Breaking News

Derap Nusantara

Pengaruh Positif Ekonomi Kreatif Terhadap Rencana Kenaikan PPN 12 Persen

Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen sebagai bagian dari reformasi perpajakan.

Editor: Alfons Nedabang
ANTARA FOTO/ FAKHRI HERMANSYAH
Perajin gitar Leonard Tobing menyelesaikan proses pembuatan gitar produksinya di Leonard Music, Margahayu, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (11/10/2024). Ekonomi kreatif memberi nilai tambah tinggi dan menjadi salah satu sektor penting yang menggerakkan perekonomian negara. 

POS-KUPANG.COM - Perekonomian Indonesia telah mengalami transformasi signifikan dalam beberapa dekade terakhir, terutama dengan tumbuhnya Ekonomi Kreatif sebagai salah satu pilar utama.

Sektor ini tidak hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga mendorong inovasi, daya saing global, dan pendapatan negara.

Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen sebagai bagian dari reformasi perpajakan. Kebijakan ini memunculkan diskusi tentang dampaknya terhadap perekonomian, khususnya sektor Ekonomi Kreatif.

Sebagai sektor yang berkembang pesat, Ekonomi Kreatif memiliki potensi untuk meredam dampak negatif dari kenaikan PPN sekaligus memberikan kontribusi positif bagi penerimaan pajak.

Ekonomi kreatif merujuk pada aktivitas ekonomi yang berbasis kreativitas, inovasi, dan intelektualitas. Menurut laporan UNCTAD (2019), Ekonomi Kreatif mencakup sektor seperti seni, desain, media, fesyen, musik, game, dan teknologi.

Di Indonesia, sektor ini telah menyumbang lebih dari 7,4 persen terhadap PDB nasional, atau sekitar Rp1.300 triliun pada 2020, dengan subsektor unggulan seperti kuliner, fesyen, dan kriya.

Ciri khas ekonomi kreatif adalah daya tahan dan fleksibilitasnya dalam menghadapi tantangan ekonomi, termasuk perubahan kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN. Hal ini menjadikannya elemen penting dalam strategi mitigasi dampak ekonomi.

Kenaikan PPN menjadi 12 persen bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembangunan nasional. Namun, langkah ini dapat memengaruhi daya beli masyarakat, terutama di sektor konsumsi.

Berdasarkan teori Keynesian, kenaikan pajak cenderung mengurangi disposable income masyarakat, yang dapat menekan konsumsi. Namun, dampak tersebut dapat diminimalkan jika sektor-sektor tertentu, seperti ekonomi kreatif, mampu terus mendorong permintaan agregat.

Kenaikan PPN berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa, termasuk produk ekonomi kreatif. Hal ini dapat menurunkan daya saing produk kreatif di pasar domestik dan internasional jika tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas dan inovasi.

Peluang Bagi Ekonomi Kreatif

Ekonomi kreatif memiliki keunggulan komparatif yang dapat menjaga daya tarik produknya meskipun terjadi kenaikan harga. Produk-produk kreatif sering kali dihargai bukan hanya karena fungsinya, tetapi juga karena nilai tambah seperti estetika, budaya, dan inovasi teknologi.

Menurut teori ekonomi modern, sektor-sektor berbasis inovasi memiliki elastisitas permintaan yang lebih rendah terhadap harga dibandingkan dengan barang dan jasa konvensional. Teori Schumpeter (1942) tentang creative destruction juga menekankan pentingnya inovasi dalam menciptakan pasar baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks kenaikan PPN, ekonomi kreatif dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan dengan memanfaatkan kreativitas untuk menjaga daya saing.

Pakar ekonomi AS Richard Florida dalam bukunya The Rise of the Creative Class menekankan bahwa ekonomi kreatif mampu menghasilkan nilai tambah yang signifikan, bahkan dalam kondisi kebijakan fiskal yang ketat. Menurutnya, produk-produk kreatif memiliki permintaan yang tetap stabil karena menawarkan nilai unik bagi konsumen.

Sementara tokoh ekonomi kreatif Indonesia Triawan Munaf yang juga mantan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), menyatakan bahwa ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk mendukung kebijakan fiskal. Ia berpendapat bahwa sektor ini dapat membantu pemerintah mencapai target penerimaan pajak tanpa membebani kelompok masyarakat berpenghasilan rendah secara berlebihan.

Grafis PPN 12 Persen
Pemerintah menerapkan tarif pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang baru sesuai Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sebelumnya, DPR telah menyetujui RUU HPP untuk menjadi UU dalam Sidang Paripurna pada 7 Oktober 2021. 

Diversifikasi ekonomi penting untuk menghadapi dampak kebijakan perpajakan. Peraih Nobel di bidang ekonomi, Joseph Stiglitz, menekankan bahwa investasi dalam sektor kreatif dapat menciptakan multiplier effect yang signifikan, yang pada akhirnya meningkatkan penerimaan negara secara keseluruhan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi ekonomi kreatif terhadap penerimaan pajak pada 2022 mencapai lebih dari Rp200 triliun. Selain itu, sektor ini menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 19 juta orang, menunjukkan potensi besar sebagai basis pajak yang terus tumbuh.

Negara-negara dengan ekonomi kreatif yang kuat, seperti Korea Selatan dan Inggris, merujuk laporan UNCTAD pada 2019, mampu menjaga pertumbuhan ekonomi meskipun mengalami kenaikan tarif pajak konsumsi. Hal ini terjadi karena produk kreatif cenderung memiliki daya tarik yang tinggi di pasar global.

Hasil riset McKinsey pada 2021 menunjukkan bahwa digitalisasi dalam ekonomi kreatif dapat meningkatkan efisiensi produksi dan distribusi, sehingga memitigasi dampak kenaikan biaya akibat pajak. Studi ini juga menemukan bahwa investasi dalam teknologi kreatif, seperti augmented reality dan blockchain, dapat menciptakan peluang baru untuk ekspansi pasar.

Melihat potensi tersebut, ekonomi kreatif mengambil peran penting untuk mendukung kenaikan PPN.

Ekonomi kreatif berkontribusi dalam memperluas basis pajak melalui inovasi produk dan penciptaan pasar baru. Produk kreatif berbasis teknologi, seperti aplikasi dan platform digital, membuka peluang penerapan pajak pada layanan digital.

Selain itu, karakteristik ekonomi kreatif yang berorientasi pada nilai tambah dan inovasi menjadikannya lebih tahan terhadap penurunan konsumsi domestik. Produk kreatif cenderung memiliki loyalitas konsumen yang lebih tinggi, bahkan dengan kenaikan harga.

Dengan terus mendorong kualitas dan diferensiasi produk kreatif, sektor ini dapat meningkatkan daya saing di pasar global. Ekspor produk kreatif juga dapat menjadi kompensasi atas potensi penurunan konsumsi domestik akibat kenaikan PPN.

Rekomendasi Kebijakan

Untuk menumbuhkan pengaruh ekonomi kreatif terhadap sektor perpajakan, ada beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat ditempuh.

Pertama, adanya Insentif untuk ekonomi kreatif, yaitu dalam hal ini Pemerintah dapat memberikan insentif pajak bagi pelaku usaha kreatif, terutama UMKM, untuk mendorong inovasi dan produktivitas.

Kedua, mendorong peningkatan investasi dalam infrastruktur digital melalui percepatan pembangunan infrastruktur digital, untuk mendukung pelaku ekonomi kreatif mengadopsi teknologi baru yang dapat meningkatkan efisiensi.

Ketiga, peningkatan literasi perpajakan yang dapat berupa sosialisasi yang intensif kepada pelaku usaha kreatif tentang dampak dan manfaat kenaikan PPN dapat meningkatkan pemahaman dan kepatuhan mereka.

Serta yang keempat adalah memberikan dukungan ekspor produk ekonomi kreatif dengan membuka akses ke pasar global melalui promosi produk kreatif Indonesia di luar negeri dan kerja sama perdagangan internasional.

