Ipda Rudy Soik Dipecat
Komisi III DPR RI Rekomendasi Kapolda NTT Pertimbangkan Kembali Keputusan Pemecatan Ipda Rudy Soik
Rekomendasi dibacakan Wakil Ketua Komisi III Sari Yuliati pada penghujung rapat sekira pukul 14.15 Wita.
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI dengan Kapolda NTT Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga dan Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho yang berlangsung Senin,28 Oktober 2024 menghasilkan ima poin rekomendasi.
Rekomendasi dibacakan Wakil Ketua Komisi III Sari Yuliati pada penghujung rapat sekira pukul 14.15 Wita.
Rapat dengar pendapat itu membahas dua isu yakni pemecatan anggota Polda NTT Ipda Rudy Soik dan tewasnya tahanan bernama Bayu Aditiawan di Polresta Palu Polda Sulteng.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang memimpin rapat menyebut bahwa rapat dengar pendapat itu semata mata dilakukan untuk melihat persoala secara utuh dan mencari solusi.
"Kesimpulannya kita ingin mencari solusi tanpa tendensi mendiskreditkan institusi atau orang," kata politisi Gerindra itu.
Adapun lima poin rekomendasi itu terbagi untuk dua isu yang dibahas. Tiga diantaranya spesifik untuk persoalan pemecatan Ipda rudy Soik oleh Polda NTT, sementara dua lainnya untuk kasus kematian tahana Polres Palu.
"Pertama, Komisi III menilai perlu dilakukan evaluasi terkait putusan PTDH terhadap Rudy Soik dan meminta kapolda NTT untuk mempertimbangkan kembali keputusan tersebut dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta tetap memperhatikan aspek keadilan dan kemanusiaan," sebut Sari Yuliati.
Berikutnya, Komisi III meminta Kapolda NTT untuk fokus melakukan proses penegakan hukum terhadaap kasus TPPO dan BBM Ilegal tanapa pandang bulu, dengan mengedepankan tranparansi dan akuntabilitas penanganan perkara.
Komisi III DPR RI meminta Kapolda Sulteng dan Kapolda NTT agar memaksimalakan fungsi pengawasan melekat terhadap anggota Polri dengan di wilayah masing masing dengan mengedepankan prinsip integritas, keadilan dan bertanggung jawab.
Ikan busuk mulai dari kepala
Dalam paparan saat RDP, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil mengungkit peringatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo soal "ikan busuk mulai dari kepala".
Nasir Djamil mengatakan, Kapolri Jenderal Lystio Sigit Prabowo pernah mengingatkan bahwa ikan busuk mulai dari kepala. Hal yang sama juga diingatkan kembali oleh Prabowo Subianto.
Menurut Nasir Djamil, upaya yang dilakukan Ipda Rudy Soik untuk membongkar praktik kejahatan seperti penimbunan BBM atau Mafia BBM di wilayah Polda NTT patut didukung.
"Ikan busuk mulai dari kepala, hal itu disampaikan Kapolri dan Prabowo. Karena itu, saudar Rudy ini adalah orang yang ingin membongkar praktek penimbunan bahan bakar dan ingin memberantas itu di Polda NTT, maka patut kita dukung karena merah putih," ungkap Djamil.
Ia menyebut bahwa sebenarnya persoalan perbedaan sikap berujung pemecatan antara personel dan istitusi Polri dalam penanganan kasus seperti pembongkaran mafia BBM bukanlah cerita baru. Ia juga mengaku memiliki pengalaman serupa di salah satu Polda yang tidak dia sebutkan wilayahnya.
Menurut dia, peristiwa beda sikap berujung pemecatan yang terjadi jika tidak dikelola dengan baik maka akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap istitusi.
"Kita berusaha agar institusi hukum tetap dipercaya masyarakat. Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga," kata dia.
Dia menyebut cerita oknum penegak ukum yang membeking minyak bersubsisi sehingga terjadi kelangkaan seperti yang dikidahkan kerap mereka temukan Ketika melakukan kunjungan kerja ke provinsi.
"Pada kesempatan ini, kami berharap agar pimpinan Komisi III membentuk tim kecil untuk memberi masukan ke Kapolri agar peristiwa ini ditangani dengan baik. Kita harus menjaga institusi Polri sebagai institusi penegak hukum, satu sisi kita juga menjaga personalnya," sebut Djamil.
Ia juga pada kesempatan tersebut memberikan semangat kepada Ipda Rudy Soik untuk tetap bersemangat untuk berjuangn.
"Saudara Rudy Soik sangat patriotis. Inilah resiko sebuah perjuangan," kata dia.

Pertimbangkan putusan
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Rano Alfath meminta pihak Polda NTT mempertimbangkan Kembali status Ipda Rudy Soik. Menurut dia, pertimbangan PTDH yang dilakukan oleh Polda NTT terlalu cepat
"Mengacu pada aspirasi banyak pihak dan melihat kasusnya, mungkin dapat dipertimbangkan kembali status Ipda Rudi Soik secara hukum. Kami serahkan sesai dengan ketentuan di kepolisian," sebut dia.
Hal yang sama juga disampaikan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra, Bob Hasan. Dia berharap Ipda Rudy Soik dikembalikan sebagai anggota Polri.
Dalam pandangannya, Bob Hasan menilai apa yang dilakukan oleh seorang anggota Polri dalam konteks berbeda pendapat dengan pimpinan merupakan otokritik alam organisasi.
"Satu isyarat yang saya tangkap, Ipda Rudy merupakan seorang personel yang bisa kita nilai sebagai otokritok dalam institusi karena adanya perbedaan pendapat terkait perilaku di organisasi. Tinggal prespektifnya aja," ungkap Bob Hasan.
Menurut dia, isu BBM illegal merupakan satu preseden yang masuk ke institusi Polda NTT.
Ketua Baleg itu juga mempertanyakan apakah sebelum PTDH Ipda Rudy Soik ,telah dilakukan peringatan sebelumnya terkait kasus Karoke Masterpiece maupaun pergi tanpa izin ke Jakarta selama 3 hari.
"Sangat penting sekali. Di internal oranisasi memerlukan otokritik, tapi kalau ini di bungkam, ini akan menjadi catatan," kata dia.
Dia meminta Polda NTT memperhatikan para pengusaha hitam yang melakukan pelanggaran hukum di wilayah.
"Kalau di mata masyaakat Ipda Rudy Soik dianggap sebagai seorang yang berprestasi maka kami berharap ada satu Tindakan tegas pak. Harapan kami dengan mekanisme berlaku di lingkungan Polri kami berharap Ipda Rudi kembali menjadi personel Polri," ungkap dia.
Sebagai informasi, Ipda Rudy Soik dipecat dari Polda NTT karena berupaya membongkar kasus mafia bahan bakar minyak (BBM) di NTT.
Polri menyatakan, alasan pemecatan Rudy adalah pelanggaran kode etik profesi, yaitu ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan cara memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kelurahan Alak dan Kelurahan Fatukoa. (*)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.