Kunci Jawaban
Wisata NTT, Jong Dobo Misteri Artefak Kuno yang Punya Banyak Cerita di Kabupaten Sikka, NTT
Kabupaten Sikka memiliki begitu banyak pesona wisata, bukan saja alam tetapi juga budaya dan religi. Salah satu wisata budaya adalah Jong Dono
Penulis: Alfred Dama | Editor: Alfred Dama
Saing Soge tana pu'an
Apa yang terjadi pada seseorang,
Bako ene bajak papak.
Tuku dan kata
Sada Watu Manuk
Nian Sika sudah tidak ada lagi,
Nian Nita Karang Jawa
Tuku ripa a,
Saing Dobo Dora Nata Ulu,
Tana detun epan,
Tanah desa wohon
Akulah Mo'an Woga Pigan,
Berkelana mencari tanah,
Berkeliling menemukan bumi
Mendayung sampan nun jauh dari seberang,
Dari Sina Siam Malaka,
Menyinggung dalam perjalanan,
Negeri Biung Du'a Bima.
(Kami) berangkat dari sana,
Menyinggahi Soge tuan tanah,
Tetapi tidak disuguhi siri pinang,
Tidak disajikan gulungan tembakau.
Lalu mendayung menuju
Sadang watu manuk
Di negeri Sika pemberani
Ke negeri Nita karang Jawa,
Mendayunglah (kami) ke ketinggian,
Sampailah ke Dobo Dora Nata Ulu
Tanahnya datar,
Kampungnya makmur.
Dua syair adat di atas menarasikan kisah Jong Dobo, sebuah warisan sejarah dan budaya yang syarat dengan daya mistik dan keajaiban.Ada tiga penegasan yang mau disampaikan berdasarkan syair adat tersebut.
Pertama, masyarakat setempat meyakini adanya daya magis yang ada pada Jong Dobo, yaitu mendatangkan hujan dan angin badai. Hal ini berkaitan dengan adanya Jong Dobo yang bersifat luar biasa dan ajaib, dari yang besar menjadi kecil, yang disebabkan oleh perubahan waktu kosmik malam menjadi siang.
Kedua, tentang asal usul mula perahu ini. Syair adat itu menampilkan bahwa perahu dan masyarakat yang membawa barasal dari negeri seberang atau
tempat lain. Ingatan kolektif masyarakat setempat berdasarkan kisah yang diturunkan para leluhur menyebutkan bahwa sebelum tiba di Dobo, telah terjadi sebuah ekspedisi atau perjalanan jauh dan panjang mulai dari asal usul di Negeri Sina Siam (Ceylon) melalui Malaka, melewati persinggahan tempat-tempat lain antara lain Ata Soge (Ende), Bima, Sada Watu Manuk, Sikka, Nita, dan akhirnya tiba di tempat di mana Jong Dobo ada sekarang.
Baca juga: Wisata NTT, Pesona Pantai Abudenok yang Menggoda di Kabupaten Malaka, NTT
Kisah ini juga mau menegaskan bahwa migrasi para pendatang dari negeri seberang jauh (outsider) seperti dari Siam, India, Cina dan Malaka yang memasuki wilayah nusantara termasuk Sikka menjadi kelompok penghuni yang mendiami wilayah yang datangi, selanjutnya terjalin interaksi sosial dan akulturasi dengan masyarakat lokal.
Ketiga, Masyarakat yang muncul dalam latar kleteng atau syair adat ini adalah mereka yang sudah mengenal pertanian. Mereka selalu mencari tanah yang pinggiran kota dan nyaman untuk perumahan yang lebih baik.
Tana Pu'an dan Tu'an Piren: Ahli Waris dan Pemeliharaan.
Pemilik atau ahli waris Jong Dobo adalah leluhur dari masyarakat di Kampung Dobo, secara khusus Lepo tana pu'an Dobo. Dari asal usul katanya, tana artinya tanah, pu'an , artinya mula, asal, pemimpin atau kepala kampung; tuan tanah. Umumnya diyakini bahwa leluhur tana pu'an adalah orang pertama yang membentuk dan mendiami suatu kampung.
Tana pu'an juga menjalankan fungsi imamatau pemimpin doa dan persembahan dalam upacara-upacara adat. Perlu digarisbawahi bahwa Jong Dobo itu bukanlah milik pribadi dari salah satu anggota keluarga tana pu'an, tetapi merupakan milik bersama. Orang-orang tertentu dalam keluarga tana pu'an yang dianggap mampu dipercayakan untuk memelihara Jong Bobo.
Jong Dobo Dan Warisan Budaya Dongson Jong Dobo, sebuah miniatur perahu yang terbuat dari perunggu. Jong Dobo menggambarkan adanya hubungan antara budaya setempat dan luar. Etnolog, Theodor Verhoeven, SVD yang banyak melakukan penyelidikan kepurbakalaan di Flores dan juga adalah pendiri Museum Bikon Blewut Seminari Tinggi Filsafat St. Paulus Ledalero mengatakan bahwa perahu ini berasal dari Dongson. Artefak itu menampilkan suatu koneksi antara Flores dan Daratan Asia.
Jong Dobo adalah salah satu dari sekian artefak perunggu yang ditemukan di Flores. Tahun 1955, Pater Darius Nggawa, SVD menemukan 3 kapak perunggu Dongson di Kampung Guru yang terletak di sekitar 8 km dari Maumere ke arah barat. Selain itu ditemukan juga artefak logam lain di Bajawa, Kabupaten Ngada, sebuah pisau belati yang dianggap sebagai salah satu peralatan logam yang tertua di Indonesia.
Kebudayaan Dongson yang menjadi asal mula Jong Dobo ini awalnya berkembang di Vietnam Utara dan Cina Selatan pada tahun 500-300 SM. Kebudayaan logam yang dikenal di Indonesia berasal dari Dongson, nama lembah sungai dan kota kuno di Tonkin yang menjadi pusat kebudayaan perunggu di Asia Tenggara. Kebudayaan ini telah dibawa masuk ke Indonesia pada tahun 500 SM oleh para migran Deutro-Melayu.

Jong Dobo, sebuah artefak perunggu berbentuk miniatur perahu tidak hanya mengungkapkan adanya daya magis, mistik dan sakral, namun secara sosio warisan budaya dalam rupa perahu ini juga menegaskan tentang adanya suatu kultur kehidupan masyarakat sebagai sebuah perahu.
Etnolog Bernhard AG Vroklage, SVD yang melakukan penelitian lapangan di Nusa Tenggara pada tahun 1930an menerbitkan dua laporan penelitian tentang masyarakat perahu. Dari penelitian itu beliau menyimpulkan bahwa dalam masyarakat Asia Tenggara, termasuk Indonesia, gambaran tentang masyarakat sebagai suatu perahu sudah berkembang sekitar tahun 200 SM.
Menurut penelitian tersebut, gambaran masyarakat sebagai perahu ini diyakini dan dihidupi oleh kelompok-kelompok masyarakat melalui simbolik-simbolik perahu seperti ada di rumah, pelataran megalitis, peti jenazah, dan mitos-mitos. Sebagai contoh rumah adat orang Lio menampilkan simbolik perahu dan tubuh ibu, atap rumah disebut layar kapal. Masyarakat perahu menurut Gambaran Profesor Vroklage terungkap juga dalam salah satu jabatan dalam masyarakat Sikka, yaitu Mangung Lajar , dalam bahasa Sikka berarti tiang utama kapal.
Dari gambaran hasil penelitian tentang masyarakat sebagai sebuah perahu dan keberadaan artefak Jong Dobo mau mengungkapkan juga bahwa secara sosio kultural perahu melambangkan daya juang manusia yang selalu siap menghadapi badai dan gelombang kehidupan. Bahkan secara spiritualitas ada sebuah lagu gereja dalam Bahasa Sikka yang selalu dinyanyikan mengandung kata perahu.
Penggalan syairnya adalah “Atabiang moret ganu tena lalang, oh Maria jaga tena lopa bitak” artinya: Hidup manusia ibarat perahu di tengah samudera, dalam perlindungan Maria perahu akan tetap kokoh.
Jong Dobo Sebagai Destinasi Wisata
Kekhasan ataupun keunikan Jong Dobo merupakan kekuatan daya tarik yang mendatangkan wisatawan untuk berkunjung dan menikmatinya. Unsur wisata budaya secara fisik ini akan dipadukan dengan panorama alam Jong Dobo sehingga mendukung perjalanan wisata untuk tujuan minat khusus( special interest ).
Tidak ada wisata budaya lain yang mendukung wisata ke Jong Dobo adalah kesenian dan musik lokal. Atraksi budaya ini akan menyemarakan nuansa wisata Jong Dobo karena selalu menyuguhkan nilai atraktif yang menghibur.
Dari sisi keilmuan kunjungan ke Jong Dobo adalah bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan bagi para ilmuwan atau peneliti melalui kegiatan penelitian arkeologi dan cabang ilmu yang terkait.
Penelitian para ilmuwan terdahulu menjadi dasar untuk pengembangan penelitian lanjutan terhadap Jong Dobo, dengan demikian catatan-catatan tentang Jong Dobo tidak hanya sebatas catatan perjalanan wisata tetapi juga merupakan sebuah laporan ilmiah untuk pengembangan ilmu pengetahuan.*
Baca artikel lain di Pos Kupang.com KLIK >>> GOOGLE.NEWS
Soal Ujian Sekolah dan Kunci Jawaban Bahasa Inggris Kelas 6 Halaman 88 Kurikulum Merdeka |
![]() |
---|
Soal Ujian Sekolah dan Kunci Jawaban Bahasa Inggris Kelas 6 Halaman 89 Kurikulum Merdeka |
![]() |
---|
Simak Kunci Jawaban Pendidikan Pancasila Kelas 10 SMA Kurikulum Merdeka Bab 4 |
![]() |
---|
Simak Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 7 SMP Kurikulum Merdeka Bab 6 |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Bahasa Inggris Kelas 9 Halaman 43 Kurikulum Merdeka: Orangutan and Gorilla |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.