Melalui karakteristiknya yang berbasis inovasi dan nilai tambah, ekonomi kreatif mampu mengurangi dampak negatif kenaikan PPN pada konsumsi domestik sekaligus memperluas basis pajak.

Dengan pendekatan kebijakan yang tepat, ekonomi kreatif dapat menjadi katalis pertumbuhan yang berkelanjutan dan mendukung reformasi fiskal. Dukungan terhadap sektor ini harus menjadi prioritas, mengingat potensinya untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa mengorbankan daya saing ekonomi. (Penulis Dr. M. Lucky Akbar, S.Sos, M.Si adalah Kepala Kantor Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan Jambi/ANTARA)

 

Puan Maharani Soal PPN 12 Persen
Ketua DPR RI Puan Maharani (tengah) bersama Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco (kanan) dan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir (kiri) usai memimpin Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/12/2024).

 

Dengarkan Aspirasi Masyarakat

KETUA DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah mendengarkan aspirasi masyarakat terlebih dahulu sebelum menerapkan rencana kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

"Kami berharap pemerintah bisa mendengarkan dulu aspirasi dari seluruh masyarakat, dari pengusaha, dari guru dan seluruh elemen masyarakat, sebelum kemudian memutuskan hal yang sangat krusial ini," kata Puan ditemui usai memimpin Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Dia menuturkan meski rencana penerapan kebijakan tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), namun seyogianya pemerintah dapat terlebih dahulu melihat dinamika yang berkembang di masyarakat.

"Walaupun memang itu sudah ditentukan dalam undang-undang namun pemerintah juga berhak untuk kemudian mengevaluasi karena kami juga harus melihat bagaimana aspirasi masyarakat dan bagaimana situasi ekonomi saat ini," tuturnya.

Dia lantas berkata, "Namun harapan dari DPR, saya yakin pemerintah pasti akan mendengarkan dulu aspirasi dari masyarakat."

Terpisah, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad berharap rencana kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen tidak akan menyulitkan masyarakat.

"Harapan kami, tadi kami sama-sama sudah dengar aspirasi dari anggota DPR bahwa kenaikan PPN 12 persen itu tidak menyulitkan rakyat yang pada saat ini kebanyakan menunggu, jangan sampai terbebani karena kenaikan PPN," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Sekalipun, kata dia, kebijakan tersebut telah diamanahkan oleh UU HPP untuk dijalankan oleh Pemerintah pada 1 Januari 2025.

"Saya pikir kebijakan dari PPN itu adalah memang amanah dari undang-undang dan yang mengeksekusi adalah pemerintah," ucapnya.

Dia pun meminta publik untuk menunggu lebih lanjut keputusan resmi dari pemerintah atas rencana penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

"Pemerintah akan menjalankan seperti apa, apakah kemudian menaikkan semua atau dikombinasi antara naik dan turun, itu kami tunggu saja langkah dari pemerintah," katanya.

Sebelumnya saat Rapat Paripurna, Dasco menyebutkan ada usulan untuk menaikkan pajak bagi barang mewah dan menurunkan pajak lainnya yang berguna bagi masyarakat.

"Pajak barang mewah sebesar 12 persen, dan menurunkan pajak yang berguna bagi masyarakat. Itu usulannya, usulannya begitu, setuju enggak?" ucapnya.

Dasco menyampaikan hal itu saat diberi kesempatan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani untuk menanggapi interupsi permintaan pembatalan wacana kenaikan PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025 yang disampaikan oleh anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka.

Rieke menuturkan bahwa Berdasarkan amanat Pasal 7 UU HPP, PPN dapat diubah bukan hanya paling tinggi menjadi 15 persen, melainkan bisa juga diubah paling rendah menjadi 5 persen.

"Keputusan naik tidaknya harus mempertimbangkan perkembangan ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok setiap tahunnya," kata Rieke. (ANTARA)

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lain di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved