata air yang mengalir.
"Kita memohon rahmat pengharapan, karena harapan menghidupkan iman kita dan mengobarkan kasih kita. Inilah harapan yang sedang ditunggu oleh padang gurun dunia saat ini.
Kita juga memohonkan doa-doa Santa Perawan Maria, Ibu kita, untuk membantu kita, agar sebagaimana dia, kita pun menjadi saksi-saksi harapan dan penabur sukacita di sekitar kita, di tengah-tengah padang savana Kupang dan tanah Timor nan gersang dan keras menantang, karena harapan tidak pernah mengecewakan.
Kita bersukacita, tidak hanya di sini dan sekarang, ketika kita semua berkumpul bersama dalam retret Adven menyongsong perayaan Natal, tetapi setiap hari, dalam padang gurun apa pun yang kita huni, kita tetap bersukacita, karena di sanalah, dengan rahmat Tuhan, kita dipanggil untuk bertobat.
Di sana, dalam berbagai padang gurun eksistensial atau lingkungan hidup yang keras dan gersang, kita dipanggil untuk berkembang. Semoga Tuhan memberi kita rahmat dan keberanian untuk menerima kebenaran ini," pesan Mgr. Hironimus
Bersyukur
Rekoleksi ini diselenggarakan oleh Komisi Kateketik Keuskupan Agung Kupang. Menurut Ketua Komisi Kateketik, RD Yohanes Kartiba, rekoleksi ini seyogianya diadakan bulan Maret 2024, tetapi karena terhalang berbagai kegiatan menyambut perayaan 100 tahun KWI, sehingga rekoleksi bersama para katekis baru terlaksana pada bulan Desember yang bertepatan dengan masa adven.
Pelaksanaan rekoleksi ini didahului penyampaian oleh Komisi Kateketik ke setiap paroki, khususnya dalam wilayah Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Pihak paroki meresponsnya dengan menyampaikan pengumuman di mimbar gereja pada perayaan misa minggu sebelumnya.
Kedatangan Mgr. Hironimus Pakaenoni di Gereja Paroki Santo Yoseph Pekerja Penfui, Jumat (13/12/2024), disambut oleh Pastor Paroki RD. Krispinus Saku, pastor rekan Yonas Kamlasi, dan ratusan katekis yang membentuk pagar betis dari pintu gerbang menuju pelataran gereja.
Mgr. Hironimus yang turun dari mobil langsung diserbu oleh para katekis yang terdiri dari bapak-bapak dan bu-ibu dengan mencium tangannya. Di pelataran Gereja sudah menunggu penyelenggara yang selanjutnya mengalungi Mgr. Hironimus selendang tenun Timor sebagai tanda penyambutan dan penghormatan.


Sesaat kemudian, para katekis masuk ke dalam ruangan gereja untuk mendengarkan materi rekoleksi yang dibawakan oleh Mgr. Hironimus Pakaenoni, didampingi RD. Yohanes Kartiba selaku moderator.
Selama pemaparan materi suasana terasa hening. Namun, ketika diberikan kesempatan untuk menyampaikan komentar, keluhan ataupun pertanyaan, para katekis ini ramai-ramai mengangkat tangan.
Komentar dan pertanyaan mereka tidak terlalu banyak menyangkut materi rekoleksi. Ada yang menyampaikan rasa syukurnya karena sudah lama rindu berkumpul dan bertemu Uskup. Karena itu, mereka menginginkan agar forum seperti ini lebih sering diadakan. Bahkan ada yang menyarankan membentuk grup WhatsApp sebagai media komunikasi di antara para katekis.
Ada pula peserta yang menyampaikan keluhan soal peran para katekis yang dinilai tidak maksimal di tengah umat selama ini, dan berharap agar perannya ditingkatkan lagi.
Baca juga: Uskup Pakaenoni Minta Pemuda katolik NTT Beri Perhatian Serius pada Persoalan Sosial
Menanggapi permintaan para katekis untuk membentuk media komunikasi digital, RD. Yohanes Kartiba mengatakan bahwa pihaknya sudah mempersiapkan hal itu. Dia akan memasukkan semua nomor handphone yang sudah diberikan para peserta pada saat registrasi ke dalam grup WhatsApp para katekis.
Usai pamaparan materi rekoleksi, penyelenggara memberikan kesempatan kepada para katekis untuk foto bersama dengan Uskup Agung Kupang, Mgr. Hironimus Pakaenoni. Para katekis pun tampak antusias mengikuti sesi foto bersama. Mereka dibagi menurut paroki asal, lalu diikuti sesi foto bersama dengan para pengurus paguyuban katekis.
Rekoleksi ini diakhiri dengan makan bersama di pelataran pastoran Paroki Santo Yoseph Pekerja Penfui, yang disiapkan oleh penyelenggara. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.