Berita NTT
Lestarikan Adat Istiadat, Modal NTT Maju dan Berkarakter
Alasan pasangan Jane Natalia Suryanto ini mengunjungi kampung adat yang jaraknya tak terlalu jauh dari pusat Kota Kalabahi ini mendasar.

Sayangnya, di balik warisan adat istiadat dan budaya tersebut, Kampung Adat Takpala menghadapi masalah serius, yakni krisis generasi penerus. Salah seorang tokoh adat setempat, Jangkar Takpala mengungkapkan bahwa saat ini kesadaran anak muda akan keberadaan kampung adat terkikis rasa gengsi.
“Saya lihat anak muda sekarang ini, kalau berpakaian seperti ini (pakaian adat) itu mereka gengsinya minta ampun, apalagi disuruh urus Kampung Adat Takpala. Padahal, anak muda ini adalah generasi penerus kita,” tutur Jangkar.
Menurut Anggota Suku Marang ini, Kampung Adat Takpala membutuhkan perhatian serius dari pemerintah. Jika pemerintah tidak memberikan perhatian, maka jejak kampung ini bisa hilang. Artinya, salah satu identitas budaya NTT terancam lenyap.
Menanggapi persoalan tersebut, Ansy Lema menjelaskan bahwa keberadaan Kampung Adat Takpala yang di dalamnya terkandung local wisdom atau kearifan lokal yang diwariskkan oleh para leluhur, merupakan sebuah kebanggaan bagi masyarakat Alor.
Untuk itu, sudah sepatutnya Kampung Adat ini mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah untuk terus dijaga keberadaannya.
“Kampung Adat Takpala ini adalah salah satu simbol peradaban orang Alor dan tentu menyimpan nilai-nilai luhur, ini harus kita lestarikan, harus kita jaga. Kita harus mempersiapkan generasi penerus lewat berbagai edukasi,” tegas Alumni Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) itu.
Lebih lanjut, Politisi PDI Perjuangan ini menjelaskan bahwa Pulau Alor tidak hanya memiliki keindahan laut dan pegunungan. Namun, kebudayaan yang dimilikinya juga cukup kaya. Salah satunya adalah Kampung Adat Takpala.
Oleh sebab itu, ketika terpilih menjadi Gubernur NTT, pria dengan tagline “Manyala Kaka” tersebut akan memberdayakan pembangunan pariwisata di Kampung Adat ini. Dirinya juga menjelaskan bahwa pembangunan yang dilakukan harus melibatkan masyarakat adat setempat (community based eco-tourism).
Ia menyebutnya sebagai pariwisata berbasis komunitas. Pemihakan terhadap pariwisata berbasis komunitas adalah cara pria berdarah Ende-Belu ini untuk memastikan para kelompok adat tidak tersingkirkan dari proyek pembangunan pariwisata skala besar.
“Ingat bahwa kita tidak boleh melupakan adat, tidak boleh melupakan budaya. Masyarakat adat harus kita rangkul, kita lestarikan. Merekalah yang menjadi penjaga keberlangsungan alam dan lingkungan. Pariwisata kita harus mengedepankan unsur adat dan budaya, juga ekologi. Inilah yang dinamakan NTT Berkarakter,” tutupnya. (*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS