Opini
Prabowo Punya Peluang Besar untuk Menjadi Pemimpin Global yang Ramah Lingkungan
Indonesia memiliki kredibilitas lingkungan yang meragukan, namun hal ini dapat berubah seiring kepemimpinan baru yang tegas dan inovatif.
Oleh Setyo Budiantoro
POS-KUPANG.COM - Kenaikan jabatan pemimpin tersebut (Prabowo Subianto), yang berakar pada karier militer sebagai komandan pasukan khusus, mencerminkan komitmen yang mendalam terhadap kedaulatan nasional. Namun di dunia yang ancamannya bersifat lingkungan dan geopolitik, kedaulatan harus berkembang melampaui pertahanan tradisional.
Jadi, apakah Indonesia yang dipimpin oleh Prabowo, yang merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dan merupakan poros maritim yang penting, akan ikut terbawa arus perubahan global atau akankah Indonesia mengambil kendali dan mengarah ke kepemimpinan lingkungan yang lebih tegas dan kesejahteraan yang berkelanjutan?
Negara kepulauan Indonesia yang luas diperkirakan mengalami kerugian sebesar US$4 miliar per tahun akibat penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU fishing), yang menyumbang sekitar 17 persen dari kerugian penangkapan ikan IUU global. Ini adalah krisis yang menguras keanekaragaman hayati laut dan membahayakan penghidupan lebih dari 2,6 juta masyarakat Indonesia yang bekerja di sektor perikanan.
Ketika kekayaan maritim negara ini dicuri, dilakukan oleh kapal-kapal ikan ilegal termasuk dari Tiongkok, dampaknya sangat terasa dalam hal potensi ekonomi dan ketahanan pangan.
Untuk membalikkan keadaan ini, Indonesia harus menerapkan pengawasan maritim yang canggih dan penegakan hukum yang ketat, seperti yang ditunjukkan oleh keberhasilan Norwegia dalam memberantas penangkapan ikan ilegal. Dengan mengadopsi teknologi mutakhir seperti pemantauan satelit dan sistem identifikasi otomatis, Indonesia dapat memperoleh kembali kendali atas wilayah lautnya yang kaya.
Memperkuat kerangka hukum dan membina kerja sama regional melalui ASEAN akan semakin memperkuat upaya-upaya ini, memposisikan Indonesia sebagai penjaga sumber daya kelautan dan memperkuat kedaulatan secara nyata.
Pada saat yang sama, upaya Indonesia untuk mencapai pertumbuhan ekonomi melalui hilirisasi industri telah mengubah cadangan nikelnya yang melimpah menjadi industri ekspor yang berkembang pesat. Pada tahun 2015, ekspor nikel Indonesia hanya bernilai 45 triliun rupiah (US$2,9 miliar).
Namun, setelah penerapan kebijakan pengolahan hilir, angka tersebut melonjak menjadi 520 triliun rupiah ($33 miliar) pada tahun 2023. Namun, keuntungan ekonomi ini telah menimbulkan risiko lingkungan yang signifikan.
Proses peleburan yang menggunakan banyak energi, terutama berbahan bakar batu bara, berkontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca, sehingga melemahkan upaya iklim global dan kelestarian lingkungan hidup di Indonesia.
Dalam hal ini, Indonesia dihadapkan pada pilihan penting: melanjutkan jalur yang tidak ramah lingkungan atau beralih ke revolusi energi terbarukan. Negara ini diperkirakan memiliki potensi teknis sebesar 400 gigawatt (GW) untuk pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.
Tenaga surya sendiri dapat menyumbang setengah dari potensi ini, sementara tenaga air dan panas bumi masing-masing dapat menghasilkan hingga 75 GW dan 29 GW. Namun, energi terbarukan saat ini hanya menyumbang 13 persen dari bauran energi nasional.
Dengan berinvestasi pada infrastruktur terbarukan dan memberi insentif pada integrasi energi ramah lingkungan dalam proses industri, Indonesia dapat meniru keberhasilan Tiongkok dalam menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan pengelolaan lingkungan hidup.
Untuk mempercepat transformasi ini, Indonesia harus mengadopsi kebijakan strategis seperti feed-in tariff, insentif pajak untuk proyek energi terbarukan, dan penghapusan subsidi bahan bakar fosil secara bertahap.
Yang patut disyukuri, Subianto mengatakan ia berencana meluncurkan dana ekonomi hijau dengan menjual kredit emisi karbon dari proyek-proyek seperti pelestarian hutan hujan, yang bertujuan untuk mengumpulkan $65 miliar pada tahun 2028, salah satu penasihatnya mengatakan kepada Reuters bulan lalu.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.