Opini

Opini: Empat Matra Keutamaan Kristus

Keempat, keutaman di masa depan. Kristus adalah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati.

|
Editor: Dion DB Putra
POS KUPANG/HO
Pdt. Eben Nuban Timo. 

Oleh: Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo

POS-KUPANG.COM - Kristus adalah yang terutama. Paulus menegaskan hal itu dalam Kolose 1:15-23 sambal menunjuk kepada empat dimensi atau matra kehidupan. 

Pertama, keutamaan dalam kekekalan yang adalah awal mula dari karya penciptaan. Kristus adalah gambar Allah yang tidak kelihatan. 

Kedua, keutamaan dalam kekinian. Kristus adalah pencipta sekaligus penentu makna dari institusi dan jabatan kekuasaan. Ketiga, keutamaan dalam gereja. Kristus adalah kepala tubuh. 

Keempat, keutamaan di masa depan. Kristus adalah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati.

Paulus menegaskan keutamaan Kristus dalam empat matra ini dengan maksud dijadikan fondasi bari kesaksian kristen dan pewartaan umat beriman dalam dunia dan di semua sektor kehidupan. 

Ada pepatah populer berbahasa Latin berbunyi: Lex agendi lex esendi. Artinya tata perbuatan mengikuti tata keadaan. Kristus adalah lex esendi. 

Ia memberi arah sekaligus makna dari lex agendi yang merupakan panggilan orang-orang percaya.

Matra pertama, Kristus adalah yang utama dalam hubungan dengan diskusi tentang manusia sebagai Imago Dei atau manusia sebagai gambar Allah. 

Kristus adalah utama karena Dia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan.  Kristus menjadi semacam master plan atau grand design dalam segala sesuatu yang tercipta, baik yang kelihatan maupun tidak kelihatan.

Artinya, saat Allah Bapa menciptakan batu, atau membentuk bunga, Allah Bapa melihat kepada Kristus. 

Kristus adalah model, paradigma yang jadi bingkai dasar saat Allah Bapa menjadikan pohon, burung rajawali, laki-laki dan perempuan, institusi kekuasaan bahkan juga waktu malaikat-malaikat dibentuk. 

Semua yang adalah bagian dari realitas ciptaan adalah fotocopy atau hasil jiplakan dari Kristus yang adalah gambar Allah yang tidak kelihatan. 

Kita semua memancarkan Kristus dalam wujud, kadar dan modus yang berbeda.

Leonardo Boff (Granberg-Michaelson,1992:54), seorang tokoh terkemuka teologi pembebasan dari Amerika Latin mengatakan hal menarik tentang poin ini. 

"Roh Allah tidur dalam batu, bermimpi dalam bunga dan terjaga di dalam manusia. Roh Allah mendiami seluruh kosmos. Karena itu alam dan seluruh ciptaan adalah kudus.” 

Dengan kata-kata sendiri kita bisa tegaskan: “Kristus tergambar di dalam sekuntum bunga yang sedang mekar. Kristus terdengar dalam kicauan seekor burung pipit menyambut terbitnya matahari pagi. 

Ini sejalan dengan pengajaran Yesus tentang kekuatiran: Lihatlah bunga bakung di padang. Pandanglah burung pipit di langit. Mereka tidak menuai, juga tidak memintal tetapi dipelihara oleh Tuhan.

Nah... dimensi ini mempunyai arti yang sangat dalam bagi tugas menjaga kelestarian alam dan merawat kelangsungan hidup lingkungan biotik dan abiotik. 

Kalau kita merusak keindahan bunga dengan menggunakan zak kimia secara berlebihan dan menembak mati seekor burung pipit artinya kita menghilangkan gambar Kristus di bunga bakung dan di burung pipit tadi. 

Paus Franciskus juga mengatakan hal serupa. Dalam buku berjudul Laudatio Se pemimpin tertinggi umat katolik itu menulis: “Oleh karena keserakahan manusia, banyak suara yang mempermuliakan dan mengagungkan Allah hilang dari orkestra alam.”

Kristus sebagai yang utama, gambar Allah yang tidak kelihatan mengajak kita menjadi manusia yang merawat lingkungan hidup dan melestarikan keanekaragaman hati.

Matra kedua, Kristus adalah utama di antara jabatan-jabatan dan institusi-institusi kuasa yakni: singgasana, kerajaan, pemerintah maupun penguasa. 

Kristus utama karena Dialah yang menciptakan struktur dan pemberi otoritas kepada institusi kuasa itu. 

Dia juga yang menjadi kriteria dan norma bagi implementasi dari kuasa-kuasa itu. 

Dengan ini kita ingat pernyataan Yesus: “Barangsiapa ingin menjadi yang terbesar di antara kamu hendaklah ia menjadi yang terkecil dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu, sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mt. 20:26-27).

Paulus menunjukkan bahwa tujuan adanya singgasana, kerajaan, pemerintah maupun penguasa dunia adalah untuk menjabarkan kehendak Kristus. 

Penegasan itu Paulus tekankan dalam kalimat: “Segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” 

Adanya pejabat atau pemimpin dalam tiap instansi, baik dalam komunitas politik, sipil, budaya maupun religious dimaksud untuk menjadi pelayan-pelayan Kristus. 

Penerapan kuasa, otoritas, wewenang dan komando haruslah berlangsung dalam semangat imitatio Christi.

Hendrik Berkof, teolog Protestan asal Belanda dalam bukunya berjudul Kristus dan Kuasa-Kuasa menggambarkan kuasa-kuasa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga manusia sebagai berfungsi menjadi wali Kristus. 

Mereka diadakan untuk menjaga ketertiban, mengatur keselarasan dan harmoni selama Kristus belum menyatakan diri secara final dan definitif.

Semua kekuasaan dunia adalah seumpama tanggul-tanggul yang menjaga agar bencana tidak menghacurkan dan mencelakakan manusia, sampai kedatangan kembali Yesus.

Kalau Kristus menjadi rujukan pelaksanaan kuasa dan otoritas, maka pantanglah kuasa dipakai untuk menindas, mengintimidasi, memeras, memperkaya diri dan mengumpulkan popularitas pribadi atau kelompok. 

Kosuke Koyama, teologi Protestan asal Jepang yang menulis buku berjudul Tidak Ada Gagang Pada Salib menyebut hal yang sangat menarik mengenai profil pelaksanaan kuasa oleh Kristus. 

“Kristus adalah manusia pusat, yang selalu memilih bergerak ke pinggiran dan menjadi manusia pinggiran.”

Maria adalah yang pertama menyanyikan nilai ini, segera setelah Malaikat Gabriel memberitahukan bahwa Maria dipilih menjadi ibu yang akan melahirkan Yesus. 

Maria berkata: “Ia memperlihatkan kuasaNya dengan perbuatan tanganNya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya. Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahtanya dan meninggikan orang-orang rendah. Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa” (Lk. 1:51-53).

Kristus bukan pemimpin yang ingin hidup dalam gelimang harta, dimanjakan dengan kemewahan, dilindungi dengan berbagai hak prerogatif dan terbuai dengan yel-yel mentereng tetapi kosong. 

Sebagai ganti, Dia memilih menjadi hina, meninggalkan kemuliaan dan kebesaran sorga, menjadi yang terkecil di antara yang kecil. 

Ketimbang tinggal di sorga, dia memilih palungan dan kain lampin menjadi pakaiannya. Ia bersedia menggantikan mahkotakemuliaan dengan mahkota duri. 

Keutamaan Kristus nyata dalam keteladanan, tercermin dalam praksis. Ia menjaga keselarasan antara kata dan karya, antara ujaran dan perbuatan. Tidak ada pencitraan, tidak ada motif omon-omon saja. 

Semua ini hendaknya menjadi cetak biru dari implementasi kuasa oleh semua institusi yang diciptakan Kristus: singgasana, kerajaan, pemerintah maupun penguasa. 

Para pemangku kuasa yang berseberangan dengan nilai-nilai di atas, mereka tidak lebih dari agen-agen anti-Kristus, betapa pun nama Yesus dan ajaran-ajarannya sering menjadi jargon pidato dan tema kampanye.

Matra ketiga, Kristus adalah yang terutama dalam hubungan dengan kehidupan bergereja dan berjemaat. Paulus menggunakan metafora kepala bagi tubuh, yaitu jemaat. 

Di tempat lain, Paulus menyebut Kristus sebagai mempelai jemaat. Dia menasehati para suami untuk mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaat. 

Ini bukan kasih sekadar sebagai perasaan sayang dan gejolak hati yang mengebu-gebu. 

Mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaat lebih merujuk pada kesediaan untuk menderita, berkorban, bahkan menghadapi ancaman demi kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga.

Para pemimpin jemaat gagal mencerminkan kasih Kristus kepada jemaat kalau mereka menuntut hidup dalam kemewahan dan kelimpahan berkat persembahan warga jemaat, sementara banyak warga jemaat yang tak mampu mengirim anak-anak ke perguruan tinggi.

Aloisuis Pieris teolog Katolik asal Sri Langka berkata: “Membiara tanpa komitmen menjadi miskin seperti Yesus dan berjuang bagi orang-orang miskin, adalah sebuah pembujangan yang enak dan kemiskinan yang menyenangkan.”

Matra keempat, Kristus adalah yang utama sehubungan dengan kehidupan masa depan di langit dan bumi yang baru. Paulus berkata: “Ia adalah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati.” 

Kita tidak tahu seperti apa kehidupan sesudah mati. Akankah tubuh saat
ini ikut juga dibangkitkan ataukah kita akan diberikan tubuh yang benar-benar baru?

Kalau tubuh saat ini ikut dibangkitkan, bagaimana dengan mereka yang tubuhnya keropos oleh berbagai gangguan fisik dan serangan penyakit? Bukankah lebih baik tubuh itu diganti saja? 

Tetapi kalau manusia menerima tubuh yang baru sebagai pengganti tubuh saat ini, bagaimana mungkin anak dan orang tua bisa saling kenal. 

Tentulah kakak dan adik akan menjadi orang asing satu terhadap yang lain ketika mereka bertemu di saat kebangkitan dari orang mati. Kehidupan baru seperti ini akan sangat menyedihkan.

Belajar dari keutamaan Kristus sebagai yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, kita boleh bersyukur karena tubuh baru yang kita terima nanti, tidak lain adalah tubuh saat ini yang telah mengalami reparasi atau daur ulang. 

Tubuh itu sama dengan tubuh saat ini, tetapi semua cidera insani yang melekat padanya sudah ditransformasi untuk mengalami kemuliaan.

Sudah selayaknya bertolak dari keutamaan Kristus ini kita merawat tubuh kita secara baik, menghindari penggunaan berbagai zat yang berpotensi merusak dan menganggu kesehatan, termasuk di dalamnya memberi tubuh zat-zat bergizi agar menurunkan angka stunting yang menjadi persoalan sosial-higienis di provinsi NTT. 

Semua ini kita lakukan sebagai wujud antisipasi dan percaya kita akan adanya kebangkitan tubuh karena Kristus adalah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati.

Demikianlah empat kutamaan Kristus. Hendaknya poin-poin itu menjadi dasar, isi dan pemberi makna semua karya keterlibatan gereja dan orang-orang percaya dalam berbagai matra kehidupan. 

Kristus memang sudah memenangkan peperangan bagi dan untuk kita, tetapi kita masih perlu menunjukan kemenangan itu dalam pertempuran-pertempuran melawan dosa dan aneka rupa kejahatan di berbagai sektor kehidupan. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved